Usman Janatin, Pahlawan dari Purbalingga |
A. Latar
Belakang
Perjuangan bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari
belenggu penjajahan bangsa asing telah ditempuh melalui perjalanan yang cukup
panjang bahkan setelah proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945,
perjuangan untuk mencapai kemerdekaan masih harus dilakukan karena Belanda
menyelundup membonceng tentara pendudukan Sekutu dan datang lagi ke Indonesia
untuk menegakkan kembali kekuasaan kolonialnya pada tanggal 20 Oktober 1945
(Moh. Oemar, 1976: 55).
Belanda datang ke Indonesia untuk menguasainya kembali di
bawah lindungan tentara Inggris—Australia. Sebagai modalnya telah siap susunan
NICA di Australia dan pula telah terbentuk 12 detasemen KNIL (A.H.Nasution,
1977: 5-6). Usaha menanggulangi bahaya penjajahan kembali Belanda itu,
Indonesia mengambil dua jalan yaitu melalui diplomasi/damai yang didukung oleh
para tokoh nasionalis, dan melalui perang yang didukung oleh angkatan muda
(A.H.Nasution, 1977: 36).
Politik Pemerintahan Republik Indonesia sejak permulaannya
selalu didasarkan pada pokok pikiran; menghindarkan penyelesaian dengan
kekerasan senjata, mencari jalan damai. Untuk itu Republik menarik perhatian
luar negeri, bekerjasama dengan orang Belanda yang tidak menghendaki jalan
kekerasan, dan mengancam akan menjalankan politik bumi hangus dan gerilya yang
lama apabila diserang. Setelah republik menjalankan politik ini selama lebih
dari 3,5 tahun, hampir seluruh Jawa dan Sumatera telah menjadi daerah
pertempuran. Pengalaman ini tidak boleh tidak memaksa untuk mencari jalan yang
baru (T.B. Simatupang, 1977: 142).
Perang rakyat ini, disertai non-kooperatif dan bumi hangus,
dan kemudian hasil-hasilnya dipergunakan sebagai modal diplomasi untuk dapat
memperoleh persetujuan yang memuaskan, atau sampai musuh habis tenaganya dan
kemauannya patah, sehingga tuntutan kedaulatan sepenuhnya dapat tercapai (T.B.
Simatupang, 1977: 147). Dalam menjalankan perang rakyat total ini masyarakat
langsung membentuk badan-badan dan laskar-laskar perjuangan yang dipergunakan
sebagai wadah perjuangan (Departemen Pertahanan Keamanan Pusat Sejarah ABRI,
1983: 10).
Para pemuda tidak ketinggalan dengan rekan-rekan pemuda
lainnya ikut aktif berjuang, berdharma bakti kepada Ibu Pertiwi, menyumbangkan
tenaga dalam berbagai bidang. Diantara para pemuda tersebut ada yang
menyumbangkan tenaganya dengan mengangkat senjata ikut berperang di front
terdepan, sedangkan bagi yang tidak berada di front ikut aktif membantu di lini
belakang menyiapkan segala keperluan untuk garis depan atau di palang merah.
Sesudah keputusan rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) tanggal 19 Agustus 1945 Presiden Sukarno dalam pidatonya
menyatakan berdirinya tiga badan baru yaitu: Komite Nasional Indonesia (KNI),
Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Badan Keamanan Rakyat (BKR). BKR ini akan
bertugas sebagai penjaga keamanan umum di daerah-daerah di bawah koordinasi KNI
Daerah. Sebagian lagi para pemuda yang pada jaman Jepang telah membentuk
kelompok-kelompok politik yang besar peranannya dalam mencetuskan proklamasi.
Berbagai golongan tidak puas dengan BKR, mereka menginginkan dibentuknya
tentara nasional.
Mereka kemudian membentuk badan-badan perjuangan yang
selanjutnya menyatukan diri dalam sebuah Komite Van Aksi, yang bermarkas di
jalan Menteng 31 di bawah pimpinan Adam Malik, Sukarni, Chairul Saleh, Maruto
Nitimihardjo dan lain-lain. Badan-badan perjuangan yang bernaung di bawah
Komite Van Aksi adalah Angkatan Pemuda Indonesia (API), Barisan Rakyat
Indonesia (BARA) dan Barisan Buruh Indonesia (BBI).
Badan-badan perjuangan lainnya kemudian dibentuk di seluruh
Jawa seperti barisan Banteng, Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi, Pemuda
Indonesia Maluku, Hizbullah, Sabililah, Pemuda Sosialis Indonesia, Barisan
Pemberontak Rakyat Indonesia; juga ada badan perjuangan yang bersifat khusus
seperti kesatuan- kesatuan pelajar (Tentara Pelajar atau TP, Tentara Genie
Pelajar atau TGP dan Tentara Republik Indonesia Pelajar atau TRIP) (Marwati
Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, 1993:108).
Pembentukan badan-badan perjuangan itu tidak terbatas hanya
di Jawa melainkan di Sumatera, Sulawesi dan pulau lainnya. Aceh di bentuk
Angkatan Pemuda Indonesia (API) di bawah pimpinan Ajamaun Gaharu dan Barisan
Pemuda Indonesia (BPI) kemudian menjadi Pemuda Republik Indonesia (PRI) di
bawah pimpinan A.Hasymi. Di Sumatera Utara dibentuk Pemuda Republik Andalas; Di
Sumataera Barat, Pemuda Andalas dan Pemuda Republik Indonesia Andalas Barat.
Sedangkan Barisan Pelopor yaitu barisan pemuda Indonesia yang dibentuk pada
jaman Jepang, pada bulan September telah menyatakan diri bernaung di bawah KNI.
Di Sulawesi Selatan dibentuk Pusat Pemuda Nasional (PPNI) di bawah pimpinan
Manai Sophian dengan kelompok Angkatan Republik Indonesia (AMRI), Pemuda Merah
Putih Penunjang Republik Indonesia (PRI) (Marwati Djoened Poesponegoro dan
Nugroho Notosusanto, 1993:108-109).
Suatu bentuk kelaskaran yang khas dan perlu dibicarakan
tersendiri adalah barisan-barisan pejuang republik di Purbalingga. Perjuangan
yang menyebar diseluruh Indonesia ini juga terjadi di wilayah Kabupaten
Purabalingga. Kabpuaten Purbalingga merupakan salah satu daerah di Jawa Tengah
yang juga mengalami masa revolusi fisik seperti diberbagai daerah lainnya.
Banyak para pemuda dan lascar-laskar tanpa takut mengangkat senjata menghadapi
tank-tank Belanda. Mereka bergabung dalam Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Dalam
penelitian ini akan dibahas “Perjuangan Senjata di Kabupaten Purbalingga,
1945-1949.”
B. Permasalahan
Penelitin ini mengkaji tentang permasalahan revolusi fisik
yang terjadi diberbagai daerah di Purbalingga. Untuk menjawab permasalahan
tersebut, maka selanjutnya diajukan beberapa pertanyaan penelitian antara lain:
1 Bagaimana
latar belakang terbentuknya Tentara Keamanan Rakyat di Purbalingga?
2. Bagaimana
perjuangan Tentara Keamanan Rakyat Purbalingga dalam revolusi fisik tahun
1945-1949?
3. Bagaimana
usaha-usaha pewarisan bekas anggota Tentara Keamanan Rakyat Purbalingga setelah
revolusi fisik selesai?
C. Tujuan
Penelitian
1. Memaparkan
latar belakang terbentuknya Tentara Keamanan Rakyat di Purbalingga;
2. Menjabarkan
perjuangan Tentara Keamanan Rakyat Purbalingga dalam revolusi fisik tahun
1945-1949;
3. Menjelaskan
usaha-usaha pewarisan bekas anggota Tentara Keamanan Rakyat Purbalingga setelah
revolusi fisik selesai;
D. Manfaat
Penelitian,
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini untuk
melengkapi kekosongan dalam historiografi Indonesia, khususnya tentang
penulisan sejarah lokal yang berkaitan dengan perjuangan senjata di Kabupaten
Purbalingga. Sedangkan manfaat praktis dalam penulisan buku ini agar membuat
peserta didik mengetahui perjuangan senjata di Kabupaten Purbalingga; selain
itu memberikan motivasi kepada para guru untuk menuliskan peristiwa sejarah
yang ada di sekitarnya yang belum digarap dan sebagai bahan pertimbangan bagi
Pemerintah Kabupaten Purbalingga agar lebih memperhatikan potensi sejarah lokal
yang belum maksimal tersentuh untuk dituliskan.
E. Tinjauan
Pustaka
Kajian tentang masa revolusi fisik di Purbalingga memang
jarang dilakukan. Bahkan tidak ada buku yang secara spesifik membahas tentang
masa revolusi fisik 1945 sampai 1949. Kekosongan historiografi inilah yang
harus ditambal, terutama didaerah-daerah, seperti di Kabupaten Purbalingga.
Buku-buku yang ada hanya membahas sebagian kecil tentang
perjuangan senjata itu. Seperti tulisan dari Tri Atmo, dengan judul Ki
Arsantaka Pendiri Kabupaten Purbalingga tahun 2012. Dalam buku ini hanya
dibahas sebagian, bahkan sedikit sekali dengan pembahasan perang kemerdekaan di
Purbalingga.
Kemudian buku yang ditulis dari Sasono dan Tri Atmo dengan
judul Mengenal Purbalingga cetakan 1993. Bahasan tentang perjuangan revolusi
fisik di Kabupaten Purbalingga hanya dijadikan sub judul, yang hanya membahas
secara garis besarnya. Selain buku itu, memang tidak ada yang membahas tentang
masa-masa revolusi fisik di Purbalingga era 1945-1949.
Dalam penelitian ini, akan membahas secara komperhensif dan
menggunakan pengumpulan data yang beragam, dari wawancara dan studi
kepustakaan. Penulisan ini juga akan membahas masa 1945 hingga berakhirnya agresi
Militer ke II tahun 1949. Oleh karena itu, dengan dilakukannya penelitian ini,
maka akan menambah khasanah referensi tentang revolusi fisik yang ada di
Purbalingga, 1945-1949.
F. Metode
Penelitian
Metode dalam penulisan sejarah ini menggunakan metode peneltian
sejarah. Menurut Kuntowijoyo (1999: 88-89), peneltian yang dilakukan ketika
menggunakan metode sejarah ada 5 tahap, yaitu (1) pemilihan topik; (2)
heuristik atau pengumpulan sumber; (3) verifikasi atau kritik sejarah,
keabsahan sumber; (4) interpretasi; dan (5) historiografi atau penulisan.
Topik dalam penulisan ini mengacu pada revolusi fisik di
Kabupaten Purbalingga, 1945-1949. Setelah memilih topik, peneliti harus
mengumpulkan sumber-sumber atau dokumen-dokumen mengenai topik penelitian.
Sejarawan bekerja berdasarkan berbagai dokumen karena dokumen merupakan jejak
pikiran dan perbuatan yang telah ditinggalkan oleh orang-orang zaman dahulu
(Loanglois dan Seignobos, 2015: 25). Begitu pentingnya dokumen dalam sejarah,
maka sampai ada istilah no documen no history, tidak ada dokumen tidak akan ada
sejarah.
Selain maha penting, tahap pengumpulan data atau heuristik
ini merupakan tahap yang paling menyita banyak waktu. Pengumpulan pertama yang
dilakukan untuk mencari dokumen yang berkaitan dengan tema/topik yang akan
diteliti. Dalam penelitian ini, dokumen dan sekaligus peninggalan catatan,
yaitu berupa serta rekaman wawancara, dokumentasi, buku dan lainnya. Sumber
buku, jurnal dan catatan-catatan seta dokumentasi bisa ditemui di dalam
perpusda Purbalingga. Selain itu, wawancara dilakukan kepada pelaku sejarah
yang masih hidup hingga saat ini. Untuk menambah sumber data, dikumpulkan juga
berbagai referensi dari buku-buku, jurnal, majalah, surat kabar yang menunjang
tentang penulisan sekitar tahun 1940-an. Sumber itu bisa ditemukan di Jogja
Lebery Center (JLC) di Jogjakarta dan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI)
Jakarta.
Setelah data terkumpul kemudian dilakukan verifikasi.
Verifikasi ada dua macam, otensitas atau keaslian sumber (kritik ekstern) dan kredibilitas
atau kebisaan dipercayai (kritik intern) (Kuntowijoyo, 1999: 88-98). Dalam
penelitian ini, kritik sumber eksternal yang dilihat dari berbagai koleksi
museum di Purbalingga, apakah materi itu merupakan materi yang memang sezaman,
di samping itu bisa dilihat berbagai kertas dengan jenis dan ukuran, bahan,
kualitas dan lainnya. Jadi, bisa diartikan bahwa kritik eksternal merupakan
kritik secara fisik dan menyesuaikan dengan jiwa zaman (zeitgeist). Selain
kritik eskternal, yang harus dilakukan peneliti adalah kritik internal. Kritik
internal ditujukan untuk memahami isi teks atau dokumen.
Tahap berikutnya, interpretasi. Untuk menghasilkan tulisan
sejarah, maka diperlukan interpretasi. Interpretasi dalam penelitian ini adalah
memberikan makna pada fakta atau dokumen yang telah ditemukan. Dalam kasus
revolusi fisik di Kabupaten Purbalingga, 1945-1949, sumber tulisan memang
banyak ditulis sehingga semakin banyak data yang didapat maka akan semakin baik
dan memudahkan untuk melakukan interpretasi.
Langkah terakhir, yaitu historiografi atau penulisan
sejarah. Pada tahap penulisan ini, peneliti menyajikan laporan hasil penelitian
yang disajikan berdasarkan kaidah-kaidah yang berlaku dalam ilmu sejarah
sehingga bisa menghasilkan sebuah karya sejarah.
G. Sistematika
Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini dibagi ke dalam 5
(lima) bab, uraianya sebagai berikut:
Pada bab I berisikan pendahuluan. Bab ini menyajikan
berbagai isi yang ada dalam pengantar. Isi dalam bagian ini mengenai latar
belakang masalah, rumusan, tujuan, dan manfaat. Kemudian untuk lebih mendalam,
maka akan ada tinjauan pustaka dan metode penelitian sejarah.
Pada bab II, dibahas tentang latar belakang terbentuknya
Tentara Keamanan Rakyat di Purbalingga. Pada bagian ini penulis ingin
mengetahui tentang proses masuknya Belanda ke Indonesia dengan membonceng NICA.
Pembentukan BKR hingga TKR dan akhirnya TNI. Dan akhirnya pembentukan tentara
di Purbalingga.
Pada bab III, menjabarkan perjuangan Tentara Keamanan Rakyat
Purbalingga dalam revolusi fisik tahun 1945-1949. Bab ini membahas
perjuangan-perjuangan diberbagai tempat di Purblaingga, seperti di Bobotsari,
Kalimanah, Bukateja dan daerah-daerah lainnya.
Bab selanjutnya adalah bab IV usaha-usaha pewarisan bekas
anggota Tentara Keamanan Rakyat Purbalingga setelah revolusi fisik selesai.
Penyerahan yang dilakukan Belanda kepada tentara di Purbalingga.
Pada bab V, penutup, yang merupakan simpulan jawaban dari
pertanyaan penelitian yang diajukan dalam rumusan masalah.
H. Daftar
Pustaka
A.H. Nasution. 1977. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia.
Bandung: Angkasa.
Loanglois, CH.V dan Seignobos, CH. 2015. Introduction to the
Study of Hostory, Pengantar Ilmu Sejarah (terj). Yogyakarta: Indoliterasi.
Moh. Oemar. 1976. Pahlawan nasional Jenderal Gatot Subroto.
Jakarta: Dekdikbud.
Notosusanto, Nugroho Dan Marmati Djonet Poesponegoro. 1984.
Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka.
Kuntowijoyo. 1999. Pengantar Ilmu Sejarah (edisi ke-tiga).
Yogyakarta: Yayasan Banteng Budaya.
Samuel Pardede (ed). 1990. 70 Tahun Dr. T.B. Simatupang:
Saya Adalah Orang Yang Berhutang. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.[]