arifsae.com - Tahun ajaran
baru 2013/2014 sudah bergulir 15 Juli
2013 kemarin, target awal yang direncanakan oleh Mendigbud, M. Nuh dalam
mengimplementasikan Kurikulum 2013 pun meleset, konsep awal Kurikulum 2013 akan diterapkan
pada sekolah pilot
project seluruh kelas I dan IV untuk jenjang SD,
kelas VII untuk tingkat SMP serta kelas X untuk jenjang SMA dan SMK. Setelah
terjadi kendala dalam berbagai teknis
dan analisnya, M. Nuh kemudian menurunkan target
implementasi menjadi 102.453 sekolah seluruh Indonesia hingga akhirnya hanya
terealisasi menjadi 6.325 sekolah
saja.
Sekolah
yang menjadi pilot
project pun hanya yang ter akreditasi A dan eks
RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional). Pertanyaan yang muncul adalah
untuk masyarakat Indonesia yang sangat majemuk dan heterogen ini, apakah bisa
diukur dengan sekolah-sekolah yang unggulan saja? Belum lagi kendala pendistribusian buku Kurikulum 2013 ke sekolah-sekolah
yang menjadi pilot project tersebut (SM,
17/7/13).
Selain
itu, ada masalah baru, yaitu 2000-an sekolah yang mengajukan diri mengimplementasikan
Kurikulum 2013, meskipun ada anggaran ABPD, tentu tidak akan semulus membalikan
telapak tangan, sekolah-sekolah itu akan menemui kendala anggaran dan konsep
Kurikulum 2013 itu sendiri. Bila sekolah pilot
project saja masih banyak mengalami kendala dan kebingungan, tentu sekolah
yang mengusulkan akan lebih besar potensi kendala dan kebingungan tersebut.
Dalam
proses implementasi Kurikulum 2013, masih banyak kendala
teknis yang bisa dilihat dengan kasat mata. Kendala tersebut, bisa dilihat dari
aspek pelatihan guru yang terkesan mepet
dan instant, dari
guru inti (4-8 Juli 2013) sampai
guru sasaran (9-13 Juli 2013) hanya
10 hari pelatihan itu
dilakukan. Kalau dalam persiapan guru saja sudah mepet dan instant,
bagaimana dengan peserta didik yang akan menjadi targetnya? Jawabannya, ada pada diri seorang “pahlawan tanpa
tanda jasa”, yaitu para Guru.
Guru dalam
proses pembelajaran perananya sangat vital,
bila ibarat orang mau memanah,
guru adalah orang yang memegang panah, kurikulum adalah panahnya dan sasaran
panahnya adalah peserta didik. Sebaik dan sebagus apa pun busur panah, kalau
orangnya tidak menguasai strategi cara memanah yang baik, maka mustahil akan
mengenai sasaran, meski pun
busur panahnya
sangat bagus. Bagaimana kalau busur panah sudah rusak, dan orang yang akan memanah
tidak menguasai teknik-teknik memanah? Untuk
dapat memanah dengan baik, maka perlu proses yang panjang dan latihan
yang tidak instant.
Konsep yang lebih penting lagi selain proses latihan yang tidak instant
adalah bagaimanan perubahan mindset
dari guru pelaksana Kurikulum 2013 itu sendiri. Dalam realita yang ditemui,
banyak guru sudah mengikuti pelatihan-pelatihan, workshop dan seminar-seminar lokal
maupun nasional, tapi ketika sudah selesai, para guru
akan kembali pada mindset awal, yaitu pembelajaaran konvensional yang terkesan
membosankan. Guru-guru sudah tahu cara menggunakan metode
pembelajaran yang berorientasi dengan progres untuk
mencerdaskan peserta didik. Tapi, sebagain
besar guru-guru enggan menerapkan hasil dari pelatihan-pelatihan yang diikutinya tersebut.
Guru kurang merasa
diberikan fasilitas berupa gaji-gaji dan tunjangan-tunjangan
dari pemerintah yang terbilang cukup besar,
salah satu tujuannya untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi guru, tapi sebagian besar para guru belum mau menyisakan dari hasil gaji dan tunjanganya tersebut untuk membeli
buku-buku tentang pendidikan dan pembelajaran, sehingga
hasilnya adalah ajegnya kualitas dan kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru. Tanpa pengetahuan yang aktual, mustahil guru
akan mengikuti arus perkembangan
zaman yang sangat cepat.
Perubahan yang diharapkan akan
terwujud dengan proses yang panjang, bukan tiba-tiba atau ujug-ujug, sehingga guru nantinya tidak gagap
dengan perubahan kurikulum. Perlu
kesadaran dari dalam diri guru untuk
merubah mindset nya sendiri,
pelatihan, workshop
dan seminar sesering apa pun kalau tidak diimbangi dengan niat sungguh-sungguh untuk berubah dari dalam diri guru untuk meningkatkan kualitas dan
kompetensinya
maka semua akan sia-sia, terlebih hanya akan menghabiskan anggaran pemerintah
saja.
Hambatan dan Harapan
Sasaran utama dalam perubahan
kurikulum adalah peserta didik, substansi perubahan kurikulum bukan hanya
menambah atau mengurangi mata pelajaran, tetapi yang lebih urgen adalah
semangat perubahan untuk menuju manusia Indonesia yang mampu membawa identitas
bangsa dan mampu bersaing di mancanegara.
Tantangan yang akan dihadapi oleh
guru dalam Kurikulum 2013 ini tidaklah mudah, guru
dituntut tidak hanya sekedar menyampaikan materi pada peserta
didik, namun juga mengajarkan nilai-nilai positif untuk membangun
karakter peserta didik, karena setiap
kompetensi dalam Kurikulum 2013 sudah
menekankan pada pengembangan karakter yang mulia bagi peserta didik, tinggal implementasi di lapangan dan harapan ada di
pundak guru sebagai garda terdepan.
Kalau dicermati esensi dari Kurikulum 2013,
ada perbedaan dari kurikulum sebelumnya, yaitu
memperbaiki karakter peserta didik. Tapi, karena banyak perubahan dalam
Kurikulum 2013 ini, kadang guru pelaksana mengalami
kebingungan, misalnya, KI (Kompetensi
Inti) dan KD (Kompetensi
Dasar) di awal untuk semua kelas (X, XI XII) sama.
Artinya,
KI dan KD tersebut di ulang
pada
setiap tahunnya untuk semua kelas. Meskipun banyak yang kebingungan,
secara keseluruhan, Kurikulum 2013 menekankan pada peran yang lebih besar dari
peserta didik. Peran itu ditujukan untuk merubah paradigma lama yang menjadikan
guru sebagai pusat pembelajaran (teacher centered
learning), dan menggantikan dengan paradigma baru yang memposisikan peserta
didik sebagai pusat pembelajaran (student
centered learning).
Kurikulum 2013
mempunyai orientasi untuk menjadikan peserta didik cerdas, baik secara kognitif
(kecerdasanya), afektif (sikap), maupun psikomotorik (ketrampilan) melalui
penilaian berbasis tes dan portofolio yang saling melengkapi.
Ketiga aspek tersebut menjadi hal yang mutlak dimiliki oleh peserta didik,
peserta didik yang kognitifnya baik, dituntut untuk meningkatkan kemampuan afektif dan
psikomotornya juga, jadi peran guru sangat fital di Kurikulum 2013 ini, yaitu sebagai motivator, fasilitator, inspirator
dan agen tranformator bagi peserta didik.
Walaupun
Kurikulum 2013 sudah menanamkan nilai-nilai karakter, namun tetap harus diimbangi
dengan tahap implementasi dalam realitasnya.
Dalam esensinya, Kurikulum
2013 lebih peka dan tanggap terhadap perubahan yang terjadi pada tingkat lokal,
nasional maupun global. Tapi, seyogyannya, konsep
yang matang, pelatihan guru yang
maksimal dan implementasi yang kontekstual bisa terwujud dalam Kurikulum 2013
ini, terlebih penting lagi adalah jangan sampai
peserta didik hanya menjadi korban dari sebuah jargon “ganti menteri, ganti kurikulum”.. Semoga.
Arif Saefudin,
Guru SMA Negeri 2 Purbalingga
Mahasiswa Program Pascasarjana UNS Solo