Penulis
: Arif Saefudin, M.Pd.
Dwi Suyoko
Penerbit
: Gema Media
Tahun
Terbit : 2015
Ukuran
: xii x 162 halaman, 14x21 cm
ISBN
: 978-602-72323-8-9
Syukur alhamdulliah senantiasa bersukur terhadap kehadirat Allah
SWT atas terbitnya antologi karya-karya kompetisi yang telah diikuti selama
kurun waktu tahun 2015 ini. Buku ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan yang
sudah diikuti dalam kompetisi-kompetisi yang beskala provinsi, regional maupun
nasional. Penerbitan buku ini merupakan langkah awal untuk mengabadikan
pemikiran-pemikiran yang sudah tertuang dalam bentuk tulisan, sehingga tidak
sia-sia yang hanya tersimpan dalam bentuk file atau bahkan akan hilang.
Seperti pepatah Yunani, Verba volant, scripta manent yang
mempunyai arti bahwa sesuatu yang hanya diucapkan akan hilang bersama angin,
tapi yang tertulis akan abadi. Hal ini memang benar adanya, karena sesuatu yang
diucapkan sebagus apapun kalau tidak direkam (dalam bentuk tulisan atau rekaman
suara/vedio) maka akan hilang bersama angin, tetapi sesederhana apapun
pemikiran kalau dituangkan kedalam bentuk tulisan tentu akan abadi selamanya.
Bangsa kita mungkin mempunyai kelemahan didalam menuangkan ucapan kedalam
bentuk tulisan, kalau kita diajak untuk cerita diwarung kopi mungkin bisa
menghabiskan waktu sampai berjam-jam tapi untuk menulis satu paragraf maka akan
sangat berat meski hanya beberapa menit.
Bahkan bila melihat sejarah Indonesia, justru banyak yang ditulis oleh
sarjana luar yang mempunyai minat dan kemampuan yang baik dalam membuat
tulisan. Sebut saja catatan-catatan dari Cina dan Eropa yang mencatat
perjalanan mereka ketika singgah di Indonesia. Atau buku History of Java
yang ditulis oleh Thomas Stamford Raffles selama menjadi gubernur jendral dan
masih banyak contoh-contoh yang lainnya.Tradisi menulis ini yang harus kita
tumbuhkan dan pupuk bersama. Terlebih untuk para generasi muda sekarang yang lahir
dalam pusaran teknologi canggih atau sering disebut sebagai ‘generasi menunduk’
karena tidak bisa terlepas dari gadget. Kalau kita tidak bijak dalam
menggunakan teknologi, maka teknologi yang akan mengendalikan pola pikir kaum
muda yang serba hedonis dan konsumtif.
Untuk menumbuhkan budaya menulis ini memang tidak mudah, karena harus
berjuang ekstra keras untuk memilih dan mencari anak yang rela ‘meletakkan’ gadgetnya
sebentar demi berkarya untuk mengikuti kompetisi. Tentu sebagai seorang guru,
tugas kita selain mentranformasikan ilmu juga harus berkarya dan mendampingi
peserta didik yang mau dan mempunyai potensi yang terpendam. Awalnya memang
akan menemui kesulitan, tapi kalau sudah menemukan cemistry maka seberat
apapun kesulitan itu akan dilalui dengan kegembiraan. Kegembiraan ini yang
selalu membuat ‘haus’ akan kompetisi, baik dalam bentuk LKTI, Esai atau segala
sesuatu yang berkaitan dengan tulisan. Rutinitas dikelas akan membuat peserta
didik tidak sadar, bahwa semua itu akan membuang kesempatan untuk berkarya dan
memperoleh pengalaman yang jauh lebih menarik dibandingkan hanya didalam kelas.
Tulisan-tulisan ini bisa dikategorikan menjadi 3 (tiga macam), yaitu
kategori sejarah, sosial budaya dan pendidikan. Dalam penyusunannya diurutkan
dari kompetisi yang paling awal hingga yang terakhir diikuti. Kompetisi pertama
yang diikuti adalah pekan sejarah yang diselenggarakan oleh Universitas Negeri
Semarang pada tanggal 28 Oktober 2013 dengan judul ‘Pemuda: Penentu Masa Depan
Bangsa’. Dalam lomba ini, level kompetisinya hanya se-Jawa dan Bali, dan untuk
esai nya mendapatkan juara ke-2. Selanjutnya pada bulan Maret 2015, Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah mengadakan lomba Lawatan Sejarah
yang diikuti oleh Kabuaten se-Jawa Tengah pada 18-20 Maret 2015 di Pemalang,
Jawa Tengah. Tulisan lawatan sejarah ini sebenarnya berbentuk LKTI, yang
membahas tentang kepahlawanan Usman Janatin, dan setelah dirubah menjadi bentuk
esai berjudul ‘Dari Kota Perwira Menjadi Patriot Bangsa: Refleksi Kisah Perjuangan
Usman Janatin’ dan memperoleh Juara 1 Tingkat Provinsi Jawa Tengah.
Setelah itu, melanjutkan kejenjang regional yang diikuti oleh tiga
provinsi, yaitu provinsi Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur pada tanggal 7-10
April 2015 di Madura. Tema yang ditawarkan pun sekitar Madura, bentuk
karyanyapun masih LKTI, tapi setelah dibentuk menjadi sebuah esai maka berjudul
‘Pangeran Trunojoyo: Pahlawan Atau Pembrontak?’, dalam lomba ini ‘disayangkan’
hanya menempati juara ke-3. Sehingga tidak bisa mewakili tingkat regional untuk
bertarung dilevel nasional, karena yang mewakili hanya peringkat 1 dan 2. Dari
peristiwa itu lah yang akhirnya mendorong untuk merasakan juara dilevel
kompetisi-kompetisi skala nasional.
Selang beberapa bulan, tepatnya pada bulan Mei, Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia mengadakan lomba esai tingkat nasional dengan
tema ‘Inovasi Budaya Maritim Nusantara’, lomba ini dibilang sangat banyak
peminatnya, karena hadiah yang ditawarkan pun sangat besar, yaitu dengan total
64 juta. Peserta yang masuk kepanitia ditaksir sekitar 1053 naskah dan hanya
dipilih 15 naskah terbaik dari seluruh Indonesia. Naskah yang dikirim berjumlah
2 naskah, dengan judul ‘Memayu Hayuning Bawana: Kearifan Lokal
Untuk Kejayaan Global’ dan ‘Membangunkan Raksasa yang Tertidur: Memulai
Revolusi Biru dari “Kaca Spion”. Naskah pertama yang akhirnya terpilih menjadi
15 finalis untuk presentasi, namun disayangkan belum secara maksimal
memperoleh prestasi dilevel ini, yaitu hanya menduduki peringkat ke-8 dari 15
finalis.
Kompetisi berikutnya diadakan oleh Universitas Gajah Mada dengan tema
‘Membangun Generasi Muda Berjati Diri ke-Indonesia-an’ pada tanggal 12
September 2015 di Yogyakarta. Dalam kompetisi ini hanya menempati peringkat
ke-13, yang diundang untuk mengikuti seminar nasional. Tema esai yang diajukan
adalah ‘Historia Vitae Magistra: Menanamkan Jiwa Nasionalisme
Kepada Pilar Bangsa’. Setelah itu, kompetisi Parlemen Remaja dari DPR-RI yang
bekerjasama dengan Universitas Indonesia menjadi sasaran berikutnya, dengan
tema ‘Menuju Parlemen Modern’ untuk ditujukan pada para pelajar tingkat SMA,
tema yang dibuat dalam kompetisi ini yaitu ‘Realita DPR Kita: Parlemen atau
Preman?’, Dalam kompetisi ini juga dimuat tentang cita-cita masa depan dengan
judul ‘From Zero To Hero: Tidak Pernah Putus Asa untuk Mencapai Asa’,
namun dalam kompetisi ini panitia dirasa kurang profesional, karena naskah yang
dikirim tidak sampai ketangan panitia, padahal dipelacakan pos sudah terkirim
kepanitia.
Pada tanggal 21 November 2015, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja
Bali mengadakan kompetisi Gema Lomba Karya Esai Nasional dengan tema ‘Memetakan
Problematika Pendidikan di Indonesia’, lomba ini diperuntukan untuk tingakat
SMA dan Perguruan tinggi. Judul yang diajukan dalam lomba ini adalah ‘Revolusi
Pendidikan: Paradigma Struktural Fungsional ke Prosesual’, dikompetisi ini
mendapatkan Juara 1 Tingkat Nasional, dan berhak membawa piala kayu ukiran Dewa
Ganesha. Sebelum itu, pada bulan September 2015, KPK mengadakan teacher
supercamp untuk para guru-guru, namun sayang hanya masuk nominasi, judul
dalam kompetisi ini adalah ‘Pribumisasi Antikorupsi: Visualisasi Nilai-Nilai
Antikorupsi di Rumah dan Sekolah’.
Kemudian
pada tanggal 21-25 November 2015, Kemendikbud mengadakan kompetisi Simposium
Guru Nasional 2015 yang merupakan event pertama diadakan, peserta yang
mendaftar mencapai 3366 guru dari seluruh Indonesia dan hanya diambil 250
peserta, dan penulis merupakan salah satunya. Judul yang diajukan dalam
simposium ini adalah ‘Potret Pembelajaran Sejarah Isu Kontroversial di SMA
Negeri Banyumas’. Selain kompetisi-kompetisi tadi, ada beberapa kompetisi yang
sampai awal Desember 2015 masih berlangsung penjuriannya, seperti ‘Guruku
Bermutu Menginspirasi Sepanjang Waktu’ dan satu naskah ditulis dalam
memperingati hari guru 25 November 2015 yang berjudul ‘Menjadi Pahlawan (Guru)
versi Modern’.
Akhirnya,
dalam setiap kompetisi pasti membuahkan kemenangan dan kekalahan. Tapi bukan
itu yang penting, justru menumbuhkan tradisi menulis itu yang menjadi tujuan
utamannya. Penulis berharap dan mengingatkan (terutama kepada penulis sendiri)
untuk selalu bersemangat dalam menumbuhkan tradisi menulis, sehingga dapat
menularkan kepada setiap peserta didik dan khalayak umum disekitar kita untuk
selalu belajar mengabadikan pemikiran kita dalam bentuk tulisan. Sebab seperti
pepatah Yunani diatas, bahwa yang terucap akan terbang bersama angin, yang
tertulis akan abadi.
Selamat
membaca dan berkarya!
Purbalingga, 30 November 2015
Penulis,