Salah Satu SD di Desa Toyarek |
Desa Toyareka merupakan
salah satu desa yang berada di Kecamatan Kemangkon. Luas Desa Toyareka 327.480
Ha. Toyareka berbatasan dengan Desa Mewek, Desa Gambarsari, Desa Jetis, Desa Bojong.
Nama kedemangan diambil dari kata demang. Demang pada saat itu merupakan
seorang yang memiliki jabatan seperti kepala suku. Diceritakan seorang demang
itu memiliki kekuatan. Pada masa itu juga ada larangan untuk keluar rumah pada
malam sura. Pada saat itu juga diceritakan kepala dari demang pernah lepas tapi
bisa kembali seperti semula.
Pertengahan abad XVI, Adipati Wirasaba Wargatuma I menikahkan putrinya yang
belum cukup umur, yaitu Rara Sukartiyah dengan Bagus Sukara anak Ki Gede
Banyureka Demang Toyareka. Hidup kedua pasangan itu tidak harmonis. Rara
Sukartiyah tidak melakukan kewajibannya sebagai seorang istri. Akibat
sikapnya itu, Bagus Sukra pulang kerumah orang tuanya di Toyareka. Kepulangan
puteranya membuat hati Ki Gede Banyureka kecewa. Ia menganggap Adipati Wirasaba
tidak bisa membimbing Puterinya dengan baik.
Sesaat kemudian, Ki Gede Banyureka bersama Bagus Sukra menghadap Sultan.
Keduanya menyatakan, bahwa Rara Sukartiyah yang baru saja dihaturkan adalah
isterinya Bagus Sukra. Mendengar hal itu, Sultan Mandiwidjaya murka karena
merasa telah dikibuli dan dihina oleh Adipati Wargautama I. Tanpa pikir panjang
diutuslah seorang gandek (prajurit) untuk membunuh Adipati Wirasaba yang belum
lama meninggalkan pendapa kesultanan.
Setelah Ki Banyureka dananaknya mohon diri, Rara Sukartiyah dipanggil untuk
dimintai keterangan. Rara Sukartiyah mengaku bahwa dirinya memang masih menjadi
isteri Bagus Sukra, tetapi sejak pernikahan belum pernah melakukan kewajiban
sebagai seorang istreri. Sadarlah Baginda Sultan, bahwa keputusan yang
diambilnya sangat tergesa-gesa. Kemudian diperintahkan lagi seorang prajurit
agar menyusul dan membatalkan hukuman mati yang akan dilakukan oleh utusan
pertama.
Sebelum menemui ajalnya Adipati Wargatuma I sempat memberi
pesan, agar orang-orang Banyumas sampai turun-temurun jangan bepergian di hari
sabtu pahing, jangan makan daging angsa, jangan menempati rumah balai malang
dan jangan menaiki kuda berwarna dawuk bang. Karena menurutnya dapat
mendatangkan malapetaka. Kecuali itu Adipati juga berpesan agar orang-orang
Wirasaba tidak dinikahkan dengan orang Toyareka. Pesan-pesan tersebut dijadikan
prasasti pada makam Adipati Wirasaba dan menjadi kepercayaan turun temurun di
sementara masyarakat Banyumas. Namun kepercayaan itu kini sudah semakin
menipis, karena masyarakat kian menyadari akan perlunya memelihara persatuan
dan kesatuan serta demi suksesnya pembangunan nasional.
Seperti tempat-tempat lain, dahulu kala,
sebelum menjadi desa toyareka, tempat itu masih berupa hutan dan hanya sedikit
penduduknya. Suatu ketika mereka di landa kekeringan yang berkepanjangan.
Akhirnya penduduk yang ada memutuskan untuk membuat sumur besar.
Disebut sumur besar sebab sumur yang mereka buat berdiameter kurang lebih 3 meter dan dalamnya kurang lebih 10 meter. Walau sudah berusaha namun airnya belum muncul-muncul. Lalu mencoba digali lagi. Belum berair, digali lagi! Untuk mengundang air penduduk berinisiatif untuk mengatakan bahwa air sudah keluar.
Disebut sumur besar sebab sumur yang mereka buat berdiameter kurang lebih 3 meter dan dalamnya kurang lebih 10 meter. Walau sudah berusaha namun airnya belum muncul-muncul. Lalu mencoba digali lagi. Belum berair, digali lagi! Untuk mengundang air penduduk berinisiatif untuk mengatakan bahwa air sudah keluar.
“Banyune metu! Banyune metu!” teriak orang-orang.
Berpura-pura seakan air telah keluar.
Namun tetap saja air tak juga keluar walupun sudah berpura-pura air keluar.
“Metu temanan apa?” tanya tetua di desa itu.
“Mboten Pak, namung reka-reka, supados toyane medal!”
“Oh, mung reka-reka ya!” Tetua dusun itupun kemudian memanggil penduduk yang ada.
“Wis desa kiye, siki nganti mbesuk tek jenengi desa Toyareka!”
Namun tetap saja air tak juga keluar walupun sudah berpura-pura air keluar.
“Metu temanan apa?” tanya tetua di desa itu.
“Mboten Pak, namung reka-reka, supados toyane medal!”
“Oh, mung reka-reka ya!” Tetua dusun itupun kemudian memanggil penduduk yang ada.
“Wis desa kiye, siki nganti mbesuk tek jenengi desa Toyareka!”
Begitulah riwayat nama desa Toyareka.
Karena sumur tetap tidak bermata air masyarakat pun pasrah, walau sudah
berpura-pura ada airnya, tetap saja kering. Jadi Toyareka artinya: Toya = air; reka = berpura-pura atau direka-reka. Namun, sekarang Desa Toyareka
airnya berlimpah dan tidak pernah mengalami kekeringan.
Sumber
Referensi:
http://seputarpurbalingga.blogspot.co.id/2011/09/babad-purbalingga-adipati-wirasaba.html., diakses tanggal 12 November 2016.
Wawancara dengan Pakde Timin pada tanggal
5 Oktober 2016.
Wawancara dengan Mbah Diyem pada tanggal 6
Oktober 2016.
Wawancara dengan Pak Supriyanto, Guru SD 1
Toyareka pada tanggal 8 Oktober 2016.