Para Pekerja Migran Indonesia menyalurkan suaranya di Ladang Andamy, Sandakan, Sabah, Malaysia (9/4/2019) |
Tanggal 21 Mei
2019 dini hari menjadi babak baru kehidupan berdemokrasi kita, tidak lain
karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengumumkan pemenang Pemilihan Umum
2019. Hasilnya, Ir. H. Joko Widodo dan KH. Ma’ruf Amin dinyatakan sebagai
pemenang dari kompetitornya, H. Prabowo Subianto dan H. Salahudin Sandiaga Uno.
Prosentase
kemenangan 55,50 % berbanding dengan 45,50 %. Hasil inilah cerminan dari proses
panjang perjalanan pesta demokrasi kita. Segala upaya, biaya, daya, bahkan
nyawa telah di berikan untuk mensukseskan pesta 5 tahunan ini.
Tercatat di data
Kemenkes per 17 Mei 2019, bahwa 527 petugas KPPS meninggal dan 11.239 orang
sakit. Tidak hanya didalam negeri pengorbanan itu diberikan, untuk menjaga
setiap hak suara orang Indonesia, KPU membentuk Panitia Pemunguan Suara Luar
Negeri (PPSLN) diberbagai penjuru dunia. Tidak mudah. Karena harus menembus
berbagai birokrasi diberagai negara.
Salah satu PPSLN
yang dibentuk di Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia. Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang
telah ditetapkan sebanyak 140.878 orang. Untuk TPS yang tercatat sebanyak 26
dan Kotak Suara Keliling (KSK) sebanyak 433 pada tujuh distrik, yaitu
Sandakan-Kinabatangan, Kudat, Keningau, Labuan, Beafourt-Sipitang, Bandar Kota
Kinabalu 1 dan 2.
Segala tantangan
dan hambatan menjadi kendala tersendiri ketika melaksanakan pemilu di luar
negeri. Tidak seperti di Indonesia, orang-orang Indonesia yang berada di Sabah
telah bercampur dengan penduduk lokal maupun orang Filiphina yang terkadang
kita sukar membedakaanya. Dan masih banyak tantangan lainnya.
Tantangan
di Ladang
Hari Minggu, 7
April 2019 berkumpul para petugas KSK diseluruh Distrik Sandakan-Kinabatangan
di Hotel Livingston, Sandakan. Tujuannya tidak lain mengambil logistik dan
kotak suara untuk melakukan pemungutan suara esok harinya.
Pengambilan
berjalan lancar, namun ada beberapa kendala. Salah satunya adalah terbakarnya
mobil pengangkut KSK yang baru diambil di Sandakan. Peristiwa ini juga saya
lihat sendiri, betapa api begitu ganas melumat segala isi, termasuk mobilnya. Untung saja kawa saya selamat.
Kejadian ini terjadi di jalan Jalan Sapi Nangoh-Paitan yang tujuannya akan
dibawa ke wilayah kerja Perusahaan Sawit IJM dan Meridian.
Jarak tempuh
yang jauh dan human eror menjadi
penyebab utamanya. Perjalanan dari pedalaman sawit ke Bandar Sanadakan
membutuhkan waktu sekitar 4 hingga 12 jam perjalanan. Sungguh melelahkan. Sayangnya,
di Indonesia sendiri peristiwa ini sudah dijadikan lahan penyebaran hoax.
Berbagai berita
negatif dan berbau fitnah tersebar karena berita ini. Padahal peristiwa ini
murni karena human eror. Dan sudah
ditindak lanjuti oleh KPU RI untuk mengganti segala logistik yang terbakar.
Itu hanya salah
satu contoh nyata, betapa pemilihan umum diluar negeri tidaklah mudah. Kerja
yang berat ditambah isu yang terus menyerang menjadi ujian tersendiri. Seperti
kisah saya sendiri, yang harus menempuh jalanan jauh dan berbatu untuk melayani
hak suara mereka.
KSK yang saya
pimpin adalah KSK 04 yang terletak di Perusahaan sawit Terusan 2 Estate dibawah
naungan Wilmar Plantition. Selain itu, saya harus membantu kawan lainnya di ladang-ladang
kecil. Seperti ladang Andamy, Kamansi Dua, dan Hiew Syn Kiong. Dan pemungutan
suara itu tidak bisa dilakuakan dalam 1 hari.
Kami diberikan
kesempata selama 3 hari untuk keliling ke ladang-ladang sawit itu. Udara panas,
dan jarak yang jauh menjadi suguhan wajib. Terlebih lagi ladang kecil, yang terkadang
hanya berpenghuni 20-40 orang Indonesia. Namun, mereka punya hak yang sama,
selama dia bisa menujukan identitas sebagai Orang Indonesia, maka mereka berhak
menentukan pilihannya.
Mereka punya hak
untuk mengikuti pesta demokrasi 5 tahunan ini. Disini, mereka hanya mencolos 2
surat suara, yaitu suara pemilihan Presiden-Wakil Presiden dan DPR-RI. Banyak
dari mereka yang tak paham, siapa orang yang didalam surat suara itu. Namun,
dengan sosialisasi kecil-kecilan, semua berjalan lancar.
Tugas kami
selesai ketika penyerahan kembali kotak suara ke Sandakan untuk kemudian
dihitung di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kota Kinabalu, Sabah.
Tepat tanggal 17 April 2019 penghitungan suara dilakukan. Jarak dari Sandakan
ke Kota Kinabalu sekitar 300 km, dan membutuhkan waktu 5-6 jam perjalanan. Di
sana, semua petugas TPS dan KSK berkumpul menjadi satu untuk tujuan yang sama,
yaitu rekapitulasi hasil dari pemungutan suara di ladang-ladang.
Terhitung 3 hari
kami semua melakukan kegiatan itu, saya sendiri memulai jam 17.00 sore hingga
selesai jam 01.00 dini hari. Waktu 7 jam itu hanya 2 surat suara, bisa
dibayangkan betapa lelahnya kawan-kawan petugas yang ada di Indonesia karena menghitung
5 surat suara.
Selama proses 3
hari penghitunga suara, dihasilkan 87.227 orang Indonesia menggunakan hak
pilihnya dari DPT 140,878. Suara untuk pasangan calon 01 sebanyak 71.109 orang
dan pasangan calon 02 sebanyak 15.555 orang, sedangkan sisanya suara tidak sah.
Artinya partisiasi orang Indonesia di Kota Kinabalu sebanyak 61,9 %. Prestasi dari
partisipasi ini menjadi tanda selesainya tugas kami.
Kembali
ke Indonesia Raya
Setelah semua
pesta demokrasi ini selesai, bangsa Indonesia harus kembali berdaulat. Jhon
Locke pernah mengatakan bahwa, kedaulatan rakyat pada hakikatnya sejalan dengan
arti dan makna demokrasi, yaitu sebagai upaya untuk mewujudkan kesejahteraan
rakyat. Kedaulatan rakyat inilah yang menjadi kekuasaan tertinggi di negara
demokrasi.
Ini menjadi penting,
karena kewajiban kita untuk selalu merawat kedaulata rakyat yang hampir lelah
diserang bertubi-tubi akibat diserang isu-isu hoax yang berpotensi memecah belah bangsa. Pasca pemilu 2019 ini,
semua pihak harus kembali pada persatuan, membangun Indonesia secara
bersama-sama, dalam bingkai Indonesia Raya.[]