Langit pagi baru
saja menurunkan hawa dingin dengan lembut, mataku segera terbuka karena otaku
telah diseting untuk rutinitas seperti ini. Sebagai anak perempuan tentu tugas
ku lebih banyak, mencuci kain, mengemas barang-barang yang berada di rumah,
setelah semua itu selesai maka aku segera pergi ke belakang rumah untuk
mengenakan seragam kerjaku bukan seragam biasa seperti orang kantoran dasi
ataupun pakaian safari yang kukenakan hanya baju butut, penuh getah dan noda.
Rantang-rantang
berisi nasi dan lauknya yang baru saja ku masak tidak boleh terlewatkan selanjutnnya sepatu kerja juga parang
kumasukan dalam kantung berukuran cukup besar untuk menampung semuanya, itu
menandakan aku telah siap untuk pergi menuju tempat poling[1] suara
mesin motor saling bersahutan satu sama lain hingga jalanan menjadi gulungan
debu, debu itu harus ku tembus agar bajuku tidak kotor aku rasa setiap orang
akan berpikiran sama tentang hal itu jadilah jalanan kecil seperti arena balap
motor cross.
Langit pagi
biasannya begitu menarik merah jingga itulah tambahan semangat untuk menatap
masa depan, setelah mendengarkan arahan dari seorang mandor kami siap untuk
pergi ke ladang tempat kami bekerja aku kebagian di blok 10, hal ini di tandai
oleh raungan bel yang serak juga pecah-pecah, seperti suara bel sekolahku dulu
tapi ini lebih keras. Tujuannya agar kami waspada mungkin, atau itu prosedur
yang memang dibuat oleh perusahaan.
Sepanjang
jalan kulihat pohon kelapa sawit berbaris rapih juga
sisa-sisa pohon kelapa sawit yang dirobohkan oleh buldoser diganti dengan pohon
baru. Lokasi kerjaku adalah blok-blok sawit yang mulai tua kabarnnya tahun
depan nasibnnya akan sama tumbang dan digantikan oleh yang baru. Pada tempat
ini aku gantungkan nasibku juga perut keluargaku, kerap rasa bosan selalu
membayangi dalam setiap harinnya, namun itu dapat teratasi oleh gelak tawa dua
sahabatku, oh ia.. perkenalkan namaku
Jusriani orang-orang memanggilku Nani, setiap harinnya aku ditemani oleh dua
sahabat sejati yang kukenal semenjak bekerja di ladang ini.
“hai,,Awal
betul”
“haha…tidak juga
kamipun baru sampai”
Kedua
temanku ini memang paling spesial karena mereka adalah salah satu alasan
mengapa aku masih bertahan di sini. Sahabatku pertama Sumarni ia sosok
perempuan cuek pada hal-hal tidak penting tapi kalau urusan sahabat ia akan
paling awal untuk memberikan semangat. Tubuhnnya gepal namun rona pipinnya
merah membuktikan kalau dia lebih banyak tersenyum dalam hidupnnya. Satu lagi adalah
Maya Emmmm….yang jelas mahluk satu
ini seperti terbuat dari radio butut maaf Maya tapi kamu tetap sahabatku,
mulutnnya akan sangat cerewet mengomentari apa saja yang baru ia dengar. Telinga
kami sudah dianggpnnya sebagai gantungan kunci setiap ia mendapatkan gosip
baru, kami harus siap mendengarkannya bermenit-menit, namun kalau masalah
perhatian kurang lebih sama dengan Marni satu hari saja aku tidak pergi kerja
karena sakit satu hari juga mereka berada dirumahku untuk menghibur. Mereka memang
manusia-manusia hebat yang Tuhan ciptakan dari semangat bekerja.
Pertemanan
kami sudah cukup lama ya…kurang lebih
sekitar empat tahun yang lalu, blok yang luasnnya 10hektar ini adalah tempat
kami berjumpa tidak hanya kerja menggosip hal-hal remeh temehpun biasannya kami
buat di dalam sini.
Aku sendiri
tidak paham apa itu sahabat dalam arti sebenarnnya tapi bagiku pengertian itu
tidak penting, rasa yang kami pupuk untuk saling menolong dan mendengarkan
cerita satu samalain ku rasa cukup untuk menggambarkan definisi dari
persahabatan.
Cuaca
di sini cepat sekali berubah terkadang terang tapi beberapa menit kemudian
matahari begitu terik membakar kulit, sehingga kami harus siap mengoleskan sunblock yang kami buat dengan racikan
sendiri, dari bedak sehari-hari kemudina dicampur air setelah itu diusapkan
pada wajah kami agar tidak terbakar matahari.
Walaupun kerja
kami di tengah blok yang ter tutup oleh pohon kelapa sawit tetapi tetap saja
matahari akan menerobos dari celah celah dedaunan menembus jauh ke dalam kulit
kami, kami tetap perempuan. Pada kodraatnnya adalah pesolek jadi dimanpun itu
kami akan selalu menjaga tubuh kami sampai-sampai pakaian kami benar tertutup,
Marni pernah nyeletuk! kalau kita adalah Ninja yang bersenjatakan parang,
dengan gayannya berdiri dan berlenggak lenggok.
“Panas
betul ya….”ucap Maya lalu kami mengiyakan itu adalah kode buat kami.
Hari
ini matahari memang begitu terik, di dalam blok tidak ada kamera sisi tv yang
ada hanya pak Mandor itupun ia harus mengawas dibeberapa blok, jika matahari
telah begitu terik maka kita akan mencari satu pohon untuk bersandar sambil
mencuri-curi pandang pada daerah sekitar agar ketika mandor datang kami siap
pada posisi semula.
“ini
jam berapa?”
Maya
menjawab dengan mengacungkan tangannya ke arah matahati
“Lihat!!
bayangannya sudah menujuk pada perut kita. Berarti itu tandannya kita harus…?”
“hahaha…haha” kami tertawa melihat
tingkah Maya yang selalu konyol saat suasana sepi seperti ini
Tingkah-tingkah
seperti tadi telah begitu pekat tertoreh dalah hati kami masing-masing. Rasa
sayang hadir begitu saja tidak dapat kami tolak. Setelah kami sepakati untuk
beristirahat kami akan mencari rantang-rantang yang kami bawa tadi pagi. Parang
dan sepatu bot kami tanggalkan di bawah pohon sawit, dengan cekatan Marni menebas daun kelapa sawit untuk alas
kami duduk bersila menyantap makanan.
“Apa
yang kau bawa Nani? Jangan bilang hanya goreng pisang ya!perutku lapar tadi
pagi lupa masak”
“Tenang
saja hari ini aku membawa konto-konto[2]
tadi pagi aku bangun cukup pagi jadi sempat membuat ini”
Selanjutnnya
kami bersila membentuk lingkaran, makanan tadi kami simpan di tengah-tengah,
pastinnya itu semua agar dapat memudahkan kami untuk mengambilnnya. Biasannya
kami akan begitu gesit ketika makanan telah terhidang di tengah kami apalagi si
Marni dia orang paling gesit kalau berbicara masalah makanan.
“May
denger…denger kamu mau balik kampung”
“Hah…!!!” aku terkejut benar benar kaget
saat marni berkata seperti itu tiba-tiba saja selera makanku hilang.
Pantas
saja Maya lebih pendiam dari biasannya ternyata ada yang ia sembunyikan dariku.
“Betul
apa kata Marni!!!?”
“belum
tahu lagi, kata mama selepas gajih ini”
“Kenapa
mendadak!”
“sedikitpun
aku tidak meminta untuk pulang Nan! Tapi mama tiba –tiba ingin pulang katannya
ia sudah terlalu tua untuk bekerja di sini”
Entah
mengapa rasannya mendadak ada yang kosong menusuk bagian hatiku. Tiba-tiba
suasana makan yang biasannya riang menjadi pemandangan mengharukan
“Hiks…hiks..”
Marni terlihat menetskan Air mata sepertinnya air mata itu turun tanpa disadari
makanan yang masih menjejali mulutnnya bercampur air mata. Semakinderas.
“Kenapa kalian ini!,”
Kami semua mulai terhening, aku
membayangkan hari-hari tanpa Maya pasti akan ada yang kurang, aku rasa begitupun
dengan Marni tempat ini tidak akan sama lagi. Maya masih asik dengan makanannya
seolah tidak ingin ikut larut dengan kesedihan. Tapi! Itu semua hanya kamuflase yang ia buat aku yakin ia pun
tidak menerima keputusan mamanya tapi ia hanya seorang anak yang harus menurut
perkataan orang tua.
“aku masih tidak percaya kau harus
pulang! bagaimana dengan kami di sini”
“kalian akan baik-baik saja tanpa
aku, kalian pasti baik-baik saja”
“Kenapa mudah sekali kau berkata
seperti itu May!!”
“aku yakin persahabatan kita tidak
aka berakhir walaupun aku harus pulang ke Indonesia, kita akan tetap sama
menjadi seorang sahabat”
“tidak bisa begitu!!” jawabku, entah
kenapa sepertinnya aku tidak menerima keputusan maya dengan mudah, ada yang
mengganjal di otaku entah apa itu sepertinnya perasaan kehilangan yang teramat.
Sosok maya tidak dapat digantikan oleh siapapun.
“bukannya kaupun akan pulang?” tanya
maya ada Marni
Ada apalagi sebenarnnya ini, aku
belum percaya kenapa mereka menyembunyikan semua ini padaku. Lalu dengan siapa
aku harus melewati hari-hari ini.
“Maafkan aku Nan, aku menyembunyikan
ini darimu kau pasti akan sedih, akupun tidak tahu maya akan pulang, kabar ini
ku dengar dari adiku, akusama terkejutnnya denganmu”
“tetapi kenapa bisa bersamaan
begitu, bagaimana denganku!!”
Dalam keadaan ini aku tidak dapat
berpikir banyak semuannya mendadak hilang lemas makanpun tak bereasa apa-apa.
*****
Pagi yang harus kujalani dengan
begitu berat, semalam aku mendapat kabar dari kampung jika aku harus pulang
dengan segera karena orang tuaku sakit dan harus dirawat di rumah sakit.
Bagaimana dengan kawanku Jusnani, dan Maya pasti mereka tidak ingin mendengar
kepulanganku begitu saja. Aku tidak ingin menambah kesedihan mereka dengan
kabar orang tua ku, sebisa mungkin ini ku simpan rapat-rapat.
Bagaimana nanti apa yang harus
kukatakan pada mereka, apakah aku harus berbohong tentang semua ini! Atau
biarkan saja sampai mereka benar-benar bertannya mengenai hal ini. Rasannya
terlalu berat meninggalkan dua sahabat terbaik namun apa boleh buat ayah dan
ibu membutuhkanku di kampung. Semoga aku dapat kembali ke sini, atau kita dapat
bertemu dikesempatan lain dan berkumpul bersama.
*****
“Ada apa dengan kalian semua!!
kenapa merahasikannya dariku!!” entah kenapa nadaku meninggi Tuhan aku tidak
ingin kehilangan mereka kenapa mereka harus pulang kampung secepat ini. Ini
bukan perkara pulang kampong belaka bagiku terlebih ketatnnya aturan perusahaan
mengenai kepulangan pekerjannya belum tentu mereka akan kembali ke sini.
“mungkin jika urusanku sudah selesai
aku akan segera kembali semoga saja compeni
masih memberikan kesempatan” ungkap Marni kepadaku
“Bagaimana denganmu May?”
“sejauh ini aku belum dapat memberikan
keputusan tinggal di kampung atau kembali. Keputusan orang tua lebih penting
aku tidak bisa menolaknnya”
“Nani jangan menangis,kita pasti
berjumpa lagi”
Entah
kenapa airmataku tiba-tiba meleleh seperti cairan lilin dibakar api. Ada rasa
kesal yang menggumpal besar kenapa mereka menyembunyikan semua ini dari ku. Apa
yang mereka pikirkan sebenarnnya apakah mereka tidak bisa menimbang perasaanku.
“Nani jangan bersdih, maaf bukan
maksudku untuk merahasiakan semuannya darimu, tapi aku berpikir dan memiliki
keyakinan akan kembali ke sini jadi ku anggap ini hanya perpisahan sementara”
Sosok mereka amatlah berarti bagiku,
aku dapat merasakan beberapa hari kedepan selepas mereka pergi pasti kerjaku
malas-malasan. Dengan siapa aku berbagi makanan bercerita tertawa. Tiba-tiba
mereka memeluku begitu erat air mataku semakin deras turun seperti ada tarikan
kuat gravitasi bumi. Jauh dalam hatiku lebih dalam lagi menangis
membayangkannya. Akankah mereka akan kembali bersamaku atau aku yang akan
mengikuti mereka pulang. Tapi sepertinnya untuk kembali ke Indonesia masih
belum ada dalam benaku, keluargaku semuanya di sini. Keluargaku masih
membutuhkanku.
Matahari mulai lembut merabaku,
punggungku muali terasa hangat pelukan meraka begitu erat apa yang harus
kuperbuat!, hanya rindu ini yang bisa ku titipkan. Kedua sahabatku masih terus
mencoba untuk menghibur. Aku tetap tidak bergeming pada khayalanku setelah
mereka pergi.
“ingat kita semua tetap sahabat
kemanapun, raga kita pergi” maya mengingatkan kami hati ku mulai menerima
segera ku usap air mata yang sedari tadi turun.
“Ayo kita lanjutkan lagi Makan”
Marni mencoba mengalihkan perhatian
“ia ayo Nan, kerja kita masih banyak
Nanti mandor datang kita kena semprot!”
Kami
semua segera bergegas menuntaskan makan siang dan kembali bekerja, ilalang dan
rumput tak bertuan terus kami tebasi dengan parang panjang andalan kami.Aku
masih belum percaya. Setiap tebasan parang sepertinnya semakin berat.
“Aku sayang Kalian Sahabatku!!”
suaraku memecah sepi mereka berdua memandangiku dengan begitu tajam. Anggukan
dari mereka pertanda balasan hati yang tulus. Jarak hanyalah sekat dalam
ingatan, ketika hati telah merasa bermukim pada teduhnnya diri seseorang
disitulah kita akan menyimpan ingatan. Tersenyum lah sahabatku pada waktu yang
entah itu kapan. Kita akan tetap sahabat.
[1] Poling Adalah kata lain dari absen yang digunakan oleh para pekerja
ladang
[2] Konto-Konto sejenis bala-bala namun campuran didalamnnya biasannya
daun pakis