Kantor Kecamatan Kejobong |
Desa Kejobong terletak di Kecamatan
Kejobong, Kabupaten Purbalingga. Menurut legenda, alas mula nama Kejobong
berasal dari abad ke-19. Kira-kira pada pertengahan abad ke-19 berdiri sebuah
perguruan/padepokan “Kalimeong” yang
sangat terkenal. Padepokan ini dipimpin oleh mahaguru yang bernama Bangsa
Tirta. Dia terkenal seorang yang sangat sakti dan mempunyai keahlian lain dalam
bidang pengobatan. Karena kehebatannya, maka banyak orang yang datang berguru
kepadanya.
Bangsa Tirta memiliki banyak murid
di padepokan Kalimeong, ratusan jumlahnya, namun ada empat orang murid yang
sangat menonjol. Mereka adalah Suro Gendheng, Suro Begong, Suro Merta, dan
Suryo Lelono. Suro Gendheng merupakan murid yang tertua. Dia berbadan tinggi
besar, berwajah seram/angker, wataknya keras dan kejam. Dia telah mempunyai aji
Jebug Keli artinya dia tidak bisa tenggelam walaupun dimasukkan ke dalam sungai
yang dalam sekalipun. Dia tahan/kebal terhadap tusukan benda tajam. Suro
Begog mempunyai aji Gajah Wulung artinya dia bertenaga kuat sekali (seperti
gajah). Selain itu dia kebal terhadap tusukan benda tajam. Suro Merto
mempunyai aji Kenteng Waja artinya dia kebal terhadap tusukan benda tajam,
karena badannya yang keras sekali seperti baja.
Ketiga murid ini memang pandai
sekali merayu sang Guru agar memberikan ilmu-ilmu kekebalan tubuh. Tetapi ilmu-ilmu
itu disalah gunakan. Murid yang keempat adalah Suryo Lelono, dia berasal
dari Surakarta. Orangnya tinggi besar berwatak sabar dan suka mengalah. Tetapi
dia sangat cakap dalam menerima ilmu-ilmu yang diberikan Guru. Selain itu dia
cerdas dan sopan, sifatnya lemah lembut dan periang. Berbagai ilmu telah
dikuasainya. Apa yang diajarkan guru cepat dikuasai. Maka dari itu guru memberi
hadiah sebuah cincin (batu akik) yang berguna untuk memikat wanita. Namun ia
tak ingin menggunakannya.
Di tengah perjalanan, ketiga
bersaudara itu iri melihat keberhasilan Suryo Lelono. Ketiga orang itu mempunyai niat
jahat, kemudian meminta dengan paksa guci yang sedang dibawa Suryo Lelono.
Suryo Lelono bersikeras mempertahankan guci tersebut. Maka terjadilah
perkelaian antara Suryo Lelono dengan ketiga bersaudara. Namun mengingat
perkelaian yang tidak seimbang, maka betapa pun Suryo Lelono banyak menguasai
ilmu bela diri untuk melawan tiga orang dia kewalahan. Akhirnya Suryo Lelono
kalah di keroyok tiga bersaudara. Setelah ketiga orang itu melihat Suryo Lelono
tak sadarkan diri/pingsan, guci tersebut diambilnya dan mereka terus kabur
meninggalkan padepokan.
Ketika Suryo Lelono siuman,
datanglah Nyi Sendekala (kakak seperguruan Bangsa Tirta) untuk menolongnya.
Suryo Lelono menceritakan dari awal hingga akhir kejadian yang baru dialami.
Kemudian Nyi Sendekala merasa kasihan melihat Suryo Lelono lemah lunglai.
Setelah tenaganya agak pulih, Suryo Lelono diantar pulang ke padepokan
Kalimeong. Bangsa Tirta merasa terkejut melihat Suryo Lelono berjalan
dengan lemah lunglai dan tidak bersama ketiga saudara seperguruan. Tetapi dia
diantar oleh Nyi Sendekala. Setelah istirahat, dia menceritakan kejadian yang
baru dialami dari awal sampai pulang ke padepokan ini. Bangsa Tirta setelah
tahu kejadian yang menimpa Suryo Lelono hatinya marah dan mengumpat perbuatan
Suro Begog dan kawan-kawan.
Tidak lama kemudian terdengar berita
bahwa Suro Gendeng dikeroyok orang di Banjarnegara, karena mencuri sapi.
Kakinya diikat dan dibebani batu kemudian diceburkan ke sungai Brangsong.
Tetapi berkat ilmu Jebug Keli dia bisa lolos dari maut dan dia bisa mendarat
lagi langsung mencari
tempat yang aman. Suro Begog juga di keroyok oleh masyarakat karena
tertangkap basah sedang mencuri kerbau. Dia babak belur dan dimasukan ke kamar
tertutup di rumah Demang di Rembang. Tetapi malamnya bisa keluar sebab
mempunyai aji Gajah Wulung, kemudian melarikan diri. Suro Merto tertangkap di
pesisir laut Selatan. Dia dihajar penduduk karena mencuri ikan dan udang di
tambak, kemudian tambaknya pun dirusak. Dia di hukum dan dimasukan kedalam
penjara, namun di penjara dapat menjebol tembok dan akhirnya dia melarikan
diri.
Mendengar berita-berita itu, Bangsa
Tirta merasa sedih dan prihatin atas kelakuan para muridnya yang mementingkan
diri sendiri. Ilmu-ilmu yang seharusnya untuk kekebalan dan menjaga diri dari
bahaya ternyata disalah gunakan. Kemudian Bangsa Tirta bersemedi dengan
menggunakan Aji Kalamudeng. Dengan tujuan para muridnya yang telah tersesat dan
melanggar ilmu-ilmu untuk kepentingan pribadi agar bisa pulang ke padepokan
kembali. Ajian ini memang sangat ampuh terbukti satu persatu muridnya
yang telah meninggalkan padepokan dapat pulang semua. Ketiga muridnya datang
bersujud menghadap guru sambil menundukkan kepala. Mereka merasa malu akan
perbuatan yang telah dilakukan.
Ketiga orang itu tubuhnya gemetar, bagai disambar petir, tubuhnya menggigil, dan merasa malu seta menyesali akan perbuatannya itu. Mereka jatuh tak sadarkan diri, tubuhnya lemah lunglai, dan mukanya pucat sekali.
Ketiga orang itu tubuhnya gemetar, bagai disambar petir, tubuhnya menggigil, dan merasa malu seta menyesali akan perbuatannya itu. Mereka jatuh tak sadarkan diri, tubuhnya lemah lunglai, dan mukanya pucat sekali.
Kemudian Bangsa Tirta dengan nada
keras berkata lagi, ”Kalian tidak akan memperoleh kehidupan yang layak, kecuali
jadi Wong (wong artinya orang yang
berkelakuan baik). Maka mulai hari ini Kalimeong saya ganti dengan nama
Kejobong”. Jadi, nama Kejobong itu berasal dari kata Kejaba
dan Wong. Kejaba dalam bahasa
Indonesia berarti kecuali, wong artinya orang yang baik.”
Sumber Referensi:
http://albummapeltik.blogspot.co.id/2015/02/cerita-dari-kelas-viii-g.html., Diakses pada tanggal 11
November 2016.
Narindra Pratama Putra, XI IPS 4 16/17 |