Buku Narasi Ladang Sawit |
arifsae.com - Menjadi seorang guru memang punya beban berat. Dalam
mengajar, kita tidak bisa memilih seperti apa anak yang akan menjadi murid
kita. Menjadi seorang guru, kadang juga tidak bisa menentukan dimana tempat
kita mengajar. Tapi apapun kondisinya, penulis percaya, bahwa seorang guru akan
mulia kalau dia berkarya. Kepercayaan itulah yang akhirnya menghasilkan sebuah
kumpulan cerpen sederhana dari seluruh Guru Tahap 8 Distrik Sandakan.
Kesamaan dan kedekatan dari pribadi guru-guru inilah yang
akhirnya melahirkan buku ini. Buku “Narasi Ladang Sawit” ini merupakan kumpulan
cerita nyata dari masing-masing guru ditempat tugasnya. Keunikan tempat
mengajar menjadi kepingan-kepingan kisah menarik yang disatukan.
Rasa syukur selalu penulis curahkan kepada kehadirat Allah SWT
atas terbitnya buku ini. Berbagai rintangan dan kesibukan masing-masih guru tak
menghalangi semangat untuk menghimpun berbagai kisah ini. Kisah pertama ditulis
oleh Arif Saefudin, dengan judul “Hujan Terusan”. Dalam kisahnya, sang penulis
menghadapi sebuah problem dengan masalah pembubaran sekolah dan kepindahan
salah satu muridnya. Kisah ini mengajak kita untuk merenungi semua makna,
termasuk ketika hujan yang sering sekali turun di distrik Sandakan ini.
Cerpen kedua ditulis oleh Akmal Husada, yang berjudul “Baju
Lusuh dan Batu Jalan.” Dalam judulnya, penulis menggambarkan terjalnya
kehidupan ditengah Ladang. Keprihatinan pendidikan dan kerasnya realita
mengajar di Sandakan menjadi moment konfilk dalam cerita ini. Kita akan melihat
realita kehidupan dari guru yang baru datang sehingga kaget dengan pola hidup
yang tak biasa ditempat tugasnya.
Mendedah pada cerita yang berjudul, “Lautan Rasa.” karya
dari Evo Mardila. Perasaan campur aduk ketika seorang murid nakal, atau ketika
ditinggal seorang murid untuk pindah sekolah, yang justru kepindahaanya tak
memberikan kejelasan masa depan pendidikannya. Itulah lautan rasa yang
bergejolak dalam diri penulis cerpen ini. Rasa yang tak biasa dirasakan dengan
berbagai situasi dan kondisi dalam kelas. Sang penulis memainkan konflik batin
yang menguras air mata.
Karya kisah-kisah diladang sawit ini jelas terlihat dari
tulisan Febriana DML yang berjudul, “Serpih Kisah di Sabah”. Penulis mengajak
untuk melihat kejutan-kejutan yang terjadi disekitar ketika dia pertama kali
datang. Lucunya mengajar dan tingkah polah anak-anak ketika melihat dunia luar
menjadi nilai khas dalam kisah ini. Sisi lain pun ditampilkan, banyak kisah
miris yang menggambarkan kerasnya hidup di tengah-tengah kehidupan ladang
Sawit.
Nur Kholis Majid, memberikan warna tersendiri dalam kisah
ini. Dia memberikan judulnya, “Anak Sapi.”
Kisah ini juga menuangkan berbagai problematika pendidikan dalam ladang,
anak-anak yang selalu membuat terkaget-kaget hingga kisah kesehariannya. Sang
penulis mencoba mengajak kita untuk selain serius juga harus santai. Maka dari
itu, kisah ini menyelipkan beberapa humor yang tak dimiliki oleh kisah-kisah
lainnya.
Kemudian menyimak tulisan “Seikat Senyum Mereka” karya Panca
Buana Putera. Kisah ini mengangkat keheranan penulis kepada anak-anak yang sama
sekali tak mengenal bangsanya. Mereka sudah terlanjut lahir dan tumbuh besar di
Sabah. Cita-cita mereka tak terlalu tinggi, karena kehidupan mereka yang
membatasi cita-cita ketika besar nanti. Namun, sang penulis mengajak para
anak-anak didiknya untuk selalu optimis dan menenamkan semangat untuk mengenal
bangsa dan negara aslinya, Indonesia.
Horor mungkin merupakan kesan pertama ketika membaca tulisan
dari Radin dengan judul, “Duka Pendatang Haram”. Penulis terpaksa mengalami hal
yang horor disaat baru datang ditempat kerja barunya. Sang penulis menuturkan
tentang kematian seorang pendatang “haram” yang tak mempunyai dokumen apapun,
sehingga company tak mau ambil pusing dengan kematian itu. Dalam kisahnya,
penulis mencari solusi dalam permasalah yang dihadapi oleh keluarga yang
ditinggalkan karena kematian pendatang haram itu.
Sebagian kisah dalam antologi ini pintar memainkan rasa,
mengajak kita untuk larut dalam kisah nyata, seperti kisah yang ditulis oleh
Siti Aji Pangesti, yang membuat tulisan berjudul, “Hadiah Spesial”. Hadiah
spesial yang diberikan setiap paginya, ketika melihat senyuman dan perjuangan.
Hingga hadiah spesial itupun hilang ditelan oleh kebijakan pejabat ladang. Sang
penulis mengajak kita merenungi rasa syukur ketika mendapatkan sesuatu, sekecil
apapun dan dalam kondisi apapun.
Kisah terakhir ditulis oleh Yaniri Roh Mulyadi dengan judul
“Prahara Zoster”. Berbeda dengan kawan-kawan yang lain, sang penulis menghadapi
penyakit yang menggerogoti tubuhnya. Konflik dengan pengurus ladang juga
terjadi disini, na’asnya, penulis mengalami konflik dengan ladang ketika
penyakit itu datang. Kisah ini juga menggambarkan kesehatan itu penting, dan
harus dihargai.
Antologi karya guru-guru tahap 8 distrik Sandakan ini akan
memberikan pengalaman baru bagi para pembaca. Karena dalam buku ini terkumpul
beragam emosi, situasi dan kondisi yang menggambarkan kerasnya kehidupan di
ladang. Melacak jejak serpih kisah yang ditinggalkan dengan rasa sedih, senang
bahkan parno tertuang dalam setiap lembar-lembarannya.
Akhirnya, penulis menyadari tulisan ini mempunyai banyak
kekurangan, kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Kepada Allah SWT lah selalu
penulis berserah diri dan memohon kelancaran dalam mengamalkan ilmu ditengah
ladang Sawit Sandakan, Sabah-Malaysia.
Kata Sambutan oleh Prof. Dr. Ir. H. Ari Purbayanto, M.Sc.
Kata Sambutan oleh Prof. Dr. Ir. H. Ari Purbayanto, M.Sc.
Judul Buku : Narasi Ladang Sawit || Penulis : Arif Saefudin, dkk || Penerbit : Leutikaprio || Terbit : Cet 1 Juni 2018 || Tebal Halaman : xiv + 158 hlm
Sabah, Malaysia, 9
Mei 2018
Penulis,