Kantor Kepala Desa Pasungginga |
Dari beberapa
sumber yang penulis cari, sejarah Desa Pasunggingan lebih berbau dengan legenda
daripada fakta sejarah. Legenda nama Desa Pasunggingan diperoleh dari turun temurunnya cerita rakyat atau folklore sebagai berikut: Konon, pada
zaman dulu, Desa Pasunggingan masih dikelilingi oleh hutan rimba, dan tidak ada
seorangpun yang berani untuk memasukinya. Hal ini dikarenakan banyak makhluk
lelembut yang mendiami hutan rimba tersebut. Didesa itu, dipenuhi oleh aura
mistis yang sangat terasa dan seolah-olah tidak ada kehidupan nyata didalamnya.
Pada masa
penjajahan Belanda, wilayah itu masih sangat gelap dan menyeramkan, seperti
tujuan Belanda untuk menguasai wilayah Indonesia, Belanda juga bertujuan untuk
menguasai wilayah hutan rimba itu. Namun usaha Belanda itu selalu gagal dan
tidak bisa menaklukan wilayah tersebut, karena bangsa lelembut selalu menggagalkan usaha
mereka. Percobaan untuk menakulkan wilayah tersebut sudah dicoba beberapa kali,
namun selalu gagal. Bukan hanya para penjajah Belanda, penduduk lokal yang
mencoba untuk memasukinya pun selalu mengalami kegagalan.
Hingga suatu
hari, ada seorang msafir yang bernama Mbah Subahir datang kewilayah itu. Mbah
Subahir memiliki kedigdayaan dan kewibawaan yang tinggi, sehingga ditakuti oleh
bangsa lelmbut. Bangsa lelembut mulai terusik dengan kedatangan Mbah Subahir,
sehingga mereka mulai menyusun rencana dan menggagalkan rencana Mbah Subahir
untuk memasuki wilayah tersebut. Berkali-kali bangsa lelembut mulai marah,
karena selalu dikalahkan oleh Mbah Subahir, hingga akhirnya bangsa lelembut
bisa ditaklukan oleh Mbah Subahir.
Setelah daerah
itu ditaklukan oleh Mbah Subahir tidak langsung diberi nama, sempat beberapa
kali bangsa lelembut masih sesekali menyerang. Tapi dengan kegigihan Mbah
Subahir, akhirnya lelembut itu tidak berani lagi menggangu wilayah itu. Hal ini
dikarenakan Mbah Subahir selalu megajarkan ilmu agama dan ilmu kebathinan untuk
melawan lelembut yang bisa menyerang kapanpun. Penyampaian ilmu itu,
dimaksudkan menangkal rayuan-rayuan yang dilakukan kepada para penduduk agar
menjadi pengikut dan budaknya.
Setelah Mbah
Subahir mendiami wilayah itu, para penjajah Belanda mulai melancarkan aksinya
untuk menguasai wilayah yang sudah dikuasai Mbah Subahir dari bangsa lelembut.
Belanda tidak menyerah, mereka mencoba melakukan kerjasama dengan pengikut Mbah
Subahir untuk membantu Belanda. Namun, para pengikut Mbah Subahir tidak mau
bekerjasama dengan para penjajah. Pada saat itu, memang Belanda sedang
gencar-gencarnya melakukan penaklukan kewilayah-wilayah sekitarnya. Konon,
bangsa lelembut juga masih menaruh dendam dengan Mbah Subahir, sehingga mereka
menyusun rencana untuk menyerang kembali. Hal ini juga dilakukan oleh Belanda.
Namun kesempatan ini bisa manfaatkan oleh Mbah Subahir dengan cara mengadu
domba antara bangsa lelembut dan Belanda untuk saling bertempur.
Pertempuran yang terjadi antara
bangsa lelembut dengan bangsa penjajah tidak bisa dielakan lagi, bangsa Belanda
banyak yang menjadi korban, begitu juga bangsa lelembut. Setelah Belanda kalah,
bangsa lelembut tinggal berhadapan dengan pasukan Mbah Subahir. Akhirnya
terjadi pertumpahan darah yang sangat dahsyat, dan bangsa lelembut kalah untuk kesekian kalinya. Akhirnya bangsa lelembut meminta perjanjian dengan Mbah Subahir. Mbah Subahir menyetujui permintaan perjanjian tersebut, yaitu bangsa lelembut menerima kekalahannya namun para pengikut Mbah Subahir
harus membuat penghormatan dihari kelahirannya. Maksud dari penghormatan itu adalah pada malam kelahiranya dibuatkan bubur abang putih sebagai perlambangan yang dapat
memenuhi unsur kekuatan.
Bangsa lelembut akhirnya
memutuskan untuk menyeberang meninggalkan tanah Jawa, namun ditempat mereka yang baru masih tetap menggangu
manusia hingga saat ini. setelah kejadian itu, mengingat pertempuran yang menelan banyak korban dan pertumpahan darah, maka Mbah
Subahir member nama tempat itu dengan nama "PASUNGGINGAN” yang mengandung arti dipapah, diusung,
ana ing pengging, Hyang ana ing Khayangan. Pengging sendiri berarti pertumpahan darah.
Begitulah cerita Sejarah Desa Pasunggingan.
Sumber:
miswansaputra.blogspot.com/2015/11/sejarah-singkat-desa-pasunggingan, diakses tanggal 15 Oktober 2016.