Nama kecil Sunan Giri adalah Jaka Samudra ayahnya
Maulana Ishak Syekh Awalul Islam dari Pasai, Ibunya Sekardadu, putri Raja
Blambangan Lahir sekitar 1443 M, Masa kecilnya mengenyam pendidikan di
Pesantren Ampel Denta, setelah menginjak remaja bersama Raden Makdum Ibrahim
(Sunan Bonang) ditugaskan Sunan Ampel belajar ke Mekkah dan selanjutnya
menempuh pedidikan di Negara Islam Pasai oleh Bapaknya Maulana Ishak.
Setelah selesai menempuh pendidikan di Pasai, Raden
Paku (Gelar yang diberikan oleh Sunan Ampel) melaksanakan pesan dari ayahnya,
Syekh Maulana Ishak untuk mendirikan pusat dakwah Islam di wilayah Gresik
(Sepertinya Syekh Maulana Ishak ingin anaknya melanjutkan dakwah Syekh Maulana
Malik Ibrahim di Gresik), tapi ia diminta oleh Syekh untuk mencari tanah yang
sama persis dengan tanah yang di berikan Syekh dalam bungkusan. Di kisahkan
selama 40 hari ia bertafakur meminta petunjuk dari Allah SWT, selesai
bertafakur ia pergi mengembara. Di sebuah perbukitan di Desa Sidomukti,
Kebomas, ia kemudian mendirikan Pesantren Giri. Sejak itu Raden Paku dikenal
dengan Sunan Giri. Dalam bahasa Sansakerta, “giri” berarti Gunung. Syahdan,
pesantren Giri terkenal ke seluruh penjuru Jawa, bahkan sampai ke Madura,
Lombok, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Menurut Babad Tanah Jawi murid
Sunan Giri menyebar sampai ke Cina, Mesir, Arab dan Eropa.
Di daerah Gresik dan sekitarnya, Kewalian Giri
Kedhaton sangat dihormati dan ditaati. Bahkan untuk urusan politik pun
diserahkan kepada kewalian Giri Kedhaton, sehingga disana juga berdiri sebuah
komunitas yang “mirip kerajaan”. Pada masa Majapahit, Kewalian Giri Kedhaton
merupakan oposisi yang merisaukan para penguasa Majapahit. Kewalian Giri
mendapat sokongan dari para pedagang di sepanjang Pantai Utara Jawa. Tak urung,
Majapahit melakukan penyerangan ke Kewalian Giri sebanyak dua kali. Namun kedua
serangan itu kandas alias gagal.
Nama Sunan Giri tidak bisa dilepaskan dari proses
pendirian Negara Islam Demak. Ia adalah aktor yang menjadi bagian dalam
merencanakan berdirinya Negara Islam serta terlibat dalam penyerangan ke
Majapahit sebagai penasihat militer.
Dalam Babad Demak dikisahkan, ketika panglima
bala tentara Islam Sunan Ngudung syahid dalam peperangan dengan Majapahit,
suasana memprihatinkan melanda seluruh balatentara Islam. Sunan Bonang yang
bertindak sebagai Panglima tertinggi Angkatan
Perang Islam memilih Sunan Kudus, putra Sunan Ngudung, sebagai panglima perang
menggantikan ayahandanya. Dalam penunjukan itu Sunan Bonang berkata kepada
Sunan Kudus bahwa ia akan didampingi oleh Sunan Giri dalam penyerangan ke
Majapahit beserta para wali lainnya.
Tidak hanya Sunan Giri yang menyertainya tetapi
seluruh kekuatan Laskar Giri Kedhaton juga ikut serta. Sunan Giri tidak saja
mengirimkan pasukannya tetapi juga dialah yang memerintahkan Bupati Sumenep,
Pamekasan, Balega dan Panaraga agar mengerahkan tentaranya ikut dalam barisan
Islam. Dalam peperangan itu pasukan Islam mendapat kemenangan besar. Masa Hindu
berlalu kemudian tergantikan dengan Islam.
Ketika Kerajaan Majapahit runtuh 1478 M, para wali
memproklamasikan berdirinya Negara Islam Demak dan diputuskan Bintoro sebagai
pusatnya. Sunan Giri dipercaya untuk meletakan dasar-dasar negara masa
perintisan selama 40 hari. Setelah 40 hari, Sunan Giri memangku jabatan, ia
menyerahkan tampuk kepemimpinan Islam kepada Raden Fatah, putera Raja
Majapahit, Brawijaya Kertabhumi.
Ketika Sunan Ampel ketua para Wali wafat, Sunan Giri
diangkat sebagai penggantinya. Atas usulan Sunan Kalijaga, ia diberi gelar
Prabu Satmata. Menurut De Graff, lahirnya berbagai kerajaan Islam
seperti Demak, Pajang dan Mataram, tidak lepas dari peranan Sunan Giri dan
penerus Giri Kedaton. Pengaruhnya, kata sejarawan Jawa itu, melintas sampai ke
luar Pulau Jawa seperti Makasar, Hitu dan Ternate. Konon, seorang raja barulah
sah kerajaanya kalau sudah direstui oleh Sunan Giri.