Sertifikat Parlemen Remaja 2016 |
Naskah ini merupakan siswa bimbingan dan lolos mewakili Provinsi Jawa Tengah dari 4000-an peserta. Kegiatan diadakan selama 5 hari dan bersidang di DPR-RI
Dalam
konteks mikro (keluarga), ketahanan pangan dapat diartikan sebagai terpenuhinya
kebutuhan pangan, mudah diperoleh setiap saat oleh seluruh anggota keluarga,
aman dikonsumsi, dengan harga yang terjangkau. Dalam konteks makro (bernegara),
pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi warga negara untuk dapat
mempertahankan hidup, oleh karena itu kecukupan pangan merupakan hak azasi
manusia yang wajib dipenuhi, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 27 UUD 1945.
Pengertian
pangan menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 bahwa, pangan dalam arti luas
mencakup makanan dan minuman, hasil-hasil tanaman pangan dan ternak serta ikan,
baik produk primer maupun sekunder (olahan). Namun di negeri kita, pengertian
pangan sering diidentikkan dengan beras karena jenis pangan ini merupakan
makanan pokok di sebagian besar masyarakat kita.
Sedangkan
pengertian Ketahanan Pangan menurut Undang – Undang Nomor 18 tahun 2012
disebutkan bahwa, ketahanan pangan adalah “kondisi terpenuhinya Pangan bagi
negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang
cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan
terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya
masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan”.
Indonesia sebagai sebuah negara dengan jumlah penduduk yang besar,
tentu menghadapi tantangan yang besar pula dalam memenuhi kebutuhan pangan
warga masyarakatnya. Jika tidak ada keseimbangan antara besarnya jumlah
penduduk dengan besarnya kebutuhan pangan penduduknya atau dengan kata lain
ketersediaan pangan lebih kecil dibanding kebutuhannya, maka dapat menimbulkan
ketidak-stabilan ekonomi. Bahkan jika keadaan ini berlangsung terus menerus,
dapat menimbulkan gejolak sosial yang dapat mengganggu stabilitas nasional.
Pengalaman telah membuktikan, pada tahun 1977/1978 terjadi krisis moneter
ditandai dengan mahalnya harga sembako (sebagai indikator gangguan ketahanan
pangan) yang kemudian berkembang menjadi krisis multidimensi. Berdasarkan nilai
strategis dan pengalaman, maka kebijakan pemantapan ketahanan pangan menjadi
isu sentral dalam pembangunan nasional sehingga selalu menjadi fokus utama
dalam pembangunan di sektor pertanian.
Tantangan Ketahanan
Pangan
Sesungguhnya banyak
aspek saling terkait yang menjadi tantangan dalam rangka mewujudkan peningkatan
ketahanan pangan. Disini saya hanya akan ketengahkan 3 (tiga) aspek yang menjadi
tantangan paling serius untuk mewujudkan peningkatan dan pemantapan ketahanan
pangan. Kecenderungan global yang terjadi saat ini dan kemungkinan masih akan
berlanjut di masa datang antara lain, (1) semakin berkurangnya luas lahan
pertanian dan tanaman pangan sebagai akibat terjadinya laju konversi
lahan/tanah yang makin meningkat untuk kepentingan non-pertanian. Misalnya
pemukiman baru, prasarana industri, fasilitas transportasi, dan infrastruktur
publik lainnya. (2) semakin menurunnya ketersediaan dan kualitas air untuk
kegiatan produksi pertanian dan tanaman pangan lainnya. Serupa dengan
berkurangnya lahan, semakin meningkatnya kebutuhan air untuk kegiatan
non-pertanian di perkotaan dan industri yang membutuhkan air dalam volume yang
besar, akan secara langsung mengurangi volume air yang tersedia untuk
pertanian, bahkan tidak hanya menghambat laju produksi pangan, tetapi juga bisa
menghancurkannya karena rendahnya upaya untuk memelihara/menjaga kualitas air
dan lingkungannya (terjadinya pencemaran). (3) semakin sulitnya memprediksi
apalagi mengendalikan dinamika perubahan iklim yang selalu fluktuatif (tidak
tetap atau berubah-ubah). Salah satu isu yang paling populer mengapa perubahan
iklim secara ekstrim sering terjadi adalah adanya pemanasan global (global warming). Yaitu meningkatnya suhu
rata-rata permukaan bumi, atmosfir, dan lautan, sebagai akibat meningkatnya
emisi karbon dioksida dan gas-gas lain yang menyelimuti bumi, termasuk bumi
Indonesia.
Terhadap 3 (tiga)
aspek yang saya ketengahkan tersebut, dengan mempertimbangkan karakteristik
sumberdaya pertanian Indonesia saat ini dan perspektif besaran maupun pentingnya persoalan, maka
selayaknya kita (warga masyarakat tanpa kecuali) harus melakukan suatu gerakan massal yang diwujudkan dalam perbuatan untuk memperkecil
tantangan/ancaman yang dapat menghambat upaya peningkatan ketahanan pangan.
Meski begitu kompleks tantangan yang kita hadapi, namun kita bisa memilih
prioritas mana yang akan di dahulukan.
Mencoba menelaah dan
memahami ketiga aspek tantangan tadi, serta denganmempertimbangkan cakupan dan
keterjangkauannya dari berbagai segi, misalnya pertimbangan urgensi (yang kita
anggap penting dan mendesak), sederhana, bisa dilakukan siapa saja di
lingkungan sendiri, tidak menelan anggaran besar dan lain-lain, maka saya
menganggap bahwa aspek air adalah yang terpenting untuk menjadi prioritas
penanganannya.
Mengatasi kelangkaan
Air dengan Menanam Air
Air merupakan elemen
penting yang menjamin eksistensi kehidupan di bumi. Tidak sebatas bagi kehidupan
manusia saja, tetapi juga bagi mahluk lain yang bernama tanaman dan hewan.
Kondisi air saat ini menjadi perhatian dunia, karena akses, kuantitas, dan
kualitas air semakin menurun oleh berbagai sebab. Termasuk Indonesia yang
memiliki curah hujan cukup tinggi, namun jika musim kemarau tiba masih saja ada
daerah yang mengalami kekeringan. Mengapa ? Karena masih ada diantara kita yang
membiarkan kehadiran air dan membiarkan prosesnya kepada alam tanpa mau berbuat
sesuatu untuk menjaga kelestarianya. Padahal kita tahu bahwa kelangkaan air
mempengaruhi keamanan dan ketahanan pangan serta angka harapan hidup manusia.
Untuk mengurangi konsumsi air yang
berlebihan, dapat diusahakan penghematan penggunaan air agar tidak terbuang
percuma. Disamping penghematan, ada cara lain yang sudah banyak dibahas oleh
para ahli, yaitu dengan konservasi air. Konservasi air adalah, cara untuk
melindungi dan memelihara keberadaan, kondisi dan lingkungan air untuk
mempertahankan kelestarian atau kesinambungan ketersediaan dalam kuantitas dan
kualitas yang memadai, demi kelangsungan fungsi dan manfaatnya untuk memenuhi
kebutuhan mahluk hidup.
Sebagai sebuah gagasan, saya ingin
ketengahkan sebuah cara yang mungkin dapat dikategorikan sebagai konsep
konservasi air yang paling sederhana, namun dapat memberikan hasil maksimal
jika dilakukan dalam sebuah gerakan
massal. Cara tersebut, ada yang menamakan “Menanam Air” ada juga sebagian yang memberi istilah “Menabung Air”. Namun dalam tulisan ini kita sepakati saja dengan sebutan
“Menanam Air” sesuai sebutan yang dipakai oleh pencetusnya. Konsepnya sederhana
dan sudah banyak dibahas oleh berbagai kalangan, terutama akademisi namun belum
tersosialisasi secara meluas kepada masyarakat umum. Disisi lain, pola-pikir
sebagian masyarakat yang awam dengan dunia pertanian, menganggap bahwa
kelangkaan air itu bukan menjadi tanggungjawab mereka.
Yang dimaksud “Menanam Air” yaitu
menangkap air hujan agar terserap ke dalam tanah. Air hujan yang pada dasarnya
merupakan air bersih, dialirkan ke dalam tanah melalui lubang resapan yang
disebut resapan bioporiyang kemudian
akan tersimpan di dalam tanah. Cara ini pertama kali dicetuskan oleh Dr. Kamir R. Brata seorang peneliti dan
dosen di Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Insitut Pertanian Bogor
(IPB).
Resapan Biopori adalah sebuah lubang
silindris yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah. Biopori sendiri adalah
istilah untuk lubang-lubang di dalam tanah yang terbentuk akibat berbagai
aktifitas micro organisme yang
terjadi di dalam tanah.
Cara membuat lubang biopori cukup
sederhana. Yaitu membuat lubang berbentuk silindris secara vertikal ke dalam
tanah, dengan garis tengah antara 10 – 20 cm dengan kedalaman tertentu. Namun
karena konsepnya sederhana maka kedalaman lubang di buat tidak terlalu dalam
tapi juga tidak terlalu dangkal. Misalnya antara 80 – 100 cm. Agar lubang
peresapan biopori nantinya berfungsi, maka lubang yang sudah dibuat tadi diisi
dengan sampah organik (sampah yang bisa diurai, bukan sampah plastik atau
sejenisnya). Setelah terisi penuh, tutuplah lubang resapan biopori yang kita
buat tadi dengan tanah sisa galian lubang. Catatan : agar resapan biopori ini
bisa berfungsi dalam waktu yang lama, sebaiknya penutup lubang resapan dibuat
kuat misalnya dengan bahan semen (cor). Jika sewaktu-waktu diperlukan untuk
mengisi ulang sampah organik, akan mudah dibuka. Karena sampah organik yang
sudah berada di dalam lubang lambat laun akan berkurang volumenya karena
terurai oleh micro organisme, maka perlu diisi kembali.
Prinsip kerja resapan biopori yang sudah
berisi sampah organik, lambat laun akan memicu biota tanah seperti cacing, semut, rayap, dan akar tanaman yang ada
disekitar resapan biopori akan membentuk rongga-rongga (lubang) di dalam tanah.
Rongga-rongga tersebut berisi udara dan akan menjadi jalan menyalurkan air yang
tertampung untuk kemudian meresap ke dalam tanah.
Manfaat menanam air hujan dengan cara
ini antara lain, (1) meningkatkan jumlah atau volume air yang tersimpan di
dalam tanah. (2) mengurangi laju penurunan tanah. Dengan teresapnya air tanah
yang melimpah, akan mencegah masuknya air laut yang menyebabkan pengeroposan
struktur tanah. (3) mengurangi ancaman terjadinya banjir. Dengan menanam air,
berarti mengurangi volume air yang mengalir di permukaan tanah yang berpotensi
menjadi penyebab bencana banjir. (4) mengubah sampah organik menjadi kompos.
Sampah tersebut akan diurai oleh biota
dan micro organisme tanah seperti
cacing, rayap, semut, dan lainnya menjadi kompos atau humus yang berguna bagi
kesuburan tanah. Selain itu sampah yang diurai tadi akan cepat diemisikan ke
atmosfir, sehingga mengurangi emisi gas karbon dioksida (CO2 dan metan) yang
menjadi biang pemanasan global (global
warming).
Kesimpulan
Menanam Air akan
menjadi efektif, jika kita mau merubah pola pikir yang ditindaklanjuti dengan
perbuatan nyata. Membuat lubang resapan biopori secara massal adalah salah satu
alternatif untuk mengatasi kelangkaan air, yang bisa dilakukan oleh siapapun di
lingkungan sendiri, murah, dan sederhana (tidak menuntut pemikiran dan kaidah
teknologi yang njlimet). Agar gagasan ini bisa terwujud, tentunya dukungan
pemerintah juga dibutuhkan, terkait fasilitasi pemetaan penyediaan daerah
terbuka dan daerah resapan air serta instruksi ke daerah daerah.
___________________________________________________________
Daftar referensi :
10/10/2016 ;http://www.wwf.or.id
10/10/2016 ;http://alamendah.org
11/10/2016 ;http://geografigeografi.blogspot.co.id/
11/10/2016
;http://news.metrotvnews.com
11/10/2016
;http://www.pu.go.id
Achmad Suryana ; 2005.
Makalah. Semiloka Nasional Bidang IPTEK. Kebijakan, Kendala, dan Tantangan
dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional.