BAB I
PENDAHULUAN
Secara Etimologi kata Filsafat dan
filosof berasal dari bahasa Yunani “Philosophia” dan “Philosophos”. Menurut
bentuk kata, seorang philosphos adalah seorang pencinta kebijaksanaan. Sebagian
lain mengatakan bahwa filsafat adalah cinta akan kebenaran. Filsafat sering
pula diartikan sebagai pandangan hidup. Dalam dunia pendidikan, filsafat
mempunyai peranan yang sangat besar. Karena, filsafat yang merupakan pandangan
hidup itu menentukan arah dan tujuan proses pendidikan. Filsafat dan pendidikan
memiliki hubungan yang erat, karena pada hakekatnya pendidikan adalah proses
pewarisan dari nilai-nilai filsafat. Dalam pendidikan diperlukan bidang
filsafat pendidikan. Filsafat
pendidikan sendiri adalah ilmu yang mempelajari dan berusaha mengadakan
penyelesaian terhadap masalah-masalah pendidikan yang bersifat filosofis.
Secara filosofis, pendidikan adalah hasil dari peradaban suatu bangsa yang
terus menerus dikembangkan berdasarkan cita-cita dan tujuan filsafat serta
pandangan hidupnya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang melembaga di dalam
masyarakatnya.
Ajaran filsafat adalah hasil
pemikiran filosofis tentang sesuatu secara fundamental. Dalam memecahkan
persoalan masing-masing filosofis akan menggunakan teknik atau pendekatan yang
berbeda, sehingga melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang berbeda pula. Perbedaan
ini dapat disebabkan oleh latar belakang pribadi filosofis tersebut, pengaruh
zaman, kondisi atau alam pikiran para filosofis. Dari perbedaan itu kemudian
lahirlah aliran-aliran atau sistem filsafat. Beberapa aliran atau mazhab dalam
filsafat antara lain seperti materialism, idealism, realisme, pragmatisme, dan
lain-lain. Filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat sehingga aliran
dalam filsafat pendidikan sekurang-kurangnya sebanyak filsafat itu sendiri.
Brubacher (1950) mengelompokkan filsafat pendidikan pada dua kelompok besar,
yaitu Filsafat pendidikan “progresif” yang diidukung oleh filsafat pragmatisme
dari John Dewey, dan romantik naturalisme dari Roousseau dan filsafat
pendidikan “ Konservatif”, yang didasari oleh filsafat idealisme, realisme
humanisme (humanisme rasional), dan supernaturalisme atau realisme religius.
Filsafat-filsafat tersebut melahirkan filsafat pendidikan esensialisme,
perenialisme,dan sebagainya. Perenialisme merupakansuatu aliran dalam
pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme berasal
dari kata perennial yang berarti abadi, kekel, atau selalu. Perenialisme
lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. perenialisme
menentang pandangan progresifisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang
baru.
Dalam pendidikan, kaum perenialis berpandangan bahwa
dalam dunia yang tidak menentu dan penuh kekacauan serta membahayakan tidak ada
satupun yang lebih bermanfaat dari pada kepastian tujuan pendidikan, serta
kesetabilan dalam perilaku pendidik. Mohammad Noor Syam (1984) mengemukaan
pandangan perenialis, bahwa pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat
perhatiannyapada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh.
Perenialisme memendang pendidikansebagai jalan kembali atau proses
mengembalikan keadaan manusia sekarang dalam kebuyaan ideal.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perenialisme
Perenialisme merupakan suatu aliran
dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme berasal dari
kata perennial yang berarti abadi, kekel, atau selalu. Perenialisme
lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. perenialisme
menentang pandangan progresifisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang
baru.(1)
Dalam pendidikan, kaum perenialis
berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh kekacauan serta
membahayakan tidak ada satupun yang lebih bermanfaat dari pada kepastian tujuan
pendidikan, serta kesetabilan dalam perilaku pendidik. Mohammad Noor Syam
(1984) mengemukaan pandangan perenialis, bahwa pendidikan harus lebih banyak
mengarahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan
tangguh. Perenialisme memendang pendidikan sebagai jalan kembali atau
proses mengembalikan keadaan manusia sekarang dalam kebuyaan ideal.
·
Pandangan
mengenai kenyataan
Perenialisme berpendapat bahwa apa
yang dibutuhkan manusia terutama adalah jaminan bahwa reality is universal
that is every where and at every moment the same (2:299) realita itu bersifat
universal bahwa realita itu ada dimana saja dan sama di setiap waktu.
·
Pandangan
mengenai nilai
Perenialisme berpandangan bahwa
persoalan nilai adalah persoalan spiritual, sebab hakikat manusia adalah pada
jiwanya. Sedangkan perbuatannya merupakan pancaran isi jiwanya yang berasal
dari dan dipimpin oleh Tuhan.
·
Pandangan
mengenai pengetahuan
Kepercayaan adalah pangkal tolak
perenialisme mengenai kenyataan dan pengetahuan. Artinya sesuatu itu ada
kesesuaiannya antara piker (kepercayaan) dengan benda-benda. Sedang yang dimaksud
benda adalah hal-hal yang adanya bersendikan atas prinsip keabadian.
·
Pandangan
tentang pendidikan
Teori atau konsep pendidikan
perenialaisme dilatarbelakangi oleh filsafat-filsafat plato sebagai Bapak
Idealisme Klasik, filsafat Aristoteles sebagai Bapak Realisme Klasik, dan
Filsafat Thomas Aquina yang mencoba memadukan antara filsafat Aristoteles
dengan dengan ajaran Gereja Katolik yang tumbuh pada zamannya.
·
Pandangan
mengenai belajar
Teori dasar dalam belajar menurut
perenialisme adalah mental disiplin sebagai teori dasar penganut perenialisme
sependapat bahwa latihan dan pembinaan berfikir (mental dicipline) Dlah salah
satu kewajiban dari belajar, atau keutamaan dalam proses belajar (yang
tertinggi). Karena itu teori dan program pendidikan pada umumnya dipusatkan
kepada pembinaan kemampuan.
Di zaman kehidupan modern ini banyak
menimbulkan krisis diberbagai bidang kehidupan manusia, terutama dalam bidang
pendidikan. Untuk mengembalikan keadaan krisis ini, maka perenialisme
memberikan jalan keluur yaitu berupa kembali kepada kebudayaan masa lampau yang
dianggap cukup ideal dan teruji ketangguhannya. Untuk itulah pendidikan harus
lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya kepada kebudayaan ideal yang telah
teruji dan tangguh
Jelaslah bila dikatakan bahwa
pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kepada masa lampau, karena
dengan mengembalikan keapaan masa lampau ini, kebudayaan yang dianggap krisis
ini dapat teratasi melalui perenialisme karena ia dapat mengarahkan pusat
perhatiannya pada pendidikan zaman dahulu dengan sekarang. Perenialisme
rnemandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan
sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun
praktek bagi kebuoayaan dan pendidikan zaman sekarang.
Dari pendapat ini sangatlah tepat
jika dikatakan bahwa perenialisme memandang pendidikan itu sebagai jalan
kembali yaitu sebagai suatu proses mengembalikan kebudayaan sekarang (zaman
modern) in terutama pendidikan zaman sekarang ini perlu dikembalikan kemasa
lampau. Perenialisme merupakan aliran filsafat yang susunannya mempunyai
kesatuan, di mana susunannya itu merupakan hasil pikiran yang memberikan
kemungkinan bagi seseorang untuk bersikap yang tegas dan lurus. Karena itulah
perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah tujuan yang jelas
merupakan tugas yang utama dari filsafat khususnya filsafat pendidikan. Setelah
perenialisme menjadi terdesak karena perkembangan politik industri yang cukup
berat timbulah usaha untuk bangkit kembali, dan perenialisme berharap agar
manusia kini dapat memahami ide dan cita filsafatnya yang menganggap filsafat
sebagai suatu azas yang komprehensif Perenialisme dalam makna filsafat sebagai
satu pandangan hidup yang bcrdasarkan pada sumber kebudayaan dan hasil-hasilnya. (2)
1. Aristoteles dan St. Thomas
Aquinas
Filsafat perenialisme terkenal
dengan bahasa latinnya Philosophia Perenis. Pendiri utama dari aliran filsafat
ini adalah Aristoteles sendiri, kemudian didukung dan dilanjutkan oleh St.
Thomas Aquinas sebagai pemburu dan reformer utama dalam abad ke-13.
Perenialisme memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan
abad pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan
pendidikan zaman sekarang. Sikap ini bukanlah nostalgia (rindu akan hal-hal
yang sudah lampau semata-mata) tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa
kepercayaan-kepercayaan tersebut berguna bagi abad sekarang.
Jadi sikap untuk kembali kemasa lampau
itu merupakan konsep bagi perenialisme di mana pendidikan yang ada sekarang ini
perlu kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan itu
berguna bagi abad sekarang ini.
2. Plato
Asas-asas filsafat perenialisme
bersumber pada filsafat, kebudayaan yang mempunyai dua sayap, yaitu
perenialisme yang theologis yang ada dalam pengayoman supermasi gereja
Katholik, khususnya menurut ajaran dan interpretasi Thomas Aquinas, dan
perenialisme sekular yakni yang berpegang kepada ide dan cita filosofis Plato
dan Aristoteles. Pendapat di atas sejalan dengan apa yang dikemukakan H.B
Hamdani Ali dalam bukunya filsafat pendidikan, bahwa Aristoteles sebagai
mengembangkan philosophia perenis, yang sejauh mana seseorang dapat menelusuri
jalan pemikiran manusia itu sendiri. ST. Thomas Aquinas telah mengadakan
beberapa perubahan sesuai dengan tuntunan agama Kristen tatkala agama itu
datang. Kemudian lahir apa yang dikenal dengan nama Neo-Thomisme. Tatkala
Neo-Thomisme masih dalam bentuk awam maupun dalam paham gerejawi sampai ke
tingkat kebijaksanaan, maka ia terkenal dengan nama perenialisme.
Pandangan-pandangan Thomas Aquinas
di atas berpengaruh besar dalam lingkungan gereja Katholik. Demikian pula
pandangan-pandangan aksiomatis lain seperti yang diutarakan oleh Plato dan
Aristoteles. Lain dari itu juga semuanya mendasari konsep filsafat pendidikan
perenialisme. Neo-Scholastisisme atau Neo-Thomisme ini berusaha untuk
menyesuaikan ajaran-ajaran Thomas Aquinas dengan tuntutan abad ke dua puluh.
Misalnya mengenai perkembangan ilmu pengetahuan cukup dimengerti dan disadari
adanya. Namun semua yang bersendikan empirik dan eksprimentasi hanya dipandang
sebagai pengetahuan yang fenomenal, maka metafisika mempunyai kedudukan yang
lebih penting.
Mengenai manusia di kemukakan bahwa hakikat
pengertiannya adalah di tekankan pada sifat spiritualnya. Simbol dari sifat ini
terletak pada peranan akal yang karenanya, manusia dapat mengerti dan memaham'i
kebenaran-kebenaran yang fenomenal maupun yang bersendikan religi (Bamadib,
1990: 64-65). Jadi aliran perenialisme dipakai untuk program pendidikan yang
didasarkan atas pokok-pokok aliran Aristoteles dan S.T Thomas Aquinas.
Tokoh-tokoh yang mengembangkan ini timbul dari lingkungan agama Katholik atau
diluarnya.
Ilmu pengetahuan merupakan filsafat
yang tertinggi menurut perenialisme, karena dengan ilmu pengetahuanlah
seseorang dapat berpikir secara induktif yang bersifat analisa. Jadi dengan
berpikir maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan melalui akal pikiran. Menurut
epistemologi Thomisme sebagian besarnya berpusat pada pengolahan tenaga logika
pada pikiran manusia. Apabila pikiran itu bermula dalam keadaan potensialitas,
maka dia dapat dipergunakan untuk menampilkan tenaganya secara penuh. Jadi
epistemologi dari perenialisme, harus memiliki pengetahuan tentang pengertian
dari kebenaran yang sesuai dengan realita hakiki, yang dibuktikan dengan
kebenaran yang ada pada diri sendiri dengan menggunakan tenaga pada logika
melalui hukum berpikir metode dedduksi, yang merupakan metode filsafat yang
menghasilkan kebenaran hakiki, dan tujuan dari epistemologi perenialisme dalam
premis mayor dan metode induktifnya sesuai dengan ontologi tentang realita
khusus.
Menurut perenialisme penguasaan
pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk
mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Prinsip-prinsip pertama mampu mempunyai
penman sedemikian, karena telah memiliki evidensi diri sendiri. Dengan
pengetahuan, bahan penerangan yang cukup, orang akan mampu mengenal
faktor-faktor dengan pertautannya masing-masing memahami problema yang perlu
diselesaikan dan berusaha untuk men gadakan penyelesaian masalahnya. Dengan
demikian ia telah mampu mengembangkan suatu paham.(3)
Anak didik yang diharapkan menurut
perenialisme adalah mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi
landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran
tokoh-tokoh besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh
zaman telah dicatat menonjol dalam bidang-bidang seperti bahasa dan sastra,
sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam dan
lain-lainnya, telah banyak yang mampu memberikan ilmunisasi zaman yang sudah
lampau
Dengan mengetahui tulisan yang berupa pikiran dari
para ahli yang terkenal tersebut, yang sesuai dengan bidangnya maka anak didik
akan mempunyai dua keuntungan yakni:
1. Anak-anak
akan mengetahui apa yang terjadi pada masa lampau yang telah dipikirkan oleh
orang-orang besar.
2. Mereka
memikirkan peristiwa-peristiwa penting dan karyakarya tokoi1 terse but untuk
diri sendiri dan sebagai bahan pertimbangan (reverensi) zaman sekarang.
Jelaslah bahwa dengan mengetahui dan
mengembangkan pemikiran karya-karya buahpikiran para ahli tersebut pada masa
lampau, maka anak-anak didik dapat mengetahui bagaimana pemikiran para ahli
tersebut dalam bidangnya masing-masing dan dapat mengetahui bagaimana
peristiwa pada masa lampau tersebut sehingga dapat berguna bagi diri mereka
sendiri, dan sebagai bahan pertimbangan pemikiran mereka pada zaman sekarang
ini. Hal inilah yang sesuai dengan aliran filsafat perenialisme tersebut.
Tugas utama pendidikan adalah
mempersiapkan anak didik ke arah kemasakan. Masak dalam arti hidup akalnya.
ladi akal inilah yang perlu mendapat tuntunan ke arah kemasakan tersebut.
Sekolah rendah memberikan pendidikan dan pengetahuan serba dasar. Dengan
pengetahuan yang tradisional seperti membaca, menulis dan berhitung anak didik
memperoleh dasar penting bagi pengetahuan-pengetahuan yang lain. Sekolah
sebagai tempat utama dalam pendidikan yang mempersiapkan anak didik ke arah
kemasakan melalui akalnya dengan memberikan pengetahuan. Sedangkan sebagai
tugas utama dalam pendidikan adalah guru-guru, di mana tug as pendidikanlah
yang memberikan pendidikan dan pengajaran (pengetahuan) kepada anak didik.
Faktor keberhasilan anak dalam akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam
arti orang yang telah mendidik dan mengajarkan.
Adapun mengenai hakikat pendidikan
tinggi ini, Robert Hutchkins mengutarakan lebih lanjut, bahwa kalau pada abad
pertengahan filsafat teologis, sekarang seharusnya bersendikan filsafat
metafisika. Filsafat ini pada dasarnya adalah cinta intelektual dari Tuhan. Di
samping itu, dikatakan pula bahwa karena kedudukan sendi-sendi tersebut penting
maka perguruan tinggi tidak seyogyanya bersifat utilistis. Dari ungkapan yang
diutarakan oleh Robert Hutchkins di atas mengenai hakikat pendidikan tinggi
itu, jelaslah bahwa pendidikan tinggi sekarang ini hendaklah berdasarkan pada
filsafat metafisika yaitu filsafat yang berdasarkan cinta intelektual dari
Tuhan. Kemudian Robert Hutchkins mengatakan bahwa oleh karena manusia itu pada
hakikatnya sama, maka perlulah dikembangkan pendidikan yang sama bagi semua
orang, ini disebut pendidikan umum (general education). Melalui kurikulum yang
satu serta proses belajar yang mungkin perlu disesuaikan dengan sifat tiap
individu, diharapkan pada setiap individu tersebut terbentuk atas dasar
landasan kejiwaan yang sama.
E. Pandangan dan Sikap tentang Aliran Perenialisme
Ontologi perennialisme terdiri dari
pengertian-pengertian seperti benda individuIl, esensi, aksiden dan substansi.
Perennialisme membedakan suatu realita dalam aspek-aspek perwujudannya menurut
istilah ini. Benda individual disini adalah bend a sebagaimana nampak dihadapan
manusia dan yang ditangkap dengan panca indera seperti batu, lembu, rumput,
orang dalam bentuk, ukuran, warna dan aktifitas tertentu.
Misalnya bila manusia ditinjau dari
esensinya adalah makhluk berpikir. Adapun aksiden adalah keadaan-keadaan khusus
yang dapat berubah-ubah dan yang sifatnya kurang penting dibandingkan dengan
esensial, misalnya orang suka bermain sepatu roda, atau suka berpakaian bagus,
sedangkan substansi adalah kesatuan dari tiap-tiap individu, misalnya
partikular dan uni versal, material dan spiritual.
Jadi segala yang ada di alam semesta
ini seperti halnya manusia, batu bangunan dasar, hewan, tumbuh-tumbuhan dan
sebagainya mempakan hal yang logis dalam karakternya. Setiap sesuatu yang ada,
tidak hanya merupakan kambinasi antara zat atau bend a tapi merupakan unsur
patensiaJitas dengan bentuk yang merupakan unsur aktualitas sebagaimana yang
diutarakan aleh Aristateles tetapi ia juga merupakan sesuatu yang datang
bersama-sama dari sesuatu "apa" yang terkandung dalam inti (essence)
dan potensialitas dengan tindakan untuk "berada" yang merupakan unsur
aktualitas sebagaimana yang diungkapkan oleh ST. Thomas Aquinas.
Uraian di atas sejalan dengan apa
yang dikatakan I.R Poedjawijatna bahwa esensi dari pada kenyataan itu adalah
menuju ke arah aktualitas, sehingga makin lama makin jauh dari
patensialitasnya. Bila dihubungkan dengan manusia, maka manusia itu setiap
waktu adalah patensialitas yang sedang berubah menjadi aktualitas. Misalnya
meskipun manusia dalam hidupnya jarang dikuasai oleh sifat eksistensi
kemanusiaan, tidak jarang pula dimilikinya akal, perasaan dan kemauannya,
Schula ini dapat dikurangi. Hal-hal yang bersifat partikular yang merintangi
kehidupan dapat diatasi. Maka dengan peningkatan suasana hidup spiritual ini
manusia dapat makin mendekatkan diri kepada gerak yang tanpa gerak itu, ialah
tujuan dan bentuk terakhir dari segalanya.
2. Pandangan Epistemologis Perennialisme
Perenialisme berpendapat bahwa
segala sesuatu yang dapat diketahui dan merupakan kenyataan adalah apa yang
terlindung pada kepercayaan. Kebenaran adalah sesuatu yang menunjukkan
kesesuaian an tara pikir dengan benda-benda. Benda-benda disini maksudnya
adalah hal-hal yang adanya bersendikan atas prinsip-prinsip keabadian. lni
berarti bahwa perhatian mengenai kebenaran adalah perhatian mengenai esensi
dari sesuatu. Kepercayaan terhadap kebenaran itu akan terlindung apabila segala
sesuatu dapat diketahui dan nyata. Jelaslah bahwa pengetahuan itu inerupakan
hal yang sangat penting karena ia merupakan pengolahan akal pikiran yang
konsekuen.
Menurut perenialisme filsafat yang
tertinggi adalah ilmu metafisika. Sebab science sebagai ilmu pengetahuan
menggunakan metode induktif yang bersifat analisa empiris kebenarannya
terbatas, relatif atau kebenaran probability. Tetapi filsafat dengan metode
deduktif bersifat anological analysis, kebenaran yang dihasilkannya bersifat
self evidence universal, hakiki dan berjalan dengan hukum-hukum berpikir
sendiri yang berpangkal pada hukum pertama, bahwa kesimpulannya bersifat mutlak
asasi.
Perenialisme memandang masalah nilai
berdasarkan azas-azas supernatural, yakni menerima universal yang abadi. Dengan
azas seperti itu, tidak hanya ontologi dan epistemologi yang didasarkan atas
prinsip teologi dan supernatural, melainkan juga aksiologi. Khususnya dalam
tingkah laku manusia, maka manusia sebagai subyek telah memiliki
potensi-potensi kebaikan sesuai dengan kodratnya, di samping itu adapula
kecenderungan-kecenderungan dan dorongan-dorongan kearah yang tidak baik.
Masalah nilai itu merupakan hal yang
utama dalam perenialisme, karena ia berdasarkan pada azas-azas supernatural
yaitu menerima universal yang abadi, khususnya tingkah laku manusia. Jadi
hakikat manusia itu yang pertama-tama adalah pada jiwanya. Oleh karena itulah
hakekat manusia itu juga menentukan hakikat perbuatan-perbuatannya, dan
persoalan nilai adalah persoalan spiritual. Dalam aksiologi, prinsip pikiran
itu bertahan dan tetap berlaku. Secara etika, tindakan itu ialah yang
bersesuaian dengan sifat rasional seorang manusia, karena manusia itu secara
alamiah condong kepada kebaikan.
Jadi manusia sebagai subyek dalam
bertingkah laku, telah memiliki potensi kebaikan sesuai dengan kodratnya, di
samping adapula kecenderungan-kecenderunngan dan dorongan-dorongan kearah yang
tidak baik. Tindakan yang baik adalah yang bersesuaian dengan sifat rasional
(pikiran) manusia. Kodrat wujud manusia yang pertama-tama adalah tercermin dari
jiwa dan pikirannya yang disebut dengan kekuataJl potensial yang membimbing tindakan
manusia menuju pada Tuhan atau menjauhi Tuhan, dengan kata lain melakukan
kebaikan atau kejahatan, Kebaikan tertinggi adalah mendekatkan diri pada Tuhan
sesudah tingkatan ini baru kehidupan berpikir rasional.
Dalam bidang pendidikan
perennialisme sangat dipengaruhi oleh tokoh-tokohnya, seperti Plato,
Aristoteles dan Thomas Aquinas. Menurut Plato, manusia secara kodrat memiliki
tiga potensi yaitu nafsu, kemauan dan pikiran, Pendidikan hendaknya
berorientasi pada potensi itu dan kepada masyarakat, agar supaya kebutuhan yang
ada pada setiap lapisan masyarakat bisa terpenuhi.
Menurut Robert Hutchkins bahwa
manusia adalah animal rasionale, maka tujuan pendidikan adalah mengembangkan
akal budi supaya anak didik dapat hidup penuh kebijaksanaan demi kebaikan hidup
itu sendiri. Oleh karenanya tujuan pendidikan di sekolah perlu sejalan dengan
pandangan dasar di atas, mempertinggi kemampuan anak untuk memiliki akal sehat.
Dapatlah disimpulkan bahwa tujuan dari pada pendidikan yang hendak dicapai oleh
para ahli tersebut di atas adalah untuk mewujudkan agar anak didik dapat hidup
bahagia demi kebaikan hidupnya sendiri. Jadi dengan akalnya dikembangkan maka
dapat mempertinggi kemampuan akal pikirannya. Dari prinsip-prinsip pendidikan
perenialisme tersebut maka perkembangannya telah mempengaruhi sistem pendidikan
modern, seperti pembagian kurikulum untuk sekolah dasar, menengah, perguruan
tinggi. (4)
BAB III
KESIMPULAN
Perenialisme merupakan suatu aliran
dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme berasal dari
kata perennial yang berarti abadi, kekal, atau selalu. Perenialisme
lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. perenialisme
menentang pandangan progresifisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang
baru.
Dalam pendidikan, kaum perenialis
berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh kekacauan serta
membahayakan tidak ada satupun yang lebih bermanfaat dari pada kepastian tujuan
pendidikan, serta kesetabilan dalam perilaku pendidik. Mohammad Noor Syam
(1984) mengemukaan pandangan perenialis, bahwa pendidikan harus lebih banyak
mengarahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan
tangguh. Perenialisme memendang pendidikansebagai jalan kembali atau proses
mengembalikan keadaan manusia sekarang dalam kebuyaan ideal.
Dalam bidang pendidikan
perennialisme sangat dipengaruhi oleh tokoh-tokohnya, seperti Plato,
Aristoteles dan Thomas Aquinas. Menurut Plato, manusia secara kodrat memiliki
tiga potensi yaitu nafsu, kemauan dan pikiran, Pendidikan hendaknya
berorientasi pada potensi itu dan kepada masyarakat, agar supaya kebutuhan yang
ada pada setiap lapisan masyarakat bisa terpenuhi.
DAFTAR
PUSTAKA
Dewey. J (1964). Democracy
in Education. Newyork: The Mc Millan Company.
Henderson, Stella van
Petten, 1959. Introduction to Philosophy of Education. Chicago: The
University of Chicago Press.
Mudyahardjo, R., (2001).
Filsafat Ilmu Pendidikan: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Power, E. J. (1982). Philosophy
of Education. NewJersey: Prentice Hall Inc.
Sadulloh, U. (2004). Pengantar
Pilsafat Pendidikan. Bandung: Alpabeta.
(1) Dewey. JDemocracy
in Education. Newyork: The Mc Millan Company. (1964).hlm. 25
(2) Henderson, Stella van Petten,. Introduction
to Philosophy of Education. Chicago: The University of Chicago Press.
(1959). Hlm. 14
(3) Mudyahardjo, R., Filsafat Ilmu
Pendidikan: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya. (2001)., hlm. 15
(4) Sadulloh, U. Pengantar
Pilsafat Pendidikan. Bandung: Alpabeta. (2004)., hlm. 26