Mohammad Hatta (Sumber Gambar) TULISAN INI DIMUAT DALAM SATELITPOST EDISI 19 JANUARI 2017 |
Mohammad Hatta merupakan salah satu politikus paling berpengaruh di
Indonesia abad 20. Dia berbeda pemikiran dengan Sukarno yang menonjolkan
kharismatiknya, atau Tan Malaka dengan kemisteriusannya. Hatta lahir di
Bukittinggi pada tahun 1902 dengan tradisi Minangkabau yang kental dengan nilai
agama. Dalam perjuangannya dipengasingan hampir 8 tahun ditanah pengasingan Digul
dan Banda Neira, dia mematangkan konsep bentuk pemerintahan Indonesia setelah
merdeka. Pilihannya untuk menjadikan Indonesia menjadi sebuah negara dengan
sistem Demokrasi Parlementer.
Sumbangan terbesar dari Hatta sangat terasa justru ketika pada masa
revolusi, baik ketika berposisi sebagai Wakil Presiden maupun Perdana Menteri.
Selain menjadi politikus, sumbangan lainnya berasal dari kecendekiawananya
dalam berbagai tulisan-tulisan lintas disiplin ilmu, seperti ilmu sosial,
politik dan ekonomi. Secara umum, kemampuan Hatta sulit dicari bandingannya,
dia mampu meramu sikap, pemikirannya dan tulisannya secara komperhensif.
Pilihan Politik
Mohammad Hatta memulai pendidikan formalnya di Padang dan Batavia,
kemudian dilengkapi dengan sekolah di negeri Belanda hingga mendapat gelar
doktorandus (Drs). Di Belanda, teori-teori ekonomi sangat kuat mempengaruhi
pemikirian Hatta. Namun, pengetahuannya diperluas dengan membaca permasalahan
politik dan sosial termutakhir serta menguasai teori yang saat itu sangat
menarik untuk dipelajar oleh hampir negara-negara di Eropa, yaitu teori Marxis.
Hatta sudah terjun kedunai politik sejak berusia 16 tahun sebgai
sekertaris Jong Sumatra Bond cabang Padang. Setelah itu, Hatta menjadi
sosok penting dalam organisasi Indische Vereeniging ditanah Belanda,
yang kemudaian hari menjadi Perhimpunan Indonesia. Tujuan organisasi ini tidak
hanya bertujuan dalam bidang sosial dan ekonomi tapi juga dalam politik untuk
memerdekaan Indonesia. Lewat organisasi ini, Hatta juga sempat beberapa kali
mengikuti berbagai konferensi internasioanl, seperti Kongres Perdamian di
Prancis tahun 1926 juga Kongres Liga Perlawanan Kolonial di Brussel tahun 1927.
Pergerakan ini yang kemudian menjadikannya ditangkap pada bulan
September 1927 oleh Belanda karena di tuduh mau menggulingkan pemerintah resmi.
Pembelaan Hatta yang terkenal dengan judul “Indonesia Vrij” atau Indonesia
Merdeka. Berbeda dengan pembelaan Sukarno yang ditolak, Hatta setelah
membacakan pembelaanya di pengadilan diterima yang akhirnya menyelamatkannya
dari penjara.
Perbedaan cara pandang inilah yang kadang tercermin dari dua sosok
tadi. Hatta kadang mengkritik pola pembinaan PNI. Hingga partai PNI dibubarkan
pada 1931 yang berakhir dengan penahanan Sukarno. Hatta sendiri menginginkan
berdirinya partai alternatif pengganti PNI Sukarno. Pada 1931, setelah Hatta
pulang ke Indonesia, Hatta mendirikan Pendidikan Nasional Indonesia (PNI) Baru.
Sukarno sendiri setelah bebas dari penjara bergabung ke Partindo, partai
bentukan Sartono, salah satu pengurus PNI Sukarno. Setelah kebebasan Suakarno,
persaingan dua organisasi itu terus berlanjut untuk meraih posisi pemimpin
gerakan nasional. Hingga akhrinrya, tahun 1934, partai-partai pergerakan tidak
mampu mebendung pemerintahan kolonial. Akhinrya, banyak tokoh-tokoh yang
berakhir dalam pembuangan. Dikemudian hari, mereka dipertemukan dengan
hengkangnya Belanda dan datangnya fasisme Jepang.
Ketika Jepang menduduki Indonesia, nampak berbagai perbedaan
pendapat dengan Sukarno menjadi terpinggirkan. Keinginan merdeka menjadi lebih
utama dibandingkan hanya perbedaan pemikiran. Puncak dari pejuangan Hatta yang
hampir 20 tahun terjadi pada 17 Agustus 1945, Sukarno bersama Hatta
memproklamasikan kemerdekaan. Masa-masa selanjutnya, Hatta lebih aktif berjuang
untuk merebut kedaulatan dengan cara diplomasi. Puncaknya terjadi pada
perundingan Konfrensi Meja Bundar tahun 1949, yang menghasilkan penyerahan
kekuasaan kepada Republik Indonesia Serikat. Perananya berlanjut hingga
mengubah wajah Indonesia menjadi Kesatuan Republik Indonesia tahun 1950.
Pasca tahun 1950, Hatta nampaknya lebih menjauh dari pusat arena
politik. Peran Hatta lebih terasa hanya sebagai pemain belakang layar. Masa
ini, perbedaan dengan Sukarno tentang bentuk demokrasi yang cocok untuk
Indonesai muncul lagu. Corak Demokrasi Perlementer yang diperjuangkan Hatta
menjadi pertentangan dengan konsepsinya Sukano yang mengarah untuk merubah
menjadi Demokrasi Terpimpin. Puncak dari perbedaan itu adalalah dengan
mundurnya Hatta sebagai Wakil Presiden pada tanggal 1 Desember 1956. Sejak saat
itu, dwi tunggal revolusi memilih jalannya sendiri-sendiri.
Masa selanjutnya, Hatta seolah mempersilahkan konsepsi Demokrasi
Terpimpin untuk diterapkan menggantikan Demokrasi Parlementer dengan Sukarno
sebagai sosok sentralnya. Aktivitas Hatta selanjutnya lebih banyak menuangkan
ide-ide dan gagasannya dalam bentuk tulisan, seperti mengumpulkan berbagai
memoar politiknya dan menata tulisan yang memang sudah diteguhkan sejak era
1920-an.
Demokrasi, Sosial dan Ekonomi
Mohammad Hatta seorang nasionalis yang tidak terikat dengan satu
dogmatis tertentu, tapi selalu pemikirannya memiliki warna tersendiri dari
tahun ketahun. Tiga pokok pikiran Hatta dari tahun 1920-an adalah, pertama,
keyakinanya tentang demokrasi parlementer yang menjadi demokrasi terbaik bagi
Indonesia, dua, perjuangan untuk mencapai ekonomi yang adil bagi rakyat dan
ketiga, pentingnya pendidikan kader-kader partai sehingga tidak
menciptakan sosok satu tokoh yang menonjol dalam suatu partai.
Hatta sangat meyakini tentang bentuk negara Indonesa setelah
merdeka menjadi Demokrasi Parlementer dengan adanya banyak partai, tuntutan
inilah yang menurutnya mengikat seumur hidup. Cita-citanya menjadikan Indonesia
menjadi negara yang dihormati oleh dunia Internasional sebgai negaara demokrasi
yang bermartabat dengan pemilihan umum yang benar-benar bebas dari tekanan.
Menurut Hatta, lewat Demokrasi Parlementer, suara rakyat akan
semakin terdengar oleh negara dalam menyalurkan aspirasinya. Hatta melihat keanekaragaman
Indonesia dari Sabang sampai Merauke, sehingga dengan menampung perbedaan itu
menjadi bentuk partai, maka suara-suara mereka akan diwakili oleh partai dalam sebuah
pemilihan umum. Pemikirannya ini tertuang dari berbagai tulisan-tulisannya
diberbagai media dengan istilah “Kedaulatan Ra’jat”, sebuah sistem politik yang
memberikan ruang yang sangat besar untuk memberikan keputusan yang diambil dari
ruang terjauh dan ditingkat-tingkat daerah dalam kerangka pemikiran umum yang
diletakan dipusat.
Dalam bidang sosial, pembaruan sosial sesudah peristiwa
kolonialisme di Indonesa. Hatta sangat paham tentang sistem foedalisme dalam
meletakan dasar golongan masyarakat kolonialsme. Golongan aristokrat lebih
mendominasi posisi sosial, sementara golongan dibawahnya akan mengikuti
terhadap kewenganan golongan dominan. Kekuatan yang mendorong untuk
menghancurkan sistem hak-hak istimewa dalam masyarakat, yang menurutnya sebagai
sebuah hubungan sosial dengan ekonomi. Korelasi ini merupakan perpaduan antara
pemikiran ideologinya dengan ajaran agama Islam yang dianutnya.
Sumbangan dalam bidang ekonomi tentang sebuah koprasi menjadi
sumbangan terpenting bagi Indonesia. Dia mempelajarinya di Denmark pada tahun
1920-an. Hal inilah yang menjadi dasar ilmu untuk mendirikan koperasi di
Indoensia. Koperasi tumbuh dari jiwa rakyat Indonesia sendiri. Sistem
kolektivitas koperasi tidak bertujuan untuk mencari keuntungan, tetapi untuk
menyediakan keperluan hidup bagi mereka yang menjadi anggota koperasi. Hal ini
didasari pada sikap gotong royong yang menjadi jiwa sejati orang-orang Indoensia.
Itulah jiwa sejati kita. Sudahkan kita menjiwai jiwa sejati kita?