Peninggalan Lingga Yoni di Desa Kedungbenda |
Desa Kedungbenda
terletak di Kecamatan Kemangkon, Kabupaten Purbalingga. Desa Kedungbenda di
kelilingi oleh dua sungai besar yang menjadi batas administratif-nya, yaitu
Sungai Serayu di sebelah Selatan dan Sungai Klawing di sebelah Utara desa. Desa
Kedungbenda memiliki luas 397.2 hektare, dengan wilayah yang sebagian besar
berupa tanah pertanian. Maka tak heran jika sebagian peduduknya bekerja sebagai
petani. Selain sebagai petani, penduduk Desa Kedungbenda juga banyak yang
bekerja sebagai penambang pasir, tukang kayu dan tukang nderes (mengambil nira bunga pohon kelapa untuk di jadikan gula
merah).
Selain potensi
pertanian yang besar, Desa Kedungbenda juga memilki potensi pariwisata yang
menjanjikan. Dengan suasana desa yang masih asri, Kedungbenda menyimpan
berbagai wisata alam yang menarik. Salah satunya adalah Congot, merupakan sebuah
tempat dimana aliran dari Sungai Klawing dan Sungai Serayu bertemu sehingga
menciptakan kontras warna yang cantik di antara kedua aliran sungai tersebut.
Dengan suasana yang masih hijau kebiruan dari barisan perbukitan di sebelah Selatan
menambah cantik pemandangan di area ini.
Selain potensi wisata Congot,
Kedungbenda juga memiliki wisata sejarah, yaitu Panembahan Durna/Lingga Yoni.
Lingga Yoni merupakan sebuah situs kuno
peninggalan dari masa Hindu-Budha. Bangunan ini memiliki bentuk berupa batu
besar dengan panjang -/+ 1 m dan berdiameter -/+ 30 cm. Situs ini sangat
berkaitan kental dengan cerita tentang sayembara antara Pandawa dan Kurawa
dalam membuat bengawan atau sungai yang berakhir di laut. Bukan itu saja, Desa
Kedungbenda juga memiliki wisata air di Sungai Klawing, wisata ini menawarkan
panorama sungai Klawing dan Jembatan Linggamas dari atas perahu. Apalagi saat
ini pariwisata di Desa Kedungbenda sedang gencar-gencarnya di bangun.
Setalah kita mengetahui
berbagai potensi yang terdapat di Desa Kedungbenda, mari kita selidik asal usul
desa Kedungbenda agar kita bisa lebih dekat dengan desa ini. “Kedungbenda”
mendengar namanya saja kita pasti bertanya-tanya kenapa desa ini di namakan
seperti itu. Namun ada beberapa opini yang mengatakan bahwa nama itu diberikan
karena banyak masyarakat Desa Kedungbenda pada zaman dahulu yang memiliki
banyak harta. Harta sendiri dalam bahasa Jawa sering di sebut juga dengan bendha/bandha. Dari opini tersebut dapat kita tarik
kesimpulan bahwa “Kedungbenda” memiliki arti sebagai tempat yang masyarakatnya memiliki banyak harta.
Lepas dari opini tadi,
mari kita cari tahu arti kata “Kedungbenda” dengan cara membedahnya.
Kedungbenda terdiri dari dua kata yaitu Kedung
dan Bendha. Kedung dalam bahasa Jawa memiliiki arti sebagai bagian dari sungai
yang sangat dalam. Banyak orang yang mengasumsikan bahwa jika ada orang yang
masuk atau tenggelam kedalam kedung maka
dia tidak akan pernah kembali. Wajar saja jika masyarakat berasumsi seperti itu
karena memang kedalaman kedung yang tidak dapat di perkirakaan. Sedangkan
bendha/bandha dalam bahasa Jawa
memiliki arti harta.
Dari
uraian arti di atas, dapat kita simpulkan bahwa arti atau asal usul nama Desa
Kedungbenda karena desa ini merupakan sebuah tempat yang memiliki banyak
harta/benda baik yang terpendam atau berupa situs-situs sejarah. Hal itu memang
tak dapat di pungkiri sebab sudah banyak benda-benda bersejarah yang di temukan
di Desa Kedungbenda.
Benda-benda tersebut kebanyakan di temuakan
secara tidak sengaja oleh penduduk desa. Ada yang di temukan saat warga akan
membangun pondasi rumah, dan adapula yang di temukan saat
warga sedang bertani. Itu membuktikan bahwa desa Kedungbenda memang kaya akan
benda-benda bersejarah. Benda-benda bersejarah yang pernah di temukan oleh
warga di antaranya adalah berupa koin, alat-alat dapur, dan bebagai jenis
gerabah.
Begitulah sejarah
singkat Desa Kedungbenda yang sudah dipaparkan diatas. Sumber-sumber referensi
yang digunakan untuk menulis sejarah desa ini dari berbagai sumber, diantaranya
dari internet dan wawancara. Semoga tulisan ini bermanfaat.
Sumber
Referensi:
Irkhamudin-story.blogspot.co.id, diakses
tanggal 3 Oktober 2016.
Wawancara dengan Bapak Sahedi, 4 Oktober
2016.
Wawancara dengan Ibu Gonem, 4 Oktober
2016.