Sebelumnya
telah dibahas masalah asal nama Purbalingga, kali ini sejarah pendiri
Purbalingga, dimulai dari sebuah nama, Kiai Arsantaka. Kiai Arsantaka adalah
tokoh yang dipercaya sebagai bapak yang
menurunkan Bupati Purbalingga. Sumber sejarah yang jadi rujukan adalah Babad, Babad masuk dalam genre sastra sejarah yang berkembang di
Jawa, Bali, Madura, dan Lombok. Di Sumatera, Kalimantan dan Malaysia disebut
dengan istilah hikayat, dan silsilah. Atau Tambo di Padang dan Lontara di
Sulawesi Selatan.
Sejarah Purbalingga terdokumentasi
dalam 4 (empat) babad berbeda, yaitu: (1) Babad Onje milik S Warnoto, dulu
menjabat Carik atau Sekdes Onje, Kecamatan Mrebet-Purbalingga. (2), Babad
Purbalingga, koleksi perpustakaan Museum Sonobudaya Yogyakarta. (3), Babad Jambukarang yang diterbitkan Soemodidjojo Mahadewa Yogyakarta tahun
1953. dan (4), adalah Babad Banyumas yang tersimpan di Museum Sonobudaya Yogyakarta.
Menurut
sejarahnya, Purbalingga ternyata pernah menduduki peranan penting pada masa
kejayaan kerajaan tempo dulu. Nama Purbalingga erat dengan kisah kejayaan
Kerajaan Majapahit, Demak, Pajang, dan Mataram. Kelima kerajaan itu secara
bergantian pernah menguasai Purbalingga sebagai wilayah dudukan.
Berdasarkan bukti babad itulah
kemudian sejarah Kabupaten Purbalingga direkontruksi. Kiai Arsantaka yang pada
masa mudanya bernama Kiai Arsakusuma adalah putra dari Bupati Onje II. Sesudah
dewasa diceritakan bahwa kiai Arsakusuma meninggalkan Kadipaten Onje untuk
berkelana ke arah timur dan sesampainya di desa Masaran (Sekarang di Kecamatan
Bawang, Kabupaten Banjarnegara) diambil anak angkat oleh Kiai Wanakusuma yang
masih anak keturunan Kiai Ageng Giring dari Mataram.
Pada tahun 1740–1760, Kiai
Arsantaka menjadi demang di Kademangan Pagendolan (sekarang termasuk wilayah
desa Masaran), suatu wilayah yang masih berada dibawah pemerintahan Karanglewas
(sekarang termasuk kecamatan Kutasari, Purbalingga) yang dipimpin oleh Tumenggung
Dipayuda I.
Banyak riwayat yang menceritakan tentang
heroisme dari Kiai Arsantaka antara lain ketika terjadi perang Jenar, yang
merupakan bagian dari perang Mangkubumen, yakni sebuah peperangan antara
Pangeran Mangkubumi dengan kakaknya Paku Buwono II dikarenakan Pangeran
mangkubumi tidak puas terhadap sikap kakanya yang lemah terhadap kompeni Belanda.
Dalam perang jenar ini, Kiai Arsantaka berada didalam pasukan kadipaten
Banyumas yang membela Paku Buwono II.
Dikarenakan jasa dari Kiai Arsantaka
kepada Kadipaten Banyumas pada perang Jenar, maka Adipati banyumas R. Tumenggung
Yudanegara mengangkat putra Kiai Arsantaka yang bernama Kiai Arsayuda menjadi
menantu. Seiring dengan berjalannya waktu, maka putra Kiai Arsantaka yakni Kiai
Arsayuda menjadi Tumenggung Karangwelas dan bergelar Raden Tumenggung Dipayuda
III. Masa masa pemerintahan Kiai Arsayuda dan atas saran dari ayahnya yakni Kiai
Arsantaka yang bertindak sebagai penasihat, maka pusat pemerintahan dipindah
dari Karanglewas ke desa Purbalingga yang diikuti dengan pembangunan pendapa
Kabupaten dan alun-alun.
Hal ini dibuktikan dengan kentalnya
pengaruh kebudayaan pada masa itu terhadap sistem kebudayaan masyarakat
Purbalingga. Pengaruh tersebut masih dapat dijumpai hingga sekarang. Ada yang
berwujud peninggalan benda purbakala (artefak), berupa seni tradisi, sistem
religi (upacara adat), dan sebagainya. Hari jadi Kabupaten Purbalingga telah
ditetapkan melalui Peraturan daerah (Perda) No. 15 tahun 1996, tanggal 19
November 1996 yang jatuh pada tanggal 18 Desember 1830 atau 3 Rajab 1246
Hijriah atau 3 Rajab 1758 Je.