arifsae.com - Artikel kali ini merupakan kelanjutan dari artikel sebelumnya PART 1 DISINI. Semoga bermanfaat.
***
Untuk lebih jelasnya mari kita bahas bagian-bagian arsitek Kraton Surakarta satu persatu,
Alun-Alun Lor
Bagiaan paling depan untuk memasuki Kraton Surakarta adalah Alun-Alun Lor (Utara). Kompleks ini ditanami pohon beringin dipinggiran dan tidak diberi pagar. Sedangkan pohon beringin ditengah-tangah alun-alun diberi pagar, wajar saja diberi nama Waringin Sangkeran (Beringin yang dikurung). Disebalah barat bernama Dewandaru (Keluhuran), dan beringin timur yang bernama Jayandaru (Kemenangan). Konon, pohon ini hasil dari perpindahan pohon beringin yang dulu terdapat pada Kraton Kertasura sebelum pindah ibu kota ke Surakarta.
Kori Gladag (sumber: kesolo.com) |
Disekitar Alun-Alun terdapat Gladhag yang dulu berfungsi sebagai tempat untuk mengikat hewan hasil buruan raja. Alun-Alun Lor ini juga digunakan sebagai tempat untuk melangsungkan segala macam kegiatan umum, seperti perlombaan, latihan perang dan kegiatan lainnya. Ada juga acara Rampongan, yaitu latihan kemahiran mempergunakan tombak ketika menghadapi hewan buas. Disamping itu, tempat ini juga dijadikan tempat untuk melakukan eksekusi mati bagi penjahat yang sudah dinyatakan bersalah oleh pengadilan raja.
Disebelah barat, utara dan timur Alun-Alun Lor terdapat Pakapalan, yang digunakan untuk menambatkan kuda-kuda para Abdi Dalem kraton dari penjuru daerah ketika akan menghadap raja. Sebelah tenggara alun-alun, terdapat Bangsal Patalon yang digunakan untuk menyimpan Gamelan Setu. Gamelan ini memang digunakan khusus setiap hari Sabtu ketika akan melaksanakan latihan keprajuritan.
Masjid Ageng Sukakarta (sumber: merbabu.com) |
Masih disebelah barat Alun-Alun Lor, berdiri sebuah masjid kerajaan, Masjid Agung Surakarta namanya. Masjid ini menjadi pusat kegiatan keagamaan kerajaan. Disebelah selatan berjejer 3 meriam yang diberi nama dengan Kyai Pancawarna, Kyai Swuhbrasta dan Kyai Sagarawana. Penggunaan meriam ini biasanya hanya dibunyikan ketika terjadi momen penting. Semisal kelahiran keluarga raja, atau kedatangan tamu agung kerajaan.
Kompleks Sasana Sumewa
Ketika sudah melewati Alun-Alun Lor dan Kori Gladag, selanjutnya akan dihadapkan pada bangunan pandapa besar bernama Sasana Sumewa. Bangunan ini terletak disebelah selatan Alun-Alun Lor. Sasana Sumewa berarti tempat sowan atau menghadap. Pada zaman dulu, tempat ini digunakan untuk berkumpul ketika pejabat atau para punggawa ingin menghadap raja dalam upacara resmi kraton. Tempat ini juga digunakan untuk mengumumkan kehendak raja kepada para bawahannya.
Sasana Sumewa (sumber: kesolo.com) |
Pada tahun 1913-1914, Sasana Sumewa direnovasi dan ditambahkan 48 buah tiang oleh PB X. Jumlah 48 dipilih karena pada saat itu, raja berusia 48 tahun. Saat ini, lokasi Sasana Sumewa digunakan sebagi ajang kesenian. Didalam Sasana Sumewa, terdapat bangunan-bangunan kecil lainnya, seperti Bangsal Pangrawit. Bangsal ini merupakan bekas kapal kecil yang dibawa dari Kraton Kartasura. Dulu bangsal ini digunakan sebagai singgasana raja saat menyampaikan perintah pada bawahannya.
Bangsal Pangrawit (sumber: kesolo.com) |
Ada juga Bangsal Pacekotan, tempat ini digunakan oleh para Abdi Dalem untuk mendiskusikan berbagai permasalahan. Kemudian ada Bangsal Pacikeran, yaitu bangunan terbuka yang dibuat untuk menjadi tempat tunggu bagi orang yang akan menerima hukuman oleh pengadilan raja. Di kompleks Sasana Sumewa terdapat beberapa meriam yang konon pernah dipakai oleh Sultan Agung (1613-1645) saat menghadapi VOC. Meriam ini diberi nama Kyai Pancawarna dan Kyai Sapu Jagad.
Kopleks Siti Hinggil
Bangunan berikutnya adalah Kompleks Siti Hinggil atau Sitinggil. Bangunan ini dibangun dengan kontur tanah yang lebih tinggi dari sekelilingnya, makanya dinamakan Siti Hinggil (Siti = Tanah dan Hinggil = Tinggi). Kompleks ini dibangun oleh PB III sekitar tahun 1701 M bersamaan dengan dibangunnya Siti Hinggil Kidul. Filosofi yang terkandung didalam pembangunan Siti Hinggil ini adalah cerminan hidup manusia dalam mencapai derajat kehidupan yang lebih tinggi. Artinya manusia yang bisa bersikap dewasa, pemurah, dan mampu mendekatkan diri kepada Tuhan.
Didepan Siti Hinggil terddapat 8 meriam yang masing-masing diberi nama, Kyai Bagus, Kyai Bringsing, Kyai Kumbarawi, Kyai Nangkula, Kyai Alus, Kyai Kumbara, dan Kyai Kadal Buntung. Didalam kompleks ini juga terdapat bangunan-bangunan lain yang berbeda fungsi satu sama lainnya. Pertama Kori Wijil, bagian ini merupakan pintu masuk yang terdiri dari susunan tangga berundak. Konon didalam salah satu anak tangga ini, ada batu yang dulu digunakan untuk memenggal kepala Trunajaya dari Madura. Batu ini dinamakan Selo Pamecat.
Kompleks Siti Hinggil (sumber: kesolo.com) |
Disekitar Bangsal Sewayana, terdapat bangsal-bangsal kecil lainnya. Bangsal ini mempunyai fungsi dan sejarahnya sendiri. Misalkan Bangsal Martalutut, dulu digunakan sebagai tempat untuk memeriksa dan ruang tunggu bagi orang yang akan mendapatkan hadiah dari raja. Atau Bangsal Singanegara yang dulu digunakan untuk melaksanakan keputusan raja terhadap seseorang. Ada juga Bangsal Witana yang digunakan untuk menyimpan benda-benda pusaka saat acara Pisowanan Ageng atau upaca adat.
Disekitarnya ada Bangsal Gandhek Kiwa untuk tempat para Abdi Dalem mempersiapkan hidangan saat upacara Pisowanan berlangsung. Kemudian Bangsal Gandhek Tengen yang digunakan para Abdi Dalem menabuh Gamelan saat upacara Pisowanan. Lalu ada Bangsal Angun-Angun yang berfungsi untuk mempersiapkan upacara kerajaan atau sekedar berlatih Gamelan. Terakhir adalah Bangsal Balebang, untuk menyimpan berbagai perlengkapan upacara kraton.
Pintu keluar |
Untuk keluar dari Kompleks Siti Hinggil, ada jalan yang harus dilewati, yaitu Kori Rentang dan Kori Mangu. Kori ini merupakan pintu keluar sisi selatan Siti Hinggil. Setelah melewati kori ini, maka akan terlihat bagian kompleks kraton lainnya, yaitu Kompleks Kamandungan Lor.ule yang diberi nama Kyai Slamet. Pintu gerbang untuk keluar dari kawasan kraton ini dinamakan Gapura Gading.
Bersambung ke PART 3 DISINI.