Balai Desa Grantung |
Desa Grantung Kecamatan
Karangmocol adalah salah satu desa yang berada di wilayah Kabupaten Purbalingga
bagian Timur laut. Desa ini memiliki nama yang bersumber dari sejarah masuknya
agama Islam ke daerah terebut. Dalam proses masuknya Islam ke daerah tersebut,
desa-desa di sekitarnya juga ikut tersangkut, seperti desa Pekiringan, Tajug,
Rajawana kecamatan Karangmoncol, dan Desa Makam, Panusupan Kecamatan Rembang.
Jauh sebelum zaman Wali
Songo, wilayah Perdikan Cahyana yang meliputi Kecamatan Karangmoncol dan Kecamatan
Rembang (Grantung, Pekiringan, Tajug, Rajawana, Makam, Panusupan) sudah lebih
dahulu menerima proses Islamisasi. Salah satu
sumber sejarah Perdikan Cahyana adalah piagam-piagam dan beslit-beslit A.M. Kartosoedirdjo dalam naskah Tjarijos Panembahan
Lawet yang disusun pada tahun 1941yang memuat daftar piagam dan beslit yang diterima oleh para pengelola
Desa Perdikan di Cahyana.
Naskah
koleksi Museum Sana Budaya dengan kode PB.A. 271 itu sangat berguna untuk
melacak keberadaan piagam dan beslit
tersebut. Piagam yang diterima adalah 3 piagam, isi piagam yang diberikan oleh
Sultan Demak (1403 AJ), dan isi piagam dari Ki Gede Mataram yang mengatakan
bahwa wilayah Cahyana dijadikan sebagai wilayah Perdikan Cahyana.
Perdikan
Cahyana merupakan daerah yang dibebaskan dari pajak, karena pada saat
pemerintahan Kerajaan Pajajaran wilayah ini dianggap sebagai wilayah yang patuh
kepada peraturan. Sehingga wilayah ini diberi hadiah berupa kebebasan dari
pungutan pajak. Proses Islamisasi di Perdikan Cahyana dimulai
dari datangnya Wali Syeh Atas Angin.
Wali Syeh Atas Angin adalah
seorang mubaligh Islam dari negara Arab yang merupakan keturunan dari Rasululah
SAW dari keturunan Sayidina Ali dengan Siti Fatimah. Pada suatu hari, saat beliau
telah menunaikan ibadah Shalat Subuh, beliau melihat tiga cahaya menjulang
tinggi ke angkasa. Maka dicarilah sumber tiga cahaya tersebut dengan 200 orang
pengiringnya. Disisi lain pangeran Jambukarang dengan nama aslinya Adipati
Mendang, yaitu keturunan dari Kerajaan Pajajaran yang ditunjuk Ayahnya untuk
menjadi raja di Pajajaran,namun beliau lebih tertarik menjadi petapa. Saat beliau
sedang bertapa digunung Jambudiba yang sekarang dikenal dengan Gunung Karang di
Banten, dia melihat tiga buah cahaya yang menjulang tinggi ke atas. Maka
dicarilah sumber cahaya tesebut beserta 160 orang pengikutnya.
Karena Pangeran
Jambukarang lebih dekat dari sumber cahaya tersebut maka beliau lebih dahulu
sampai ke wilayah cahyana (Desa Grantung, pekiringan, Tajug, Rajawana, Makam,
dan Panusupan) dari pada Wali syeh Atas Angin, Pangeran Jambukarang lebih
dahulu sampai ke Cahyana. Setelah Wali Syeh Jambukarang tiba di Cahyana beliau
melakukan pertapaan selama 45 tahun. Saat wali Syeh Atas Angin sampai ke
Cahyana dia bertemu dengan Pangeran Jambukarang yang sedang melakukan
pertapaan, melihat Pangeran Jambukarang sedang bertapa, wali Syeh Atas Angin
mengucapkan salam kepada Pangeran Jambu karang. Namun karena Pangeran Jambu
karang masih beragama Hindu dia tetap diam. Melihat Pangeran Jambu karang tetap
diam beliau mengajaknya beradu kesaktian, dan yang menerima kekalahan harus
pindah dari agamanya.
Saat
mereka beradu kesaktian terdapat telur yang dapat menggantung ke angkasa.
Karena adanya telur yang bergantungan di angkasa maka tempat tersebut dinamakan
Grantung. Desa Grantung kecamatan karangmocol kabupaten
Purbalingga JawaTengah dianggap tempat yang memiliki kesaktian yang kuat, hal ini
dibuktikan dengan adanya Bukit di sekitar tempat tersebut membentuk seperti
sedang tunduk ke wilayah Grantung. Karena tempat tersebut di anggap sakti maka
tepat di tempat tersebut dibangun sebuah surau bekas peninggalan pesantren dari
Wali Perkasa.
Setelah kejadian
tersebut Pangeran Jambukarang berpindah ke agama islam, dan berubah nama
menjadi Wali Syeh Jambukarang. Setelah berpindah agama Wali Syeh Jambukarang
diberi ilmu, dan setelah mendapat ilmu yang cukup beliau diberi daerah
kekuasaan untuk dibuati sebuah petilasan. Daerah tersebut sekarang bernama desa
Panusupan kecamatan Rembang kabupaten Purbalingga JawaTengah.
Aziz Putra Pangestu, XI IPS 1 16/17 |