Buku Keraton dan Kompeni (Koleksi Pribadi) |
Judul Buku : Keraton dan Kompeni: Surakarta Dan
Yogyakarta 1830-1870
Penulis :
Vincent J.H Houben
Penerjemah : E. Setiyawati Alkhatab
Penerbit : Benteng Budaya bekerjasama dengan
Yayasan Adikarya IKAPI
Kota Terbit : Yogyakarta
Tahun terbit : Cetakan Pertama, Desember 2002
Resensi
Buku:
Buku
ini merupakan desertasi yang ditulis oleh Vincent J.H Houben di Universitas
Leiden yang dipertahankan pada tahun 1987. Dalam buku ini, Houben telah berhubungan
dengan berbagai pihak di Belenda maupun Indonesia. Dalam bukunya, Houben menganggap
masih ada beberapa fakta sejarah yang tidak selalu diyakini secara umum. Meskipun
dalam sejarah Mataram Islam antara tahun 1830-1870, “kebenaran” sejarah menjadi
hal yang lumrah. Tapi tidak bagi Houben.
Menurutnya,
paling tidak ada dua hal yang adapat dikategorikan sebagai ironi dalam proses
mempelajarai sejarah Jawa periode 1830-1870 selama ini. Pertama, berkaitan dengan dugaan banyak orang, bahwa ternyata tidak
pernah kebijakan Sistem Tanam Paksa atau cultuurstelsel
yang diselenggarakan sejak 1830 tidak pernah dilaksanakan diwilayah Vorsttenlanden, Surakarta dan
Yogyakarta. Tidak pernah dijelaskan secara rinci, tantang hal ini pada beberapa
karya sejarah.
Hal
kedua yang menjadi ironi adalah,
menyangkut masa awal dimulainya penanaman modal oleh para pengusaha swasta “asing”
dalam usaha perkebunan besar di Jawa pada masa kolonial. Pada tradisi
Historiografi Indonesia, tahun 1870 selalu dianggap sebgai titik awal dari
perkembangan penanaman modal swasta pada sektor perkebunan di Jawa. Padahal
beberapa studi secara jelas menggambarkan bahwa para investor swasta sudah
mulai menanamkan modal mereka jauh sebelum 1870.
Dalam
buku ini, terbagi kedalam 6 BAB. BAB yang pertama membahas tentang divede et
impera, reorganisasi kerajaan-kerajaan, 1830-1831. Dalam bab ini, dijelaskan
tentang penyerahan kekuasaan yang terjadi pasca tahun 1830 setelah berakhirnya
perang Jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro. Bab 2, berbicara tentang Pemerintahan
Belanda Pasca 1830, Bab 3 membahas tentang Intervensi Belanda di Kedua Kerajaan
pasa 1830. Di Bab 4, tanggapan orang-orang Jawa terhadap keberadaan Belanda di
Surakarta dan Yogyakarta, 1830-1870. Bab 5 membahas perubahan-perubahan
ekonomi: pertanian komersial barat di keedua kerajaan dan Bab 6 tentang
perubahan sosial di Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.
Menurut
Bambang Purwanto, kekurangan dalam buku ini merupakan sebuah catatan
historiografi-metodologis perlu dilakukan terhadap karya yang sangat kaya
dengan data dan interpretasi baru ini. Perspektif sejarah yang dilihat dari
dalam juga belum dimaksimalkan. Sesuai dengan judulnya, buku ini terkesan
elitis dan bersifat keraton atau negara sentris yang kurang memberi ruang
kepada masyarakat sebagai sebuah entitas, kecuali sebgai penyulut dan pelaku
keonaran.
Namun,
karya Vincent Houben tetap saja telah memberikan seumbangan yang sangat penting
bagi historiografi Indonesia, terutama untuk memahami kembali sejarah
Yogyakarta dan Surakarta yang ternyata masih banyak menyimpan banyak hal yang
belum diketahui atau salah dipahami selama ini. Mudah-mudahan kenaifan dan
kesalahan seperti yang telah disampaikan pada awal pengantar ini tidak terjadi
lagi setelah selesai membaca buku ini.