arifsae.com - Pagi-pagi Pak Majid sudah bersiap diri untuk mengajar ke Humana Andum. Saya jadi sendiri, mau menunggu Pak Majid pulang atau saya yang akan pulang. Setelah dipikir-pikir mau pulang atau tidak, akhirnya saya memutuskan untuk pulang ke Terusan.
Daripada pulang siang, yang jelas cuaca panas menyengat. Mending pagi sekalian, sekalian menikmati jalanan lengang dan udara pagi yang masih suci. Saya siap-siap, sekaligus mengantarkan Pak Majid ke Humana. Mungkin kalau tidak ada motor, biasanya dia jalan kaki atau ikut mobil Cikgu sebelah rumahnya.
Perjalanan yang jauh sudah menjadi hal biasa. Benar saja, udara pagi masih bersih. Dan jalanan masih sepi. Perjalanan panjang yang harus ditempuh sekitar 1,5 jam. Sampai dirumah pekerjaan menanti. Salah satunya menyelesaikan naskah buku dan menambah penulisan blog.
Selebihnya, keadaan badan yang lelah menuntut untuk mendapatkan haknya beristirahat. Mau makan juga tidak bisa, karena gas masih habis dan belum ada yang membelikan gas. Saya sudah menyuruh Fikar untuk membelikan gas, tapi mungkin nanti sore. Artinya saya harus tidak makan. Setidaknya tidak makan untuk sampai dibelikan gas.
Sore harinya masih menyelesaikan rutinitas yang masih menjadi kewajiban yang harus diselesaikan. Membuat puisi yang menjadi rencana untuk mereka membuat buku antologi dikemudian harinya. Semoga saja semangat ini terus berkobar untuk membuat buku ini terselesaikan dengan baik.
Akhirnya, malam hari Fikar datang dengan Tong Gas yang sudah dinanti-nanti. Kasihan juga dia, lumayan jauh. Dia sendiri yang mengantarkan keatas dengan motor. Langsung saja saya olah masakan, setidaknya masak sarden menjadi alternatif. Minimal untuk mengganjal perut kosong ini.[]
Daripada pulang siang, yang jelas cuaca panas menyengat. Mending pagi sekalian, sekalian menikmati jalanan lengang dan udara pagi yang masih suci. Saya siap-siap, sekaligus mengantarkan Pak Majid ke Humana. Mungkin kalau tidak ada motor, biasanya dia jalan kaki atau ikut mobil Cikgu sebelah rumahnya.
Jalan Andum |
Selebihnya, keadaan badan yang lelah menuntut untuk mendapatkan haknya beristirahat. Mau makan juga tidak bisa, karena gas masih habis dan belum ada yang membelikan gas. Saya sudah menyuruh Fikar untuk membelikan gas, tapi mungkin nanti sore. Artinya saya harus tidak makan. Setidaknya tidak makan untuk sampai dibelikan gas.
Simpang Andum |
Akhirnya, malam hari Fikar datang dengan Tong Gas yang sudah dinanti-nanti. Kasihan juga dia, lumayan jauh. Dia sendiri yang mengantarkan keatas dengan motor. Langsung saja saya olah masakan, setidaknya masak sarden menjadi alternatif. Minimal untuk mengganjal perut kosong ini.[]
Lanjut Hari Ke-169 DISINI.