KTI Juara I oleh Dwi Suyoko pada Lawatan Sejarah TIngkat Provinsi yang diadakan di Pemalang pada tanggal 18-20 Maret 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pembentukan
negara Federasi Malaysia yang terdiri dari Malaysia, Singapura, Brunai,
Serawak, dan Sabah menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi Indonesia. Hal ini
di tentang oleh Presiden Soekarno yang menganggap bahwa pembentukan Federasi
Malaysia adalah suatu bentuk neo-Kolonialisme Inggris yang membahayakan
revolusi Indonesia yang belum selesai. Selain Indonesia, Filipina juga
menentang pembentukan Federasi Malaysia, karena secara historis dan yuridis,
Sabah yang akan dimasukkan ke dalam Federasi Malaysia adalah wilayah Sultan
Suluyan yang disewakan kepada Inggris. Akibatnya, timbul ketegangan antara
Indonesia, Filipina, dan persekutuan Tanah Melayu.
Berbagai
usaha di lakukan untuk menyelesaikan ketegangan antara kedua negara tetangga
ini. Pertemuan Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Tengku Abdul Rachman yang
diadakan di Tokyo pada tanggal 1 Juni 1963 berhasil sedikit meredakan
ketegangan untuk sementara waktu. Kemudian dilakukan pertemuan lainnya antara
pejabat dari tiga negara yaitu Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Pertemuan
para Menteri Luar Negeri yang dilakukan di Manila pada 7-11 Juni 1963 ini,
menghasilkan menghasilkan pokok-pokok pengertian mengenai masalah-masalah yang
timbul antara ketiga negara itu dan disepakati adanya konferensi puncak
yangyang dilakukan di Manila tanggal 31 Juli sampai 5 Agustus 1963.
Ketika
suasana sudah hampir mereda pada tanggal 9 Juli 1963 Perdana Menteri Malaysia,
Tengku Abdul Rachman menandatangani dokumen persetujuan dengan Pemerintah
Inggris di London mengenai pembentukan Negara Federasi Malaysia yang
direncanakan akan dilaksanakan pada tanggal 31 Agustus 1963. Tindakan ini
menimbulkan ketegangan baru, dimana Pemerintah Filipina dan Indonesia tidak
mengakui berdirinya negara Federasi Malaysia.
Indonesia
mengecam dengan tegas pembentukan Federasi Malaysia. Pernyataan resmi tentang
politik konfrontasi “ Ganyang Malaysia “ dinyatakan pada rapat umum 11 Februari
1963, yang disusul dengan pengumuman resmi pada 13 Februari 1963. Untuk mendukung
maksud ini, dilancarkan konfrontasi bersenjata yang dilakukan oleh sukarelawan,
sebagian ABRI (Angkatan Bersanjata Republik Indonesia) dan sebagian masyarakat
luas berdasarkan DWIKORA (Dwi Komando Rakyat).
Para
pasukan sukarelawan dan ABRI dikirim ke wilayah-wilayah yang telah ditentukan
sebelumnya. Salah seorang tentara sukarela yang dikirim bernama Usman bin Haji
Muhammad Ali alias Usman Janatin. Berdasarkan surat SP. KKO No. 05/Sp/KKO/64
dan Spd KOTI No. 288/KOTI/8/64, 27 Agustus 1964, Usman Janatin ditugaskan ke
wilayah basis II A KOTI. Ia berangkat menuju Pulau Sambu sebagai sub basis
dengan menggunakan kapal jenis MTB ( Motor Torpedo Boat ). MTB adalah jenis
Kapal berpeluncur torpedo. Kemudian Usman Janatin bergabung dengan tim Brahma I
dibawah pimpinan Kapten Laut Paulus Subekti. Tim Brahma I ini adalah tim yang
bertolak ke daerah tugas sub Basis X. Sub basis ini adalah bagian dari basis II
A KOTI yang daerahnya meliputi Malaysia dan Singapura.
Usman
Janatin bersama dua rekannya, pada 9 Maret 1965 mendapat tugas untuk melakukan
penyusupan ke Singapura. Tugas tersebut menempatkan Usman Janatin bertindak
sebagai pemimpin dari anggotanya Harun bin Haji Mahdar dan Gani bin Gani Aroef.
Setelah berhasil menyusup dan memasuki wilayah Singapura dan melakukan
pengamatan, ketiga prajurit ini sepakat untuk meledakan Hotel Mac Donald yang
terletak di Singapura (Soedarmanta, 162-163).
Penulisan
tentang Konfrontasi Indonesia Malaysia memang sudah banyak ditulis sebelumnya.
Namun pada penulisan-penulisan sebelumnya lebih banyak mengenai peristiwa
Konfrontasi Indonesia Malaysia secara umum saja. Penulisan ini terfokus pada
kisah perjuangan tokoh yang bernama Usman Janatin ketika menjalankan tugas
rahasia yang diberikan pada saat terjadinya konfrontasi Indonesia Malaysia.
Kurangnya
pemahaman generasi muda terhadap tokoh Pahlawan Indonesia membuat penulis
tertarik untuk melakukan penelitian ini. Sehubungan dengan itu penulis
mengambil judul “Refleksi Kisah Perjuanngan Usman Janatin dalam Pembentukan
Karakter Bangsa“.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan
Karya tulis ini adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana Biografi singkat Usman Janatin?
2.
Bagaimana Masa Perjuangan Usman Janatin?
3.
Bagaimana pengaruh Usman Janatin dalam Pembentukan
karakter Generasi Muda?
C. Tujuan
Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian
adalah sebagai berikut:
1.
Tujuan secara umum
a.
Dapat menerapkan atau
mempraktekkan teori metodologi sejarah, khususnya yang berkaitan dengan sejarah
kemerdekaan;
b.
Menyusun karya sejarah yang
mengandung unsur objektivitas tinggi, sehingga menuliskan suatu peristiwa atau
keadaan yang sebenarnya tanpa memihak siapapun.
2.
Tujuan khusus
a.
Untuk mengkaji biografi
singkat Usman Janatin;
b.
Untuk mengkaji masa
perjuangan Usman Janatin;
c.
Untuk mengetahui pengaruh
Usman Janatin dalam menjalankan tugas dari negara.
D.
Manfaat Penelitian
Berdasarkan
dari Tujuan penelitian di atas manfaat dari penulisan karya tulis ini
adalah sebagai berikut:
1. Generasi
muda dapat mengetahui biografi Usman Janatin.
2. Dapat
mengetahui perjuangan Usman Janatin dalam membela bangsa dan negaranya.
3. Dapat
membangkitkan semangat Nasionalisme dan Patriotisme pada Generasi Muda.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi
Singkat Pahlawan Usman Janatin
Usman
Janatin
adalah salah satu dari dua anggota KKO (Korps Komando Operasi, kini disebut
Marinir) Indonesia yang ditangkap di Singapura pada saat terjadinya Konfrontasi
dengan Malaysia.
Sersan
Dua KKO Anumerta Usman Janatin bin H. Ali Hasan dihukum gantung bersama dengan Harun Said oleh pemerintah Singapura pada Oktober
1968 dengan tuduhan meletakkan bom di wilayah pusat kota Singapura yang padat
pada 10 Maret 1965. Atas jasa-jasa beliau Pemerintah Kabupaten Purbalingga
mendirikan Taman Usman Janatin, ini salah satu taman yang dibuat sebagai tanda
kehormatan bagi Pahlawan
Usman Janatin. Ia dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta (http://www.pahlawanindonesia.com/biografi-pahlawan-usman-janatin/).
Berikut
ini riwayat hidup Usman Janatin yang penulis dapatkan dari musium Usman
Janatin:
Nama : Djanatin alias Oesman
bin H. Moch. Ali
Pangkat : SERSAN KKO. Anumerta Nrp.
23352
Bangsa/Agama : Indonesia/Islam
Tempat/tgl.
Lahir : Purbalingga/Banjumas, tgl.
18-3-1943
Putra dari : H. Moch. Ali
Kawin/Nama
istri : Belum kawin
Pendidikan
umum :
1. S.R Tamat
2. SMP Tamat
Karier
dalam angkatan laut:
1. Kepangkatan
a. Tgl.
1-6-1962, Prako III
b. Tgl.
1-3-1963, Prako II
c. Tgl.
1-4-1965, Prako I
d. Tgl.
1-3-1968, Kopko
e. Tgl.
1-10-1968, Srd. KKO
f. Tgl.
17-10-1968, Sra. KKO. Anumerta
2. Jabatan-jabatan
a. Tgl.
1-6-1962 Jon III KKO. AL.
b. Ops.
“A”/G-I/KOTI. Team Brahma I berdasarkan :
1) SP.KKO. No.
05/SP/PMS/KKO/64. tgl. 27-8-1964.
2) SPD KOTI
No. 288/KOTI/64. Tgl 27-8-1964.
3. Tanda-tanda
jasa yang dimiliki
a. Satya
Lantjana Trikora
b. Satya
Lantjana Dwikora
c. Satya
Lantjana Bhakti
B.
Masa
Perjuangan Usman Janatin
Sejarah Pahlawan Serda KKO Usman bin H. Ali tidak bisa dipisahkan dengan
diumumkannya Dwi Komando Rakyat atau DWIKORA Pada tanggal 3 Mei 1964. Berdasarkan
Keputusan Presiden RI No. 95 tahun 1964 tentang pengerahan para Sukarelawan
Indonesia dalam rangka pengganyangan dan penghancuran proyek neo – Kolonialisme
“Malaysia“, pada masa itu banyak para sukarelawan yang diberangkatkan ke Daerah
Persiapan di Kepulauan Riau dan Kalimantan.
TNI Angkatan Laut selain mengirimkan Brigade Pendarat Korps Komando juga
mengirimkan sukarelawan terdiri dari anggota militer maupun pegawai negeri dan
karyawan sipil. Diantara para sukarelawan terdapat KKO yakni Kopral KKO Usman
bin Haji Mochamad Ali yang diberangkatkan dan bertugas di Daerah Kepulauan Riau
sebagai Pejuang prajurit. Dengan menggunakan kapal Meriam ( gunboat ) Kopral
KKO Usman dan kawan-kawan langsung menuju ke Pulau Sambu untuk mengabungkan
diri dengan Sukarelawan lainnya dalam Tim Brahma I dibawah pimpinan Kapten KKO
Paulus Subekti. Di Pulau Sambu Usman alias janatin bin H. Moch. Ali berjumpa
dengan Harun alias Tohir bin Said dan seorang sukarelawan lainnya bernama Gani
bin Aroeb yang untuk selanjutnya di tempatkan di Pulau Layang guna menyiapkan
diri melaksanakan tugas. Pada tanggal 9 Maret 1965 mereka mendapat tugas
menyusup di Singapura untuk melaksanakan sabotase terhadap instalasi
pemerintah.
Pada pertengahan malam disaat kota Singapura mulai berangsur-angsur sepi
mereka bertiga sesuai dengan rencana pada sore harinya mulai menyusuri Orchard Road, dimana terletak Hotel Mac Donald yang diantara penghuninya
terdapat Perwira, swasta Inggris maupun warga asing lainnya. Untuk beberapa
saat lamanya Usman dan rekannya belum berhasil melaksanakan tugas, sebab
situasi sekitar Hotel Mac Donald
belum memungkinkan karena masih ramai, namun demikian akhirnya Usman dan dua
anggota KKO lainnya berhasil juga meletakkan bom di gedung tersebut. Hasil
gemilang Usman dan dua sukarelawan Indonesia tersebut, hanya dengan bahan
peledak 12,5 kg telah berhasil menghancurkan apartemen (flat) Hotel Mac Donald di
Orchard Road. Ledakan bom menimbulkan
kerusakan berat pada dua puluh buah toko disekitar hotel tersebut,
menghancurkan dua puluh empat buah kendaraan / mobil, disamping enam orang
meninggal dan tiga puluh lima orang mengalami luka berat dan ringan.
Dengan hasil yang gemilang ini, Usman kembali ke suatu tempat yang
ditentukan sebelumnya dan pada hari yang cerah tanggal 11 Maret 1965, Usman
beragabung kembali bersama dua rekannya dengan diawali jabat tangan yang mesra
sebagai tanda rasa puas hasil gemilang. Mereka merundingkan kembali upaya
melaksanakan tugas berikutnya menghancurkan suatu apartemen yang letaknya tidak
jauh dari hotel tersebut. Mengingat situasi dan kondisi yang tidak
memungkinkan, akhirnya Usman dan dua rekannya sepakat untuk kembali ke induk
pasukan di Pulau Sambu, tetapi ternyata semua jalan sudah dijaga ketat oleh
alat keamanan Singapura, demikian pula perairan selat Singapura yang terletak
anatara Pulau Sambu dan Singapura (Singapura Naval Police).
Oleh karena situasi yang sulit dan tidak memungkinkan untuk keluar
bersama, Usman sepakat untuk mencari jalan sendiri-sendiri dan salah seorang
yang terlebih dahulu sampai di Pulau Sambu dan berhasil menghadap Komandan,
harus segera melaporkan hasil yang telah dicapai di Singapura. Salah seorang
anggota KKO yang bernama Gani setuju dan langsung memisahkan diri tetapi
Janatin selaku Komandan tidak mau berpisah dengan Tohir, karena Janatin sendiri
belum begitu hafal akan seluk beluk Singapura, sedangkan bagi Tohir pelosok
Singapura boleh dikatakan sudah seperti kampung halamannya sendiri.
Pada hari itu juga Usman bersama Tohir dan Gani memisahkan diri. Tetapi
dalam perjalanan Janatin dan Tohir berjalan berjauhan untuk menghindari
kecurigaan petugas keamanan Singapura, sedangkan Gani sudah hilang entah
kemana. Setelah usaha menerobos daerah pantai di mana mereka dulu mendarat
tidak berhasil, maka Janatin mencari jalan melalui Pelabuhan Singapura, tetapi
ternyata jalan inipun tidak semudah yang diperkirakan. Pemeriksaan tetap
dilakukan dengan ketat, setiap orang yang keluar masuk di periksa dengan
teliti, Usman dan Tohir yang sudah mendapatkan latihan dibidang intelejen dan
berkat pengalamannya berhasil masuk kedalam pelabuhan dengan menunjukkan kartu
anggota PRM Singapura dan menyamar sebagai anak kapal dagang yang kebetulan
sedang singgah di Pelabuhan Singapura.
Akhirnya Usman berhasil naik ke kapal dagang “Begama“ yang merencanakan
akan berlayar menuju Bangkok, dengan menyamar sebagai pelayan dapur. Sampai 12
Maret 1965 malam Usman dan Tohir dengan aman bersembunyi dalam kapal tersebut,
akan tetapi pada malam itu pemilik kapal “Begama“ bernama Kie Hok mengusir Janatin
dan Tohir keluar kapal, padahal ia tahu bahwa kedua orang pemuda Indonesia itu
adalah anggota KKO AL. Dengan alasan takut diketahui oleh petugas Singapura
yang dapat mengakibatkan kapalnya ditahan, ia tetap berkeras hati mengusir
Usman dan rekannya. Akhirnya pada pagi hari Usman dan rekannya keluar dari
persembunyian dan mereka berusaha mencari tempat lain tetapi tidak berhasil.
Ketika sedang mencari-cari tempat persembunyian, tiba-tiba terlihat
perahu bermotor yang dikemudikan oleh seorang Cina dan dengan keberanian yang
luar biasa Usman berhasil merebut perahu bermotor tersebut dan menggunakannya
untuk menyebrang menuju ke Pulau Sambu. Dalam pelayaran yang penuh ketegangan
Usman dan rekannya bernasib malang karena sebelum berhasil menyebrangi perairan
perbatasan Indonesia – Singapura, mesin perahu motor itu mengalami gangguan dan
mogok. Akhirnya pada jam 09.00 pagi tanggal 13 Maret 1965 mereka tertangkap
oleh Polisi Peronda Laut Perairan Singapura dan dibawa langsung ke Singapura.
Usman yang telah berhasil melaksanakan tugas dengan baik dalam
mengabdikan diri kepada Negara akhirnya ditahan di Penjara Changi. Usman
diajukan ke Pengadilan dan melalui proses yang dimulai tanggal 4 Oktober 1965
sampai dengan 20 Oktober 1965, Usman dijatuhi hukuman pidana mati oleh High Court Singapura atas dasar Section 302 Penal Code Chapter XVI. Di
dalam proses peradilan itu Pemerintah Indonesia telah menyediakan empat orang
pembela yaitu Mr. Braga dari Singapura, Noel Benjamin dari Malaysia, Prof. Dr.
Mochtar Kusumaatmaja, SH dari Indonesia dan Letkol Laut (KH) Gani Djemat, SH
Atasan Angkatan Laut R.I. di Singapura.
Usman dan rekannya sebagai terpidana, terhadap putusan Hakim tersebut
mengajukan permintaan banding kepada Federal
Court Of Malaysia Kuala Lumpur dan pada tanggal 5 Oktober 1966 Federal Court tersebut mengeluarkan
putusan sebagai berikut :
1. Menolak permintaan banding Usman dan rekannya
2. Menguatkan putusan dan hukuman yang telah dijatuhkan oleh High Court Singapura.
Atas putusan Federal Court
terpidana tersebut mengajukan permohonan kasasi kepada Privy Cauncil di London dan Badan Pengadilan pada tanggal 21 Mei
1968 mengeluarkan putusan menolak permohonan kasasi itu. Pada tanggal 22 Mei
1968 Menteri Luar Negeri Adam Malik mengajukan surat kepada Menteri Luar Negeri
Singapura S. Rajaratnam untuk memohon Klemensi bagi Usman dan rekannya yang
menjadi terpidana tersebut. Demikian pula pada tanggal 1 Oktober 1968, Presiden
Soeharto mengutus Brigjen TNI Tjokro Pranolo, Sekretaris Militer menyampaikan surat
kepada Presiden Singapura Yusuf bin Ishak dan Perdana Menteri Lee Kuan Yew
dengan maksud sama. Pada tanggal 9 Oktober 1968 permintaan Bapak Menteri Luar
Negari demikian pula dengan permintaan Bapak Presiden itu ditolak.
Setelah Usman mengetahui semua usaha tidak berhasil, Usman meminta agar
jenazahnya dibawa kembali dan di makamkan di Tanah air. Permohonannya yang
disetujui oleh Presiden dan Panglima Tertinggi ABRI disampaikan kepada Usman
dan rekannya oleh utusan Presiden Brigjen TNI Tjokro Pranolo disertai Atasan
Pertahanan Letkol Laut KH. Gani Djemat, SH. Pada pertemuan tersebut sehari
sebelum hukuman dilaksanakan Usman dan rekannya telah mencukur rambutnya pendek
dan meminta untuk disampaikan ucapan “Terima kasih kepada Presiden dan Panglima
Tertinggi ABRI atas perhatian dan usaha yang telah dilakukannya“, mereka telah
siap mati demi Kejayaan Bangsa, Negara, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
dan Korps Komando khususnya.
Pada tanggal 17 Oktober 1968 pagi hari menjelang waktu yang ditetapkan
Usman sebagai anggota KKO AL dengan sikap seorang prajurit pejuang dan pejuang
prajurit sejati, berjalan dengan langkah tegap menuju ke tiang gantung tanpa
mau ditutup kedua matanya guna melaksanakan hukumannya, dengan disaksikan
dokter dan petugas pelaksana penjara Changi. Pada pukul 06.00 waktu setempat
Usman dan rekannya anggota KKO AL, telah gugur ditiang gantungan Penjara Changi
dan beberapa saat kemudian setelah diberitahu bahwa hukuman telah dilaksanakan,
Atasan Pertahanan Letkol Laut KH. Gani Djemat, SH datang kepenjara Changi untuk
menyaksikan dan menerima jenazah Usman dan rekannya yang telah menjadi Pahlwan
bangsa.
Pada hari itu juga jenazah Usman anggota KKO AL dijemput oleh tim
penjemput ABRI diantaranya Kapten KKO Subiyantoro untuk dibawa kembali ke Tanah
air dengan pesawat C-130 TNI-AU. Setibanya di lapangan udara Kemayoran
diadakanlah penerimaan jenazah pahlawan dengan Inspektur Upacara Menteri
Panglima AL Laksamana TNI Moeljadi, untuk disemayamkan di Aula Departemen
Hankam Markas Besar ABRI, untuk selanjutnya keesokan harinya di makamkan di
Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata dengan upacara kebesaran. Berbagai
pernyataan keras dan ucapan simpati atas peristiwa penggantungan Usman sebagai
anggota KKO AL terus mengalir dan Pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden RI
No. 050/TK/1968 tertanggal 17 Oktober 1968 telah memberikan kenaikan pangkat
satu tingkat atau mengangkat Serda KKO (Anm) Usman dan Kopral KKO (Anm) Harun
sebagai Pahlawan Nasional (Yayasan Sosial “Usman Harun” ).
C. Pengaruh
Usman Janatin Dalam Pembentukan Karakter Bangsa
Setap bangsa
pasti membutuhkan sosok pahlawan (Adam, 2008: xxiv). Bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat menghargai perjuangan para
pahlawan bangsa. Kata ini dilontarkan untuk mengajak bangsa kita menghormati
jasa pahlawan dalam memperjuangkan kemerdekaan. Namun apa daya virus- virus perusak kedaulatan, kemandirian serta
kepribadian bangsa dan negara mewabah di negeri kita. Kebudayaan dan tradisi bangsa diklaim bangsa lain, lapisan masyarakat yang
tinggi hingga kebawah pun telah merasakan kenikmatan korupsi, kemiskinan
menjamur di beberapa daerah, generasi muda yang tidak tahu arah menuju bangsa
yang makmur. Padahal para pejuang bangsa
telah mengorbankan jiwa raga untuk memuliakan bangsa ini.
Jika kita memahami perjuangan para pahlawan itu
memiliki semangat dan
keberanian yang tinggi. Mereka mau
mengambil segala resiko untuk mendapatkan dan mempertahankan kemerdekaan bangsa
ini. Tetapi pada era sekarang ini banyak sekali generasi muda kita yang sudah
merusak bangsa ini. Banyak sekali dari mereka yang terjerumus dalam
bingar-bingar kehidupan era modern saat ini. Para generasi muda adalah aspek
penting dalam pembangunan bangsa, karena masa depan bangsa ada pada diri
generasi muda. Merekalah yang akan menjadi penerus dari para Pahlwan
terdahulunya. Dalam diri Pahlawan Serda KKO Usman Janatin mengalir rasa
Nasionalisme dan Patriotisme yang tinggi. Usman Jantin harus kehilangan
nyawanya diusia muda demi membela bangsa ini. Hal ini seharusnya dapat di
jadikan pelecut semangat bagi generasi muda kita saat ini.
Para
generasi muda saat ini harus mencontoh seorang pemuda yang mau mati demi
kejayaan bangsa dan negaranya. Serda KKO Usman Janatin berjuang untuk bangsa
ini dengan bermodalkan rasa Nasionalisme dan Patriotisme yang membumbung
tinggi. Maka dari itu rasa Nasionalisme dan Patriotisme adalah sebagai dasar
bagi para generasi muda saat ini untuk membawa bangsa dan negara ini ke arah
yang lebih baik. Ketika di dalam hati mereka sudah tertanam rasa Nasionalisme
dan Patriotisme yang kuat maka bangsa tersebut akan lebih maju dari bangsa
lain. Karena rasa Nasonalisme dan Patriotisme pada zaman sekarang dapat
dijadikan sebagai modal untuk mempertahankan kedaulatan negaranya selain itu
juga dapat di jadikan sebagai pemersatu bangsa ini.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Kisah Usman Janatin menjadikan generasi muda bias
berfikir bahwa, untuk membela bangsa dan negara apapun rela dikorbankan. Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1.
Usman
Janatin adalah salah
satu anggota KKO AL yang menjadi Pahlawan bagi bangsa ini.
2.
Perjuangan dan
pengorbanan Usman Janatin dalam Konfrontasi Indonesia – Malaysia telah
membangkitkan semangat rakya Indonesia.
3.
Rasa
Nasionalisme dan Patriotisme dalam diri Usman Janatin dapat di jadikan pedoman
dalam membentuk karakter bangsa.
B. Saran
Dari simpulan diatas, maka peneliti memberikan saran yaitu:
1. Pemerintah seharusnya lebih memikirkan kualitas Nasionalisme dan Patriotisme dalam
generasi penerus bangsa.
2. Pengetahuan tentang perjuangan bangsa seharusnya lebih ditingkatkan supaya
cerita zaman dahulu itu tidak luntur di telan zaman.
3. Perkembangan globalisasi harusnya tidak menyeret kita untuk meninggalkan
identitas dan jati diri kita sebagai bangsa Indonesia.
4. Generasi muda seharusnya mempunyai landasan rasa Nasionalisme dan Patriotisme untuk membentuk karakter yang sesuai perkembangan zaman.