Usman Dan Harun (dok Pribadi) |
arifsae.com - Kali ini saya akan membahas tentang dua sosok pahlawan Dwikora. Sosok itu adalah Usman Janatin dan Harun Tohir. Kedua tokoh ini rela mengorbankan nyawanya demi membela harkat dan martabat ketika terjadi Konfrontasi dengan Malaysia. Tulisan ini terbagi kedalam 3 bagian. ini merupakan bagian pertama, bagian kedua bisa dilihat DISINI. Selamat membaca.
***
Pada kurun waktu antara 1963 hingga 1966, Indonesia dipandang sebagai salah satu kekuata yang cukup diperhitungkan di Asia Tenggara, utamanya setelah berhasil “mengusir” kolonialisme Belanda dari Irian Barat, satu-satunya wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang masih diduduki oleh Belanda pasca pengakuan kedaulatan 1949. Periode ini juga dikenal sebagai masa konfrontasi Indonesia-Malaysia, yang oleh beberapa sejarawan militer disebut The Underclared War (Perang yang tak Dideklarasikan).
***
Pada kurun waktu antara 1963 hingga 1966, Indonesia dipandang sebagai salah satu kekuata yang cukup diperhitungkan di Asia Tenggara, utamanya setelah berhasil “mengusir” kolonialisme Belanda dari Irian Barat, satu-satunya wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang masih diduduki oleh Belanda pasca pengakuan kedaulatan 1949. Periode ini juga dikenal sebagai masa konfrontasi Indonesia-Malaysia, yang oleh beberapa sejarawan militer disebut The Underclared War (Perang yang tak Dideklarasikan).
Konfrontasi antara Indonesia dengan Federasi
Malaysia berawal dari politik dekolonisasi Kerajaan Inggris atas negara-negara
jajahannya di Asia Tenggara. Kebijakan tersebut dipandang sebgai bentuk
“kolonialisme baru” dan ancaman bagi kedaulatan negara Republik Indonesia,
Sehingga dikumandangkannya Dwi Komando Rakyat (Dwikora). Pada masa konfrontasi
ini, militer Inggris menemui lawannya yang seimbang yaitu Indonesia, bahkan
pasukan khusus dari kedua pihak saling menguji kemampuannya. Kiprah dan
kemampuan inflitrasi dari kesatuan-kesatuan elit Indonesia saat itu, termasuk
KKL AL, menjadi faktor yang diperhitungkan oleh pimpinan militer salah satu
negara adidaya dan pemenang Perang Dunia Dua, Kerajaan Inggris.
Pada masa konfrontasi tersebut, dua orang anggota
kesatuan elit Angkatan Laut RI (ALRI) Korps Komando AL (KKO-AL), yaitu Usman
dan Harun berhasil melaksanakan misi infiltrasi ke wilayah Singapura, salah
satu jajahan Inggris dan bagian dari Federasi Malaysia. Namun keduannya
tertangkap setelah berhasil melaksanakan tugas sabotase dan dijatuhi hukuman
gantung. Usman dan Harun kemudian dinyatakan sebagai Pahlawan nasional dan
pengangkatannya dinaikan satu tingkat lebih tinggi serta dianugrahi Bintang
Sakti oleh pemrintah RI. Saat ini, nama Sersan Dua KKO (anumerta) Usman dan
Kopral KKO (anumerta) Harun diabadikan sebagai nama salah satu dari kapal
perang terbaru TNI Angkaran laut jenis multirole light frigate (MRLF) buatan
BAE Systems Surface Ships, Inggris.
Siapa Usman dan harun?
Usman memiliki nama asli Djanatin (Janatin) yang
dilahirkan di Dusun Tawangsari, Desa Jatisaba, Kabupaten Purbalingga, pada hari
Minggu Kliwon tanggal 18 Maret 1943 pukul 10.00. Janatin merupakan putra ke-8
dari sembilan orang anak pasangan Haji Mumammad Ali dan Rukiyah. Janatin
dibesarkan dilingkungan petani pedesaan yang religius, sementara Harun bernama
asli Tohir dilahirkan tanggal 4 April 1943 di Pulau Bawean, sebuah pulau kecil
yang berjarak 15 km arah utara kota Surabya. Tohir dibesarkan dilingkungan
masyarakat maritim dan sejak kecil kerap berlayar dengan kapal nelayan atau
kapal dagang keberbagai daerah, bahkan keluar negara.
Ketika melaksankan tugas ke Singapura dalam rangka
Dwikora, janatin berganti nama menjadi Usman bin Haji Muhammad Ali dan Tohir
menjadi Harun bin Said, guna mengelabui petugas keamanan Singapura.
Menjadi Prajurit KKO AL
Pada tanggal 19 Desember 1961 Presiden RI Sukarno
mengumandangkan Tri Komando Rakyat (Trikora) di alun-alun kota Yogyakarta,
sebagai bentuk konfrontasi total dengan Belanda guna memperjuangkan kembalinya
Irian Barat (sekarang, Papua) ke pangkuan NKRI. Sejalan dengan kampanye
pembebasan Irian Barat tersebut, dilakuan mobilisasi besar-besaran. Guna
meningkatkan kekuatan militer, Indonesia memborong sejumlah besar berasal dari
Uni Soviet. Pemuda Janatin yang saat itu duduk dibangku kelas tiga kuartal
terakhir SMP Budi Bhakti, Purbalingga, dengan semangat tinggi mendaftarkan
dirinya sebagai calon Tamtama KKO AL. Salah satu faktor yang memotivasi Janatin
adalah kakaknya yang telah menjadi prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Janatin mendaftarkan diri ke pendidikan Sekolah
Calon Tamtama KKO AL (secatmoko) di Malang pada tahun 1962. Pendidikan yang
diikutinya terdiri dari beberapa jenjang. Pendidikan dasar militer dilaksankan
di Gunung Sari. Pendidikan di Sacatamko dilaksanakan selama enam bulan. Janatin
tergabung dalam rombongan siswa angkatan kesepuluh. Di sini, Janatin memperoleh
pendidikan dan pelatihan operasi amfibi serta peperangan hutan. Dua jenis
pendidikan ini merupakan kekhususan bagi setiap anggota KKO. Pendidikan opoerai
amfibi dilaksanakan di Pusat Latihan Pasukan Pendarat di Semampir. Puncak dari
latihan dilakukan di Purboyo, Malang, dalam bentuk Suroyodo. Setelah dinyatakan
lulus, pendidikan tanggal 1 Juni 1962, Janatin mendapatkan pangkat Prajurit III
KKO. Semua latihan ini berhasil membentuk Janatin sebagai prajutir KKO AL yang
militan dan memiliki disiplin yang kuat.
Niat Janatin untuk mengusir Belanda dari Irian
Barat urung terlaksana, karena tercapai kesepakatan damai antara Indonesia
dengan Belanda pasca persetujuan New York tanggal 15 Agustus 1962. Persetujuan
New York mengakhir perseteruan Indonesia-Belanda dan Irian Barat dinyatakan
kembali ke Pangkuan NKRI melalui perantara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Pada tanggal 20 Agustus 1962, Janatin dipindahkan dari Pusat Pendidikan Tamtama
Komando KKO AL (PPTAKO KKO) ke Batalyon III KKO AL yang dikomandani Mayor KKO
Abdul Muis. Selama bertugas di Irian Barat, Janatin turut melaksankan tugas
Operasi Sadar dalam rangka operasi teritorial dan pemulihan situasi keamanan.
Selesai melaksanakan tugas di Irian Barat, Janatin ditarik kembali ke
kesatuannya di Surabaya.
Meskipun tugas di Irian Barat telah selesai, namun
tugas negara yang lain telah menanti Janatin dan prajurit-prajurit KKO AL
lainnya, yaitu Operasi Dwikora. Komando Dwikora dikumandangkan oleh Presiden
Sukarno sebagai bentuk konfrontasi terhadap pembentukan Federasi Malaysia yang
disebutnya bagian dari proyek neokolonialisme Inggris.
Sumber dari Info Historia Buletin Sejarah TNI AL dan Kemaritiman. Bersambung..DISINI.