Sawit |
Rapuh
tatapan tajam ke Sawitan itu,
tak
lagi rindang, enam tahun yang lalu.
Jejak
langkah akan meninggalkannya,
menjadi
serpihan masa lalu.
Sebelum
langkah menjejak arah itu, hatinya menjerit;
mendiamkan
ramai riuh kenangan.
Dibukanya
pintu rumah: hitam pelataran Terusan,
menjadi
taman bermain sejak pertama berjalan.
Teringat
hari sebelum hari ini
Ketika
tangisan ramai setiap hari
Seperti
raungan mesin Beggo dipelataran rumah
Mengaum
seperti raja hutan menakuti musuh
Sebut
saja namanya Fitri, Nurul Safitri binti Salimi–
kesucian
hidup artinya.
Nama
indah yang berjejar rapi
Menadakan
khas nama Malaysia.
Waktu
itu dia lahir di Malaysia-
Lahad
Datu tepatnya.
Negeri
hamparan Sawit di Bawah Bayu
Sabah yang ramah.
Ia
pindah, berkali-kali.
Mengikuti
langkah arah ibunya, Salimi.
Semua
berubah berbeda
Setelah
peristiwa invasi dari Abu Sayaf
Apa
arti kebangsaan bagiku?
Lirih
hatinya menanyakan pada dirinya
Jutaan
orang meninggalkan negaranya
Untuk
mencari Ringgit di belantara Sawit
/2/
Ibunya,
dari negeri Zamrud Khatulistiwa
Ayahnya,
orang tempatan Malaysia
Mereka
terikat dalam ikatan manusia
Mengagungkan
nilai-nilai cinta
Mengharpkan
hidup bahagia
Ditengah
hamparan sawit,
Kampung
Tanduo tepatnya,
30
km dari Lahad Datu
Hingga
hari itu datang,
Menyeruak
digelapnya malam
Hukum
ditelantarkan, segerombol orang datang
Ratusan
jumlahnya,
Yang
terdengar hanya ketakutan
Seranggan
Pengganas Penceroboh Sulu
Suara
Takhta Sulu menggema
Menuntut
warisan Sultan Brunei
Itu
miliku, itu hakku
Langit
menghitam oleh letusan peluru
Dari
dalam rumah-rumah
Semua
terperanga, tak ada yang merasa terjaga
Melindungi
diri sendiri dari kemelut
Ada
yang memilih menyelamatkan diri
Dari
para pengganas yang ganas
Yang
siap merampas dan menerkam
Yang
siap membunuh orang melawan
Operasi
Daulat di daulatkan
Untuk
menjinakan pengganas
Di
Kampung Tanduo dan Tanjung Batu
Juga
di bagian Sabah lainnya
Banyak
korban bergelimangan
Menggelepar-gelepar
Memerah
banjir darah
Termasuk
ayahnya, Abdul Kardir.
/3/
Safitri
bersema ibunya mengungsi
Felda
Sahabat mnawarkan persinggahan
Bersama
sejumlah warga tempatan dan imigran
Memikirkan
masa depan, dimana untuk hari kedepan?
Hari-hari
setelahnya setelah Hari Berdarah
Safitiri
belum tahu apa yang sebenarnya terjadi
Ingatan
dan tubuhnya belum mampu
Ibunya
membawanya pergi dari kenangan
Sempat
pindah ke Sekar Imej
Yang
jauh dari keramaian
Sempat
ke Andamy
Yang
menawarkan kedekatan
Hingga
pelabuhan berakhir di Terusan
Hari
beganti menaati kodrat ilahi
Ia
tumbuh menjadi gadis Sawit
Berkenalan
dengan sambutan
Sudut-sudut
tak berujung blok-blok
Ketika
umur terus menambah
Fitri
tak bisa membaca menulis
Celaka,
sungguh celaka
Apa
yang Negara perbuat padaku?