KH Asa'ad Hamam |
arifsae.com - Pernah membaca Iqro? Mungkin sebagian besar jawabanya iya. Tentunya bagi yang musilim. Biasanya ketika kecil, kita diajarkan Baca Tulis Al-Quran, disitu kita berpedoman pada sebuah buku kecil panduan yang terdiri dari Iqro 1 sampai 6. Jika kita sudah menyelesaikan sampai ke 6, artinya kita sudah bisa dikatakan bisa membaca Al-Quran.
Nah, buku itulah yang membuat kita bisa membaca Al-Quran dengan baik. Pertanyaanya? tahukan siapa pengarangnya? Bila kita melihat sampul belakangnya, maka akan ada gambar sosok laki-laki sepuh berpeci dan berdasi. Beliaulah pengarangnya. Siapa dia? namanya adalah KH As'ad Human. Lahir pada tahun 1933 di Yogyakarta. Sejak remaja, beliau mengalami cacat fisik lantaran terkena penyakit pengapuran tulang belakang.
Beliau berasal dari keluarga alim, lingkungan yang mendukung
untuk mengembangkan dirinya sebagai ulama dengan tokoh-tokoh didekatnya
juga
dari kalangan ulama. Meski tak mendapatkan pendidikan secara formal, mempunyai
kekurangan
fisik, serta tidak begitu didukung Muhammadiyah sebagai lembaga yang awalnya ia bernaung, namun berkat ketekunan dan semangat autodidak
yang tinggi telah
membawanya sukses,
baik dalam hal dakwah
maupun
ekonomi.
Keberhasilan ekonominya selalu digunakan sebagai pilar
dakwah dalam penyebaran pengajaran membaca
Al Quran, dan
keberhasilan dakwahnya juga telah membawa jalan bagi keberhasilan
ekonomi diri dan keluarganya. Beliau juga merupakan sosok lokal yang
dengan kearifannya
mampu
menjadikan ide dan gagasannya diterima oleh banyak
kalangan, terutama
dengan
metode Iqro-nya.
Mengapa beliau membuat metode Iqro? ada beberapa faktor yang membuat KH As'ad Humam yang datang dari eksternal, yaitu diberbagai daerah terutama Yogyakarta ada fenomena yang memperihatinkan dikalangan umat Islam, yaitu (a) meningkatnya prosentase generasi muda Islam yang
tak mampu membaca Al Quran serta indikasi
bahawa generasi muda Islam umumnya semakin menjauhi Al Quran. (b)
dirasakan bahwa lembaga pengajian Al-Quran yang ada, baik berupa pendidikan agama di sekolah, pengajian anak-anak di masjid-
masjid dan sebagainya tidak lagi mampu
mengatasi semakin membengkaknya angka buta huruf Al
Quran. (c) metode pengajaran membaca Al Quran yang selama ini diterapkan di Indonesia, khususnya metode Juz Amma atau Al Qowaidul Baghdadiyah tak lagi mampu
menjawab tantangan
zaman
tersebut.
Dari faktor-faktor tersebut, muncullah gagasan
untuk menyusun
dan
menyebarkan
dan terus menerus mencari sistem dan metode baru
pengajaran Al Quran yang
lebih cepat dan lebih praktis, sehingga
muncullah gagasan
TKA-TPA, serta
kemudian penggunaan
metode metode Qiroati yang kemudian secara
terus
menerus dikembangkan dan kemudian diusulkan untuk perubahannya
kepada
penyusun Qiroati, KH
Dahlan Salim Zarkasyi dari Semarang. Namun gagasan tersebut ditolak bahkan berujung
pada hubungan yang
tidak baik diantara keduanya, dan
pada akhirnya muncullah
gagasan untuk menyusun sendiri dengan
pengembangan penggunaan cara cepat belajar membaca Al-Qur’an melalui metode Iqro.
Pengembangan penggunaan cara
cepat belajar membaca
Al-Qur’an dengan metode Iqro yang disusun oleh KH As’ad Humam ini pada awalnya hanya perantaraan dari mulut ke mulut atau getok tular, kemudian
dengan ketekunan mampu dikembangkan secara luas dan diterima baik oleh masyarakat di Indonesia bahkan di dunia internasional, dengan dibantu aktivis yang
tergabung
dalam Team Tadrus
AMM Yogyakarta.
Selain itu juga
pengembangan jaringan dan kerjasama dengan berbagai pihak menjadikan
sistem TKA-TPA
mampu berkembang, bahkan digunakan oleh lembaga-lembaga
lain
dalam mensukseskan program mereka. Juga yang tak kalah pentingnya adalah senantiasa melakukan inovasi dalam mengembangkan dan menyebar luaskan sistem TKA-TPA dengan metode Iqro.
Berkat diketemukannya metode Iqro ini, kemudian dibarengi dengan munculnya gerakan TK Al Quran, akhirnya seluruh tanah air Indonesia telah mengalami gairah baru dalam mempelajari membaca Al Quran.
Demikian pula lembaga baru lainnya
yang muncul mengiringinya seperti Taman Pendidikan Al Quran (TPA), TKAL,
TPAL, TQA, Majelis Pengajian
Al Quran, BKB
Iqro,
Kursus
Tartil, dan lain sebagainya dengan aneka
nama, namun memakai metode
Iqro.
Kesemuanya itu ternyata mampu
menggairahkan kembali umat Islam
untuk mempelajari Al Quran.
Bahkan dari data yang ada pada Balai Penelitan dan Pengembangan (Balitbang) Lembaga
Pengajaran
Tartil Quran (LPTQ)
Nasional di Yogyakarta, tercatat pada tahun 1995 diseluruh
Indonesia kurang lebih telah tumbuh unit-unit TKA-TPA sebanyak 30.000 unit dengan santri mencapai 6 juta anak (Balitbang LPTQ
Nasional, 1995 lihat lampiran 21 halaman 169), dan telah mampu menurunkan angka
buta huruf Al Quran menurut penelitian Departemen Agama Pusat sebanyak 10 % penduduk muslim, yaitu 90 % pada tahun 1990 menjadi 80 % ditahun 2001. Tak hanya didalam negeri, buku Iqro ini juga sudah dipakai di luar negeri
seperti negeri Jiran Malaysia, Singapura, Bruney Darussalam, Arab Saudi, bahkan Amerika.
KH Asa'ad Humam meninggal pada bulan Februari tahun 1996 pada usianya yang ke 63. Jenazahnya disholatkan di masjid Baiturahman Seokraman Kota Gede Yogyakarta. Hingga saat ini, pemikiran beliau akan selalu diingat sepanjang masa oleh generasi saat ini lewat buku IQRA.[]
Tulisan ini diambil dari beberapa bagian tulisan Heni Purwanto, Guru Sejarah SMA Negeri 1 Sigaluh.