Buku Koleksi Pribadi |
Identitas buku :
Judul Buku : Orang Laut-Bajak Laut-Raja Laut, Sejarah
Kawasan Laut Sulawesi Abad XIX
Penulis : Adrian B. Lapian
Penyunting : JJ Rizal
Penerbit : Komunitas Bambu
Kota Terbit : Jakarta
Tahun terbit : Cetakan Pertama, Agustus 2009.
Resensi Buku:
Buku
ini merupakan bagian-bagian dari desertasi AB Lapian yang ditulis sekitar tahun
1986 hingga 1987 di Universitas Gadjah Mada. Buku ini merupakan dobrakan besar
dalam historiografi Indonesia yang mengacu pada studi orang-orang kecil.
Orang-oang kecil yang dimaksud adalah mereka yang juga mempunyai peran dalam
sejarah, bukan hanya kalangan “elite” yang sudah biasa menempati penulisan
sejarah pada umumnya.
Tentunya
hal ini menjadi lumrah, karena promotor dalam disertasi AB Lapian ini merupakan
inisiator sejarah dari versi orang kecil, Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo, yang
juga merupakan pendobrak penulisan sejarah dari disertasi tentang Pembrontakan
Petani di Banten. Ada yang mengatakan, Apabila Sartono Kartodirdjo merintis
sejarah dari sudut pandang orang kecil di darat, maka AB Lapian merintis
penulisan sejarah dari sisi laut, tema yang sama sekali baru waktu itu.
Bab
pertama dalam buku ini membahas tentang pendahuluan selayaknya disertasi,
mengenai metodologi dan teori tentang penulisan. Kemudian pada Bab II, memulai
dengan keterangan fisik yang ada diwilayah Laut Sulawesi, seperti pulau-pulau,
semenenjung, bentuk pegunungan dan dataran yang mengenai laut. Seetlah itu,
penduduk sekitrar kepuluan itu juga dibahas, terutama penduduk yang bercirikan
khas kemaritiman. Pada akhir Bab II, memberikan pengantar keadaan laut Sulawesi
sebelum abad XIX untuk membuka pada bab-bab berikutnya.
Selanjutnya
pada Bab III, mengkhususkan pada perhatian tipe ideal orang laut. Penjelasan tentang
orang laut yang dalam arti sebenarnya, yaitu orang yang mempunyai budaya
semurni-murninya dalam kebudayaan bahari. Dalam wilayah Laut Sulawesi, definisi
orang laut dikenal dengan berbagai nama, seperti Bajau atau Bajo, Sama, Samal,
Samal Laut. Disamping itu, ada juga suku yang disebut sebgai Talaud, Tondano atau
Tolour, Maranao, Ilanau atau Iranum, dan lainnya. Semua penyebutan itu
merupakan arti dari orang laut, meskipun mereka bermukim dan bertempat tinggal
menetap didarat.
Pada
Bab selanjutnya, Bab IV membicarakan tipe ideal Bajak Laut. Istilah bajak laut
sulit diterjemahkan kedalam salah satu bahasa Eropa Barat. Fenomena bajak laut
ini sudah dikenal sejak ada berita tentang pelauarana dan perdagangan lintas
laut. Malah pada masa awal sukar dipisahkan antara perdagangan dan perbajakan
dilaut. Dimasa awal pun, kawasan Asia Tenggara bisa dilacak dari tahap awal
masa historis. Bajak laut bisa dikatakan sebagai orang yang mencari rezekinya
dilaut bebas untuk menghindari atau keluar dari ikatan-ikatan dengan sistem
politik yang berlaku.
Pada
Bab V, membahas khusus tentang tipe ideal Raja Laut. Dalam hal ini, diperluakan
sebauh istilah Raja laut. Raja laut tidak dapat bertindak sendiri tanpa
pengikut atau anak buahnya. Oleh sebab itu, perlu kerjasama antara Orang Laut
yang biasanya menempati strategis. Orang Laut biasanya dipakai untuk menyusun
armada tempurnya. Tetapi adakalanya kebutuhan akan tenaga dikapal dipenuhi
dengan adanya tenaga budak. Dalam hal ini Raja Laut bekerjasama dengan Bajak
Laut yang bertindak sebagai leveransir budak belian.
Saingan
berat dari pada Raja Laut pribumi adalah kekuatan-kekuatan yang sudah ada di
Laut Sulawesi dan menganggap dirinya sbeagai Raja Laut juga. Mereka pada abad
XIX menjadi Adiraja Laut kerena berhasil menggunakan tekhnologi baru dalam
dalam bentuk tenaga uap dalam pelayarannya. Disatu pihak, ada
persaingan-persaingan antara kekuatan kolonial dan kerajaan-kerajaan pribumi.
Di
wilayah Laut Sulawesi ada pula usaha agen jabatan Raja Laut yang diserahkan
kepada orang Barat. Pada abad ini, negara-negara Barat seolah saling berlomba
mencari daerah Jajahan, seperti Spanyol, Inggris dan Belanda. Disamping itu ada
juga negara lain yang mencoba bercokol disini, seperti Prancis, Jerman, Belgia
dan Italia. Pada abad XIX ada Amerika Serikat di kepulauan Filiphina.
Demikian
ringaksan lima bab dalam buku ini. Kelebihan buku ini mengangkat sisi sejarah
dari sudut pandang laut, yang justru tidak dilirik oleh sejarawamn lainnya pada
masanya. Justru isu ini yang menjadi poros dalam penulisan sejarah era Presiden
Jokowi daam visinya menjdikan Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia. Untuk memahami
tentang kehidupan maritim di Laut Sulawesi, kita perlu membuka karya fenomenal
ini lagi. Demikian resensi buku "Orang Laut-Bajak Laut-Raja Laut: Sejarah Kawasan Laut Sulawesi Abad XIX". Kekurangan resensi ini seluruhnya ada pada saya, tanpa mengurangi kebanggaan memiliki karya luar biasa ini. Terimakasih.;)