Gapura Pintu Masuk ke Makam |
Desa Kajongan terletak di kurang lebih 4 km dari kota
Purbalingga yang berada di Kecamatan Bojongsari. Desa Kajongan dapat ditempuh
kurang lebih selama 15 menit dari pusat kota. Desa yang berdekatan dengan Desa
Kajongan yaitu Desa Gembong, Desa Karang Bolong, Desa Brubahan, Desa Brobot,
dan juga dekat Owabong.
Di desa ini juga terdapat beberapa Tuk atau sumber mata
air yang muncul dari dalam tanah, airnya pun sangat melimpah dan bersih. Tuk
tersebut oleh warga di manfaatkan untuk minum, mencuci baju, mandi, dan
keperluan lainya dan juga dibuat penampungan oleh PDAM dan disalurkan ke
kota-kota sekitarnya yang berupa sumber mata air. Di Desa Kajongan juga
terdapat Gombangan yaitu merupakan tempat pemandian dan ramai dikunjungi oleh
warga luar desa Kajongan dan Warga desa Kajongan pada malam hari terutama pada
malam Jum’at Kliwon.
Menurut kepercayaan masyarakat, mata air tersebut dapat
memberikan tuan bagi yang mandi di tempat ini dan konon dapat meningkatkan awet
muda, dapat mendapatkan jodoh dan naik derajat. Warga Desa Kajongan masih ada
yang mempercayai mitos tersebut. Desa Kajongan makmur kaya akan tanaman,
seperti tanam seperti padi, kangkung dan lainnya.
Selain menjadi petani padi
dan kangkung, para warga di Desa Kajongan ini mempunyai pekerjaaan sampingan
yakni terkenal dengan Kerajinan membuat sapu dari tepes atau serabut kelapa,
pengki dari belahan bambu, membuat alas kaki dari sisa kain bekas, dan
kerajinan alat rumah tangga lainnya yang dapat digunakan.
Di desa Kajongan ini terdapat makam Giri Cendana, Giri
cendana merupakan peninggalan Sejarah. Giri Cendana ini adalah makam leluhur
Bupati Purbalingga yang bergelar Adipati Dipokusumo, Adipati Dipokusumo ini
memegang tapuk pimpinan pemerintahan Kabupaten Purbalingga, yaitu Dipokusumo II
(Raden Mas Tarunokusumo), Dipokusumo III (Ngabehi Tarunokusumo), Dipokusumo IV,
Dipokusumo V (Kanjeng Candiwulan), dan Dipokusumo IV (Raden Darmokusumo).
Setiap tahun Giri
Cendana ramai didatangi oleh Bupati Purbalingga untuk berziarah. Adipati yang
pertama adalah Raden Tumenggung Dipayuda III, yang mulai memerintah pada saat
ditetapkannya Kabupaten Purbalingga pada tanggal 18 Desember 1830.
Di desa Kajongan juga
terdapat 17 pejuang yang gugur dalam perjuangan tahun 1948. Sebanyak 13
pejuang dimakamkan di kompleks makan pahlawan Kajongan, Dua pahlawan dimakamkan
di makam desa, dan satu pejuang dimakamkan di kompleks makam Giri Cendana dan
satu pejuang dimakamkan di Desa Bumisari.
Kaur Kesra Desa Kajongan Makmur
menjelaskan, ketika itu selepas Subuh, terjadilah pengepungan oleh tentara
Belanda dan antek anteknya (Pengikutnya). ”Menurut saksi sejarah, Yang bernama
Tarbu yang kini berusia 93 tahun, tentara Belanda ketika itu memprediksi Desa
Kajongan banyak terdapat pejuang yang berani melawan Belanda dari generasi ke
generasi sebelum kemerdekaan,” katanya.
Ketika melawan Belanda maka tidak heran jika Desa Kajongan
menjadi salah satu sasaran yang telah diperhitungkan tentara Belanda. Dari sini
terjadi kontak senjata antara pejuang Desa Kajongan dengan tentara Belanda.
Para pejuang Desa Kajongan melawan Belanda masih menggunakan alat yang
sederhana seperti bambu runcing, sedangkan Belanda menggunakan senjata yang
sudah canggih seperti tembakan. “Dalam menghadapi Pejuang itu, Belanda
menggunakan taktik biadab dengan istilah Jawa adalah taktik gropokyan yang digerakan
oleh tentara Belanda dan entek enteknya,” katanya.
Taktik Gropokan adalah
taktik perang yang dilakukan secara besar besaran. Diawali dengan penyisiran
dari arah Utara Desa Kajongan, tepatnya di Desa Bojongsari. Dengan berjalan
kaki, Belanda dengan pasukan bersenjata yang lengkap itu mulai mengepung Desa
Kajongan.”Dari arah selatan tepatnya di Desa Brobot, pasukan Belanda dan entek
enteknya meneror dengan banyaknya berondongan tembakan sebagai kode dimulainya
serangan terhadap para pejuang.”
Sumber Referensi:
http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/17-pejuang-gugur-di-desa-kajongan/.,
diakses tanggal 6 November 2016.