Sumber Gambar |
Suatu ketika, ketika
bom-bom berjatuhan di Benteng Vredenburg di halaman Istana Presiden Yogjakarta.
Orang-orang berlari ketakutan, cemas, panik, namun sesosok orang justru dengan
tengan masuk kedalam kamar, dan makan nasi. Dialah Sutan Sjahrir. Disaat republik
ini menghadapi berbagai cobaan yang paling rawan, Sjahrir hadir sebagai Perdana
Menteri dan pemikir yang paling vital mendampingi Sukarno-Hatta kala itu.
Kalau diibaratkan, Suakrno
menyalakan energi mesin disel yang dahsyat, penggerak bahtera yang sedang
terancam, maka Sjahrir merupakan nahkoda yang berfikir dingin, tokoh bersih
dari noda kolaborasi Jepan dan revolusioner, begitulah istilah yang digunakan
oleh YB Mangunwijaya. Sjahrir sangat dihormati para pemuda pada zaman Jepang,
dengan aksi bawah tanahnya berhasil menarik simpati politik praktis para pemuda
terkemuka.
Sjahrir lebih dikenal
dengan manifesto “Perjoeangan Kita” yang mengajak kepada perjuangan murni
rakyat dan menjauhi fasisme Jepang. Kebersihannya dalam berpolitik waktu itu
memang lebih condong karena dorongan para pejuang yang memintanya untuk
menjabat daibandingkan dengan dengan nafsu kekuasaan. Lewat tulisannya diatas,
kita bisa melihat sebuah pemikir yang besar sekaligus negarawan sejati.
Ningrat yang Merakyat
Sjahrir lahir dari seorang
kepala Jaksa lokal yang serba berkecukupan. Pendidikanya dialami dengan
pendidikan terbaik, dari pendidikan di Medan dan Bandung dilalui dengan lancar.
Kecerdikannya memang diakui teman-temannya. Sajahrir juga salah satu tokoh
Kongres Pemuda II yang mengguncang perssatuan Indonesia saat itu.
Pendidikanya dilanjutkan
ke Belanda pada tahun 1929, beberapa waktu kemudain para tokoh pergerakan
ditangkap oleh pemrintah Kolonial. Di Belanda, Sjahrir dipertemukan dengan
sosok Mohammad Hatta di Perhimpunan Indonesia. Mereka berdua nantinya setelah
pulang dari Belanda memberntuk PNI-Baru yang menonjolkan sifat kaderisasi untuk
anggotanya. Perjuangan yang sedikit berbeda dengan yang dilakukan oleh Sukarno,
kalau Hatta dan Sjahrir mengutamakan kualtias, Sukarno nampaknya mementingkan
kuantitas.
Sayang, pada tahun 1934,
Sjahrir ditangkap untuk dibuang ke Digul, Papua. Sebuah temapt yang benar-benar
terasing dari dunia pergerakan nasional.Kemudian dari sana Sjahrir dipindahkan
ke Banda Neira, Maluku. Disana praktis perjuangannya Sjahrir mengalami
kemandekan, aktifitas yang dilakukan oleh Sjahrir dan kawan-kawan hanya
menulis. Sampai Jepang datang ke Indonesia dan memindahkannya ke pulau Jawa.
Seorang Antifasisme
Disamping sebagai pemikir,
Sjahrir ternyata politikus praktis yang bergerak dengan sangat cepat.
Pemikirannya terkadang melampaui tokoh lainnya, dia bertekad untuk secepatnya
Indonesia mendapat pengakuan secara internasional. Contoh nyatanya adalah
ketiaka Republik ini baru lahir, Sjahrir justru menerbitkan buku di Nederland
dengan bahasa yang mereka mengerti, “Indonesische Overpeinzingen” yang terbit
pada tahun 1945.
Sjahrir paham ketika
perjuangan tahun 45 selayaknya tidak menggunakan kekerasan secara fisik,
melainkan kehausan dan kerinduan seluruh warga diseluruh Indonesia dengan domokrasi
yang sebenar-benarnya.Puncaknya diperjanjian Linggarjati, yang mendorong untuk
dilakukannya pengakuan secara de facto. Meskipun akhirnya Sjahrir diminta untuk
mundur oleh partainya sendiri. Meskipun terlihat secara taktis kalah, namun
secara strategis dia adalah pemenang. Karena dia yang mendorong
perjuangan-perjuangan diplomasi yang memaksa Belanda untuk menyerahkan
kedaulatannya.
Perjuangan Sjahrir
nampaknya memang bukan politikus yang dipakai hanya zaman itu, namun
pemikirannya jauh melampaui batas waktu
kekuasaan. Sampai mundurnya dari jabatan Perdana Menteri pun Sutan Sjahrir
masih terlihat bersih dari prinsip awal, mungkin Mohammad Hatta yang mampu
terjaga kebersihanya dalam berpolitikan awal. Setelah memberikan pondasi untuk negeri,
dia mundur teratur untuk melihat prinsip yang berbeda dengannya menjadi sistem negeri
ini selanjutnya. Namun, dia akan selalu hadir dengan mewariskan pemikirannya untuk
zaman ini.