Pada awal tahun 2016 ini muncul kasus-kasus
yang membuat geleng-geleng kepala kita. Dari pejabat hingga rakyat, dari bupati
termuda yang tersandung narkoba hingga seorang anak yang diduga masih duduk
dibangku SMP memposting foto-foto tidak senonoh di media sosial. Seolah
mereka lupa (dilupakan) sebuah “pabrik” moral bernama keluarga.
Keluarga merupakan tempat pertama dan utama
dalam membentuk pondasi karakter anak. Sesuai dengan resolusi majelis umum PBB,
fungsi dari keluarga adalah wahana untuk mendidik, mengasuh, dan
mengembangkan kemampuan dari semua anggota, agar menjalankan fungsinya di
masyarakat dengan baik, serta memberikan suatu kepuasan guna tercapainya
keluarga yang sejahtera.
Sedangkan konsep keluarga dalam ajaran
Islam adalah keluarga yang sakinah, mawadah, dan rohmah.
Keluarga Islam ini memiliki nilai cinta, komitmen, kasih sayang, tanggung jawab, serta komunikasi yang baik. Keluarga yang didasari oleh nilai-nilai itu adalah tempat yang sangat baik untuk perkembangan anak agar tumbuh secara maksimal.
Keluarga Islam ini memiliki nilai cinta, komitmen, kasih sayang, tanggung jawab, serta komunikasi yang baik. Keluarga yang didasari oleh nilai-nilai itu adalah tempat yang sangat baik untuk perkembangan anak agar tumbuh secara maksimal.
Dalam keluarga ada sosok yang perannya sangat sentral, yaitu wanita sebagai
seorang ibu. Ada sebuah kata hikmah, “wanita adalah tiang negara, apabila
wanitanya baik maka negara akan baik dan apabila wanitanya rusak negarapun akan
ikut rusak”. Namun Pertanyaanya, tantangan dan peran apa saja yang diemban oleh
seorang wanita dalam kehidupan keluarga?
Tantangan Masa Kini
Dalam pergeseran zaman dewasa ini, banyak
faktor negatif yang mempengaruhi keluarga. Bila dilihat, saat ini seolah kasih
sayang bergeser ke arah emosional dan rumah hanya sebagai tempat
pertumbuhan anak secara fisik. Banyak wanita lebih memilih kepentingan karier
demi kebutuhan ekonomi dibandingkan kepentingan keluarga.
Jumlah wanita yang memilih bekerja di luar
rumah semakin meningkat, apalagi banyak suara yang mendorong untuk
berperan aktif dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga. Banyak ibu setelah
melahirkan usia dua bulan akan meninggalkan anaknya dengan
pengasuhnya, atau ditaruh di tempat penitipan anak (TPA). Padahal
pemisahan ini akan berimbas mengurangi ikatan emosional antara ibu dan anak.
Walaupun jumlah wanita di Indonesia mendominasi
dibandingkan dengan jumlah pria, namun kualitas pola asuh masih jauh dari kata
ideal. Perubahan zaman yang sangat cepat memerlukan kemampuan yang cepat juga
untuk beradaptasi mengasuh anak-anak. Kemiskinan dan problematika hidup masih
tersebar dalam kehidupan keluarga Indonesia. Akibatnya keadaan tersebut akan
meningkatkan dampak negatif terhadap kualitas pengasuhan anak.
Hal ini dapat dilihat dari banyaknya
tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anggota keluarga, baik kekerasan yang
dilakukan oleh suami terhadap istri, istri terhadap suami, dan kekerasan ibu
terhadap anaknya, atau yang lebih parahnya kekerasan anak terhadap ibunya. Oleh
karena itu, perlu penguatan peran seorang ibu dalam keluarga.
Peran Wanita
Menurut teori sosiologi, fungsi keluarga
adalah “pondasi masyarakat”. Sosok sentral yang meletakan pondasi itu adalah
wanita. Peran ini sangat penting sekali, karena sebagai pembentuk kepribadian
seorang anak. Ada beberapa kebutuhan fundamental yang harus dilakukan oleh
wanita agar karakter anak tumbuh dengan baik, dan semua ini tergantung pada
peran wanita sebagai seorang ibu.
Pertama, kebutuhan kedekatan
psikologis. Kedekatan psikologis ini harus ditanam sejak lahir, karena dengan
kedekatan ini, maka anak akan merasa diperhatikan dan menimbulkan rasa
aman. Seorang ibu yang dapat membuat erat ikatan emosional akan membuat
kepribadian anak semakin menjadi baik. Seorang anak yang sejak kecil dekat
dengan ibunya, maka akan secara otomatis akan baik kepada anggota keluarga
lainnya.
Kedua, kebutuhan rasa aman.
Kebutuhan rasa aman ini akan mempengaruhi kepribadian anak. Sebab apabila rasa
aman ini tidak ada, maka anak cenderung akan mengalami stress. Hal ini dapat
mengurangi nafsu makan anak, sehingga kebutuhan gizi anak akan tertanggu.
Sebaliknya, apabila rasa aman ini didapatkan, maka akan meningkatkan daya serap
gizi, sehingga proses pertumbuhan akan menjadi maksimal.
Ketiga, kebutuhan stimulasi
ragawi. Stimulasi ini bisa diukur dari sentuhan-sentuhan perhatian ibu terhadap
anak, seperti mengelus rambutnya, menggendong langsung, dan mencium
dengan penuh kasih sayang. Kebutuhan dasar ini hanya bisa dipenuhi oleh
keluarga yang mempunyai nilai-nilai harmonis. Dan tentunya hal ini membutuhkan
peran besar dari orangtuannya, terutama ibu.
Kebutuhan-kebutuhan ini yang harus
dilakukan ibu kepada anaknya jika menginginkan generasi muda yang sehat secara
jiwa raga. Komitmen orangtua dalam mengasuh anak ini sangat diperlukan karena
pertumbuhan anak akan ditentukan pada pendidikan tahun pertama. Waktu
pertumbuhan anak tidak akan bisa mengikuti kesibukan dan ketersedian waktu
orangtua. Maka perlu pembagian yang jelas antara kedua orangtua, siapakah yang
akan menyediakan waktu lebih banyak bagi pengasuhan dan pendidikan anak. Dan
biasanya, ibu akan menjadi garda terdepan untuk hal ini.
Peran pengasuhan ini berkaitan dengan
kualitas generasi penerus bangsa yang akan membentuk peradaban bangsa nantinya.
Peran pengasuhan tersebut akan menentukan keberlangsungan suatu sistem sosial
yang kuat. Jika dibandingkan dengan peran lainnnya dalam kehidupan, peran
mengasuh anak sama mulianya dengan peran bapak mencari nafkah.
Perempuan yang memilih peran sebagai ibu rumah tangga harus
diapresiasi. Mereka adalah pengasuh, pembentuk generasi muda, dan
penentu arah masa depan bangsa. Mari kita maskimalkan kontribusi kita
sebagai seorang ibu, karena wanita adalah tiang negara. (*)
Tulisan Istri dimuat di SatelitPost. Lihat DISINI