Dalam naskah Babad Onje nama Sayyid Kuning tidak disebut, yang disebut adalah
sebuah nama Ngabdulah Syarif yang berasal dari Timur Tengah dia bertemu dengan Syarif
Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) di Cirebon dan ditugaskan untuk melakukan
Islamisasi di Purwokerto tepatnya di desa Karangluas bersamaan dengan Syekh
Madum Wali dan Syekh Madum Umar. Syekh Madum wali mempunyai Pondok Pesantren
dan Ngabdulah Syarif diperbantukan untuk mengajar di pesantren tersebut. Karena
di tanah Onje belum ada yang mendalami ilmu agama, sewaktu Adipati Onje II yang
masih mempunyai hubungan keluarga dengan Syekh Madum Umar yang merupakan mertua
dari Adipati Onje II yang mempunyai istri Keling Wati dan merupakan anak dari
Syekh Madum Umar, setelah mengetahui ada pemuda mengajar mengaji di pondok tersebut
maka diambilah ia sebagai Imam sekaligus dinikahkan dengan anak wanitanya yang
bernama Kuning Wati dan Ngabdulah Syarif menetap di Onje setelah Ngabdulah
Syarif menjadi penghulu ia akrab dipanggil Raden Sayyid Kuning.
Untuk membandingkan sejarah yang sebenarnya berdirinya Masjid Sayyid
Kuning, perlu dikemukakan tentang legenda masjid Raden Sayyid Kuning. Legenda
yang berkenaan dengan masjid Raden Sayyid Kuning merupakan suatu keunikan
tersendiri bagi setiap bangunan yang bersifat sakral. Legenda-legenda tersebut
kecuali mengandung nilai filosofis yang tinggi, juga dapat dicari nilai-nilai
sejarah yang ada di dalamnya. Legenda tentang masjid Raden Sayyid Kuning,
meskipun semua tidak berkenaan dengan sunan, namun dalam hal ini sunan
menduduki tempat yang penting.
Sejarah Masjid Raden Sayyid Kuning diambil dari kisah Babad Onje yang merupakan cikal bakal
kabupaten Purbalingga. Menurut para sesepuh desa Onje, keberadaan masjid Onje
sebenarnya jauh sebelum adanya desa onje. Diceritakan bahwa sebelum datangnya
seorang tokoh ke tempat, yang kemudian bernama desa Onje sudah ada masjid di
desa tersebut. Tokoh tersebut bernama Ki Tepus Rumput. Diceritakan oleh tokoh
sesepuh desa Onje bahwa masjid tersebut yang mendirikan adalah para Wali Sanga.
Meskipun dikisahkan bahwa tidak semua ikut mendirikan. Disebut yang ikut
mendirikan masjid adalah Sunan Ampel,
Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati, Sunan Kalijaga. Kelima sunan
tersebut di atas sebelum masuk ke Onje, terlebih dahulu mendirikan masjid di
Desa Keramat Kabupaten Tegal. Kemudian, di desa Gunung Jimat Kabupaten
Pemalang. Di tempat itulah bertemu dengan Syekh Maulana Mahribi yang mempunyai
nama lain Ki Tepus Rumput.
Syekh Maulana Mahribi di tempat tersebut sedang mengejar Syekh Jambu
Karang yang lari ke Gunung Jim Belik. Kemudian Syekh Maulana Mahribi menyuruh
kelima sunan tersebut untuk pergi ke arah selatan (desa Onje, Purbalingga).
Kalau kelima sunan itu tidak pergi ke selatan (Onje) maka Syekh Jambu Karang
tidak akan keluar dari Gunung Jimat. Kelima sunan seperti diatas adalah Sunan
Ampel, Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati dan Sunan Kalijaga.
Para sunan tersebut sebelum mendirikan masjid Onje bermusyawarah
terlebih dahulu di tepi sungai Tempuran Tiga atau yang lebih dikenal Kedung Pertelu. Diceritakan bahwa,
sehabis bermusyawarah para sunan pergi naik menuju tempat untuk mencari kiblat,
tempat inilah yang sekarang menjadi perempatan tempat di depan masjid sekarang.
Ternyata dari kelima sunan tersebut ada seseorang sunan yang tidak ikut naik
dan masih berada di sungai, yaitu Sunan Gunung Jati. Yang ternyata sedang
mengiringi batu dari tepi sungai. Batu-batu itulah yang digunakan untuk benteng
masjid sebelah selatan dan sampai sekarang benteng tersebut masih berdiri
meskipun masih dipermanen.
Sunan Kalijaga juga telah member isyarat kepada sunan lainnya untuk
mencari arah kiblat. Maka, Sunan Kali Jaga menghadap ke utara, timur, selatan,
barat dan beliau mengajungkan jari kearah barat batu kiblat. Kemudian para
sunan lainnya menuju kearah barat. Hanya sunan Gunung Jatilah yang tidak ikut
dikarenakan sedang memasang batu di sebelah selatan.
Menurut para sesepuh desa Onje yang memahami sejarah, masjid didirikan
jam satu malam sesudah shalat tahajud. Sesudah menegakan tiang empat yang
terbuat dari tatal, kemudian memasang selorok dan kemudian memasang atap yang
terbuat dari ijuk abyad. Setelah
selesai mendirikan tiang atau saka empat dan atapnya, diteruskan membuat mimbar
bedug, satu batu dipasang disebelah
timur tepatnya di bawah atap tetesan air (tritisan/titikan).
Para sunan belum sempat membuat pagar mereka meneruskan perjalanan/pindah ke
Demak.
Diceritakan bahwa pada masa Kadipaten Onje, masjid yang sudah berdiri
tersebut diteruskan pengelolaannya oleh Ki Tepus Rumput dan putra angkatnya,
yaitu Adipati Onje II yang bernma Nyokropati. Pada masa inilah datang seorang
penyebar agama Islam ke Kadipaten Onje, yaitu Raden Sayyid Kuning yang
mempunyai nama asli Ngabdulah Syarif Raden Sayyid Kuning beliau meneruskan
dalam mengelola masjid bahkan menjadi Imam masjid pertama. Ngabdulah Syarif
Sayyid Kuning sebelum datang ke Kadipaten Onje, beliau mengajar/mengaji kepada
Sunan Drajad. Kemudian menyebarkan agama Islam ke Karang Lewas, Purwokerto. Di
tempat inilah beliau bertemu dengan Kiai Arsayuda menantu Arsantaka dan
bersama-sama menyebarkan agama Islam bersama dengan Syekh Mahdum Wali dan Syekh
Mahdum Umar. Namun Sayyid Kuning meneruskan ke Kadipaten Onje (Kabupaten
Purbalingga sekarang) dan dijadikan menantu Adipati Onje.
Raden Sayyid Kuning membuat dari Kayu Sidaduri. Namun bedug tersebut diberikan kepada
murid/santrinya yang berasal dari Purbasari. Kemudian Raden Sayyid Kuning
membuat bedug lagi yang terbuat dari
kayu Duren Siklambi. Konon kayu tersebut adalah pohon yang sering digunakan
oleh Adipati Onje II untuk menggantungkan baju sewaktu dia mandi di Sungai
Paingen, maka pohon tersebut dinamai Pohon Duren Siklambi. Ada yang pernah
mengatakan bahwa bedug masjid Onje
berbunyi sendiri. Pada suatu ketika memang ada orang yang mendengar bedug berbunyi sendiri tanpa ada yang
memukulnya. Ada pula yang pernah mengalami kejadian aneh yaitu seorang peziarah
yang sedang melakukan mujahadah ritual
di masjid menceritakan bahwa mendengar adannya suara kletek-kletek. Kemudian, dicari oleh orang tersebut ternyata tidak
ada apa-apa. Disamping itu, ada juga orang yang mengalami kejadian aneh lainnya
yaitu suara seperti motor distarter dari arah bedug, kemudian orang tersebut mendekati bedug dan disenteri, ternyata welulang
bedug bergerak keluar masuk. Dan orang tersebut keluar dari masjid dengan
lari ketakutan.
Diambil dari Berbagai sumber