Guru Tahap 8 |
Tidak mudah memang, karena semua hal membutuhkan pengorbanan bahkan terkadang harus memilih salah satu diantara dua hal yang sama-sama kita sayangi. Terlabih lagi, pilihan itu tak jarang menguras air mata. "Tapi itulah kehidupan, itulah kenyataan", begitulah aku menguatkan diriku sendiri.
Kenyataan inilah yang akan mengantarkan saya ke negeri Malaysia. Tepat tanggal 7 Agustus 2017, saya harus berkorban untuk sementara meninggalkan keluarga tercinta dan juga elepaskan sekolah yang sudah 4 tahun menjadi tempat menumpahkan segara rasa.
Keluarga sangat berat melepasku, mereka bersama mengantarkan aku ke Stasiun Purwokerto. Tempat dimana untuk pertama memulai perjalanan panjang ini. Dijalan, aku memangku anakku, memeluknya, erat. Aku tak tahu, apakah anakku sudah tahu arti sebuah perpisahan selama minimal 1 tahun, yang aku lihat dia sama sekali tak memamerkan kesedihan apalagi meneteskan air mata.
Keceriaan selalu diperlihatkannya, tak ada raut kesedihan sedikitpun. Sesekali aku mengecup rambutnya, menikmati kasih sayang yang sebentar lagi tak bisa ku berikan. Ah, tapi itulah konsekuensi dari pilihanku ini. Aku tak mau memperlihatkan lukisan kesedihan. Itu akan membuat keluargaku yang ditinggalkan akan lebih tersiksa.
Saya sampai di Stasiun Purwokerto sekitar pukul 08.30. Keberangkatan kereta tertera ditiket jam 09.10. Sawung Galih menjadi pilihanku untuk mengantarkanku ke Jakarta. Masih ada waktu untuk mengobrol bersama keluarga. Semua ku manfaatkan baik-baik.
Rasanya ingin detik itu terhenti, tak bergerak. "Tapi itu jelas tak bisa", itulah hukum alam, tak ada yang mampu menghentikan laju waktu. Sebelum berangkat, setidaknya ku minta doa restu orang tua, terutama istri dan anakku.
Mungkin, inilah puncak rasa haru itu. Kalau aku tak malu, akan ku keluarkan semua tetesan air mata ini. Tapi, tidak! Itu akan menjadi beban sendiri untuk mereka. Aku kuat. Tak akan ku perlihatkan itu pada mereka.
Akhinrya perpisahan itu pun datang juga. Kereta yang kutumpaki melaju dengan nyaman. Aku kadang pandangi jendela, melihat jejeran pohon dan hamparan sawah yang seolah tersenyum ramah padaku, dengan memantapkan diri, "semoga mereka semua sehat dalam lindungan Allah, dan aku pasti kembali".
Perjalanan itu kulalui dengan lamunan, angan, dan harapan. Aku tak tahu, apa yang akan terjadi esok, hanya pasrah dan tawaqal menjadi modal utamaku. Setelah sampai di Stasiun Pasar Senen tepat pukul 14.10 menit, saya menuju kehotel Golden Boutique Hotel yang ada di Jakarta Pusat.
Setelah sampai di hotel, aku langsung bergegas menemui panitia. Dan ternyata, acara sudah mulai, meski belum terlalu resmi.
"Maafkan aku panitia, meski tahu acara chek in dimulai jam 10.00-12.00, tapi aku memilih kereta yang jadwalnya tak tepat dengan jadwal itu", Ucapku dalam hati. Iya, kemampuanku untuk mengulur waktu selama mungkin bersama keluarga menjadi alasan utama.
Dan, setelah menyelesaikan pekerjaan administrasi, saya akhirnya mengikuti acara yang sudah dimulai dari tadi. Acara ini sebenarnya lebih bersifat informasi umum yang disampaikan oleh Bu Tina. Salah satunya informasi kalau acara pengukuhan akan dilakukan Bada Sholat Isya. Acara resmi dan inti dari semua kegiatan sebelum diberangkatkan. Tapi sebelumnya kami melakukan gladi resik dulu.
"Maafkan aku panitia, meski tahu acara chek in dimulai jam 10.00-12.00, tapi aku memilih kereta yang jadwalnya tak tepat dengan jadwal itu", Ucapku dalam hati. Iya, kemampuanku untuk mengulur waktu selama mungkin bersama keluarga menjadi alasan utama.
Dan, setelah menyelesaikan pekerjaan administrasi, saya akhirnya mengikuti acara yang sudah dimulai dari tadi. Acara ini sebenarnya lebih bersifat informasi umum yang disampaikan oleh Bu Tina. Salah satunya informasi kalau acara pengukuhan akan dilakukan Bada Sholat Isya. Acara resmi dan inti dari semua kegiatan sebelum diberangkatkan. Tapi sebelumnya kami melakukan gladi resik dulu.
Saya bersiap diri untuk memulai, karena tak dapat kamar, saya mengungsi dulu dikamar teman saya, Pak Hendro dan Pak Nur Huda, seorang teman asik untuk mengolah rasa tawa. Selang waktu istirahat, kami sempat ingin menukar uang untuk kelancaran hidup di Malaysia nanti. Tapi memang belum rejeki, setelah berjalan ternyata tempat pertukaran ke Rupiah sudah tutup.
Akhirnya, kami kembali ke hotel. Dan mempersiapkan segala sesuatu untuk pengukuhan nanti yang akan dilakukan oleh Dirjen GTK, pak Sumaryana. Agenda yang sebelumnya direncanakan pukul 18.30, sedikit mulur. Biasa kan?
Tiba saatnya upacara sakral akan terlaksana. Segala atribut disiapkan, dan ada juga beberapa teman yang ditemani keluarga untuk menyaksikan momen itu. Ingin rasanya keluargaku berada ditempat pengukuhan ini, tapi perjalanan yang membutuhkan waktu 12 jam kendaraan mobil menjadi alasan untuk mencegah mereka menyaksikan itu. Tak apa mereka tak ada, doa dari keluarga menjadi senjata paling berharga. Dan itu cukup bagiku.
Pengukukuhan itu dilakukan secara khidmat, rasa haru menyelimuti hati ini sepanjang acara berlangsung. Pukul 21.00 lebih acara ini dilakukan. Sebelum selesai, tidak lupa untuk berfoto bersama.
Keberangkatan yang akan dijadwalkan pukul 01.00 dinihari ini membuat ragu untuk memejamkan mata. Apakah mau tidur, atau tetap terjaga saja?[]
Lanjut Hari Ke-2 DiSINI.