arifsae.com - Bukti pertama kehidupan di Sabah ditandai dengan
ditemukannya peralatan batu dan sisa makanan dari ekskavasi di sepanjang wilayah
Teluk Darvel di Gua Madai-Baturong, dekat dengan Sungai Tingkayu. Penemuan batu
ini diperkirakan berasal dari 20.000-30.000 tahun yang lalu.
Bagian Muzeum Sabah (dok. Pribadi) |
Pada tahun 2003, di Lembah Mansuli di Distrik Lahad Datu
juga ditemukan beberapa peninggalan arkeologi yang menggambarkan Sabah pada
235.000 tahun yang lalu. Selain itu, bukti lainnya juga ditemukan di Bukit
Tengkorak, Semporna yang terkenal karena menjadi tempat pembuatan tembikar
terbesar di Asia Tenggara pada zaman Neolitikum.
Penduduk asli wilayah Sabah diduga dari orang Aborigin Australia, yang
kemudian, menurut S.G Tan dan T.R Williams, suku asli ini yang menjadi cikal
bakal penduduk tempatan saat ini, seperti orang Kadazan-Dusun, Murut, Sungai,
dan lainnya. Penduduk ini diyakini berasal dari Tiongkok Selatan dan Vietnam
Utara, serta wilayah Sarawak yang berasal dari wilayah Kalimantan.
Dari Brunei Ke Sulu
Pada abad ke-6, Jalur Kalimanan Utara sudah ramai dilewati
dan dikunjungi oleh pedagang Tiongkok. Jalur ini menjadi pusat transit karena
posisinya dijalur perdagangan antara Tiongkok dan Nusantara. Abad ke-7 wilayah
ini menjadi vassal dari Kerajaan Sriwijaya dan menjadi rumah bagi komunitas
bernama Vijayapura. Beberapa ahli percaya kalau komunitas Vijayapura
inilah yang menjadi leluhur orang Brunei.
Abad ke-14, Kasultanan Brunei berdiri. Sabah belum menjadi
wilayah dari kerajaan itu. Baru pada abad ke-15, Sultan Bolkiah melakukan
ekspansi besar-besaran hingga ke Banjarmasin Selatan. Dalam eskpansi itu, Sabah
masuk menjadi bagian Kasultanan Brunei. Pada abad ke-16, Brunei merupakan salah
satu kerajaan besar yang meliputi wilayah dari Kalimantan Utara hingga ke
Filipina.
Dalam perjalannnya, dominasi Kasultanan Brunei terganggu
dengan kehadiran Kasultanan Sulu di Mindanao, Filipina. Namun dengan berbagai kesepakatan, pada abad ke-17,
Kasultanan Sulu ikut membantu mengatasi masalah internal dari Kasultanan Brunei. Menurut Graham Saundres, Brunei memberikan beberapa wilayahnya ke Kasultanan
Sulu untuk menjadi kompensasi karena telah membantu mengatasi konfllik itu. Wilayah yang diberikan itu adalah sebagian Sabah.
Kasultanan Sulu tidak lama menguasai wilayah Sabah ini,
karena dengan kedatangan bangasa Spanyol, wilayah ini berganti pemilik.
Kemudian perganti lagi ketika Inggris datang dan mendirikan Kongsi Dagang
Inggris (EIC). Kejadian ini resmi dilakukan setlah Alexander Dalrymple,
menandatangani perjanjian kontrak dengan Kasultanan Sulu.
British North Borneo Company (sebelumnya British North
Borneo Provisional Associaion Ltd.) mendirikan kantornya dengan ibu kota di
Kudat. Pada tahun 1885, ketika Protokol Madrid ditandatangani oleh Inggris,
Spanyol dan Jerman yang mengakui kedaulatan Kasultanan Sulu sebagai wilayah
kedaulatan Spanyol sebagai ganti atas klaimnya terhadap Kalimanan Utara. Pada
perjalnjian itu, Sabah tetap menjadi wilayah jajahan Inggris.
Bergabung ke Federasi Malaysia
Gejolak dunia terjadi, Jepang melakukan ekspansi dengan
mengambil alih wilayah-wilayah sekutu, termasuk Kalimantan Utara. Namun pada
akhir perang dunia II, wilayah yang sudah direbut Jepang dikembalikan
kepada pemilik-pemilik sebelumnya. Sabah, Sarawak dan Brunei menjadi wilayah
jajahan Inggris lagi.
Konflik muncul lagi pada era-1960. Ketika itu, tiga negara
(Brunei, Filipina dan Federasi Malaya) mengklaim wilayah Sabah. Mereka
sama-sama mengklaim berhak atas wilayah itu. Brunei mengklaim kalau Sabah
adalah wilayah kekuasaanya, Filipina berkeyakinan Sabah bagian dari wilayahnya
karena sebelumnya merupakan milik sah Kesultanan Sulu yang disewakan kepada
perusahaan Inggris dan Federasi Malaya mengklaim Sabah karena Inggris
adalah pemilik sah Sabah.
Federasi Malaya ingin menggabungkan wilayah Brunei, Sabah
dan Sarawak kedalam Federasi Malaysia yang didukung penuh oleh Inggris. Konflik
antara Brunei-Filipina berhasil diselesaikan pada 1962. Sedangkan antara
Filipina dan Malaya berjalan rumit. Akhirnya pada tanggal 31 Juli 1963, dengan
ditangatanganinya Manila Agreement, konflik itu sedikit mereda.
Indonesia ikut terlibat dalam konfilk antar kedua negara
ini. Presiden Sukarno lebih mendukung perjuangan Filipina, karena menurutnya
pembentukan Federasi Malaysia merupakan bentuk Neo-Kolonialisme dari Inggris. Perjanjian itu
berisi tentang kesepakatan referendum bagi rakyat Sabah dan Sarawak. Referendum
ini ditujukan untuk mengetahui keinginan rakyat Sabah dan Sarawak, apakah mau ikut
bergabung dengan pembentukan Federasi Malaysia atau tidak.
Konflik yang lebih rumit terjadi antara Brunei dan Malaya.
Masing-masing pihak bersikukuh terhadap pendiriannya. Namun sebuah penyerangan
bersenjata (oleh rakyat Brunei terhadap pos-pos keamanan Inggris di hampir
seluruh Kalimantan Utara) pada 8 Desember 1962 membuat posisi politik Brunei
runtuh. Inggris kembali menggenggam Brunei dan Sabah sebagai protektoratnya.
Yang tersisa tinggal Malaya. Gerbang kelancaran proyek Malaysia pun kian
menganga.
Puncaknya, ketika tim pencari fakta dari PBB (yang
menjalankan amanat Manila Agreement, dibantu wakil-wakil Indonesia dan
Filipina) sedang bekerja, PM Malaya, Tunku Abdul Rahman mengumumkan proklamasi
Federasi Malaysia pada 16 September 1963. Peristiwa inilah yang menakibatkan
Presiden Sukarno melancarkan “Konfrontasi” dengan slogan Ganyang Malaysia-nya.
Presiden Sukarno menganggap, “ini adalah penggabungan
wilayah yang dipaksakan”, sehingga meminta Sekjen PBB, U Than untuk meninjau
ulang. Meski beberapa konfilk terus terjadi, terutama dengan Indonesia dan
Filipina, secara formal wilayah Sabah dan Sarawak tetap menjadi bagian Federasi Malaysia
sejak diproklamasikan, 16 September 1963 hingga saat ini.[]
Sumber Tulisan:
www.historia.id
www.urangsabah.com
www.wikipedia.org